Sukses

Milenial Dominasi Pembelian E-SBN di Investree

Tren transaksi penyaluran elektronik surat berharga negara (e-SBN) sejak tahun 2017 terus mengalami peningkatan.

Liputan6.com, Jakarta - CEO Investree, Adrian Gunadi mengatakan tren transaksi penyaluran elektronik surat berharga negara (e-SBN) sejak tahun 2017 terus mengalami peningkatan. Tak kurang dari 70 persen lender (pemberi pinjaman) yang membeli e-SBN merupakan milenial yang usianya belum 30 tahun.

"Hampir 70 persen pendana yang ada di e-SBN ini rata-rata milenial dibawah usia 30 tahun," kata Adrian dalam Diskusi Media Investree: Kinerja 2020, Perkembangan dan Strategi 2021, Jakarta, Rabu (3/2).

Adrian menyebut, saat ini Investree memiliki lebih dari 31 ribu pendana. Mereka menginvestasikan dananya di beberapa produk seperti pembiayaan UMKM dan e-SBN.

Tingginya minat pendana yang membeli e-SBN tersebut tak lepas dari adanya adopsi terhadap teknologi dan digital yang menjadi alternatif investasi di kalangan milenial.

"Adopsi terhadap teknologi dan digital sebagai alternatif investasi yang menarik bagi milenial," kata dia.

Untuk itu, tahun ini, Investree akan terus berpartisipasi dengan produk e-SBN dan memberikan kemudahan bagi para pendana dalam mengakses e-SBN. Salah satunya dengan melakukan improvisasi terhadap aplikasi digitalnya.

Sehingga para pendana akan lebih mudah membeli e-SBN lewat aplikasi. " Kita akan improve aplikasi kita agar bisa beli e-e-SBN tersebut di aplikasi kami," kata dia.

Adrian menambahkan, Investree merupakan salah satu perusahaan fintech lending yang ditunjuk Departemen Keuangan, Kementerian Keuangan untuk menyalurkan e-SBN pada tahun 2017. Secara kumulatif, perkembangan penjualan e-SBN terus mengalami peningkatan secara tahunan.

"Trennya meningkat dari tahun ke tahun dan itu juga jadi salah satu produk diversifikasi yang kita tawarkan kepada 31 ribu lender di Investree," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Siap-Siap, Berikut Jadwal Penawaran SBN Ritel di 2021

Kementerian Keuangan menawarkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel tahun ini. Awal tahun ini, Kementerian Keuangan telah menawarkan Obligasi Ritel Negara (ORI) 19 dengan kupon 5,57 persen.

Direktur Surat Utang Negara Deni Ridwan mengatakan, penerbitan SBN ritel tahun 2021 ini ada 2 macam yakni syariah dan konvensional dengan berbagai macam variasi. Untuk awal tahun ini, penerbitan telah dilakukan untuk ORI19 dan ORI20.

"Untuk awal ini kita menerbitkan secara general konvensional akan 2 tradeable yakni ORI19 dan ORI20," ujar Deni saat diskusi daring, Jakarta, Senin (25/1/2021).

Kemudian, pemerintah juga akan menerbitkan surat utang untuk jenis non tradable yaitu Surat Berharga Ritel (SBR). Dengan demikian, akan ada tiga jenis surat utang konvensional yang akan diperdagangkan.

"Jadi totalnya adalah 3 yang konvensional. Sama yang syariah pun akan ada 3 kali penerbitan yakni 2 kali Sukuk Negara Ritel (SR) dan satu non tradable yakni Sukuk Tabungan (ST). Ditambah dengan Sukuk Wakaf Ritel (SWR)," papar Deni.

Adapun masing-masing penjualan surat utang tersebut yaitu, pada 26 Febuari 2021 akan ada penawaran untuk adalah SR014, April SWR002 ditawarkan 1 Februari. Kemudian 21 Juni akan diterbitkan SBR010.

"SBR010 yang sifatnya tradable, tenor 2 tahun. Kemudian 27 Agustus diterbitkan SR seri SR015, 27 September untuk ORI020 dan terakhir pada 1 November yakni ST. Jadi kira-kira itu tentatif penerbitannya SBN Ritel," tandasnya.

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Mengenal Obligasi Ritel Negara, Investasi yang Kebal dari Berbagai Risiko

Direktur Surat Utang Negara Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan, investasi Obligasi Ritel (ORI) negara dapat menghindarkan pemilik dana dari tiga faktor resiko investasi. Ketiga risiko tersebut antara lain risiko gagal bayar, risiko pasar dan likuiditas.

"Pertama risiko gagal bayar, itu karena dijamin pemerintah pembayaran kupon dan bayarannya, bisa dibilang risiko defaultnya zero percent," ujar Deni dalan diskusi daring, Jakarta, Senin (25/1/2021).

Kemudian kedua, kata Deni, risiko pasar. Risiko pasar ini intinya dibandingkan tingkat kupon yang diterima fixed rate dengan pergerakan imbal hasil di pasar dalam waktu ke depan.

"Dengan kupon ORI 5,57 persen ini masih menarik, kita sekarang dalam era suku bunga rendah. Yang bisa jadi acuan adalah subung BI 7 days repo rate 3,75 persen, ini bisa jadi patokan untuk berbagai instrumen investasi apa saja yang ditawarkan dengan ORI019," jelasnya.

Ketiga adalah risiko likuiditas. Salah satu obligasi yang ditawarkan pemerintah saat ini adalah ORI19. ORI19 dipastikan mudah diperjualbelikan setelah selesai masa holding period. Bahkan harganya bisa lebih tinggi jika dijual di secondary market.

"Ketika sudah lewat holding periode bisa dijual anytime. Dan, kalau jual di secondary market, ada potensi harga jual lebih tinggi dibandingkan sekarang, ada capital gain. Itu satu keuntungan," tandas Deni.Â