Sukses

Atasi Perubahan Iklim, Starbucks Berambisi jadi Perusahaan Bebas Karbon 2030

Starbucks berkomitmen untuk membangun bisnisnya yang bebas karbon pada tahun 2030 mendatang.

 
Liputan6.com, Jakarta Menghadapi tantangan perubahan iklim, jaringan ritel kedai kopi terbesar dunia, Starbucks mengumumkan ambisinya untuk menjalankan model bisnis bebas emisi karbon pada 2030 mendatang.
 
Dikutip dari CNBC, Selasa, (23/3/2021) dalam rapat pemegang saham minggu lalu, Starbucks bukan hanya akan menjadikan bisnisnya netral karbon namun juga berkomitmen mengurangi kiriman sampah ke penampungan dan menghemat penggunaan air hingga setengahnya pada periode yang sama.
 
Starbucks menggunakan istilah 'Green Coffe' untuk model bisnis ini yang merujuk pada rantai pasok produksi kopi yang ramah lingkungan. Mulai dari sejak biji kopi masih ditanam, proses panen hingga pengangkutan dari perkebunan menuju gudang, semuanya dilakukan dengan mengkalkulasi nilai hasilan emisi karbon serendah mungkin bahkan mendekati nol.
 
Keputusan diumumkan melalui rapat pemegang saham baru-baru ini yang juga bertepatan perayaan hari jadi perusahaan yang ke-50 tahun. Keputusan ini menjadi langkah resmi perusahaan setelah sebelumnya pada bulan Januari Starbucks sudah lebih dulu membocorkan rencana program yang diberinama "sumber positif" ini. 
 
"Kami adalah perusahaan yang bercita-cita untuk memberi lebih dari yang kami terima dalam hal manusia dan planet ini sambil menciptakan kemakmuran bagi semua yang terhubung dengan Starbucks," tulis Kevin Johnson, CEO Starbucks melalui akun LinkedInnya minggu lalu.
 
Bukan hanya pada masalah lingkungan, Starbucks juga telah mengumumkan komitmennya pada masalah keadilan ras, yang membuatnya populer di kalangan investor dengan komitmen Environmental, Social and Governance (ESG) yang tinggi. 
 
Predikat ini membuat Starbucks memiliki citra positif sebagai perusahaan berkelanjutan yang mengumumkan ambisinya untuk memberi dampak positif lebih luas terhadap permasalahan lingkungan dan sosial. Karenanya, analis RBC Capital Market, perusahaan layanan keuangan yang berbasis di Kanada ini menyebut Starbucks jadi saham restauran paling populer di deretan indeks S&P 500 lewat komitmen ESGnya. 
 
Ketika kinerja perusahaan babak belur karena pandemi Covid-19, sepanjang tahun lalu saham Starbucks justru sudah naik hingga 87 persen dan kapitalisasi pasarnya sudah menyentuh USD 130 miliar. Analis memprediksikan penjualan Starbucks akan naik 5-10 persen pada kuartal kedua 2021.
 
 
2 dari 2 halaman

Ambisi Perusahaan Bebas Karbon

Komitmen pada kebijakan bebas karbon untuk mengatasi masalah perubahan iklim kian populer di kalangan aktor bisnis raksasa global. Selain Starbucks, beberapa perusahaan lebih dulu mengumumkan ambisinya untuk memangkas produksi karbon dari kegiatan bisnis mereka.
 
Pada awal tahun 2020, CEO Microsoft, Satya Nadella mengumumkan komitmennya untuk mengurangi hingga setengah dari emisi karbon yang mereka hasilkan di semua rantai pasoknya pada tahun 2030 mendatang. Diperkirakan pada tahun 2020 Microsoft menghasilkan 16 juta metrik ton CO2 ke atmosfer bumi.
 
Rencana tersebut mencakup pembentukan "Dana Inovasi Iklim" yang akan menginvestasikan hingga USD 1 miliar atau lebih dari Rp 14 triliun selama 4 tahun sejak tahun lalu untuk mengembangkan teknologi penangkap karbon.
 
Tidak mengejutkan jika Microsoft mengumumkan komitmen tersebut, pasalnya salah satu pendiri perusahaan, Bill Gates juga terkenal sebagai salah satu orang terkaya di dunia yang paling getol mengkampanyekan masalah perubahan iklim.
 
Selain Microsoft, raksasa teknologi lainnya yang juga lebih dulu memgumumkan komitmen pada masalah ini ialah Amazon. Perusahaan besutan Jeff Bezos ini menghasilkan polusi yang tinggi dari aktivitas logistik hingga bisnis komputasi awan. Pada tahun 2018 diperkirakan Amazon melepas 44 juta metrik ton CO2 yang ke atmosfer bumi.
 
Karenanya, pada tahun 2019 silam Amazon mengumumkan ambisinya untuk mencapai nol karbon pada tahun 2040 mendatang. Sebagai langkah konkritnya, perusahaan juga akan membeli 100 ribu mobil van listrik untuk menggantikan mobil logistik lama yang memakai bahan bakar fosil.
 
 
Reporter: Abdul Azis Said
 
Video Terkini