Sukses

Dari Jualan Sate Maranggi, Yetty Sekolahkan 4 Buah Hati hingga Perguruan Tinggi

Haji Yetty sukses membuka rumah makan sate maranggi Cibungur di ruas jalan utama Purwakarta-Cikampek.

Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tidak tahu sate maranggi? Makanan khas dari Purwakarta, Jawa Barat ini banyak dijajakan pedagang keliling, warung dan rumah makan. Melihat potensi tersebut, perempuan yang kerap disapa Haji Yetty ini sukses membuka rumah makan sate maranggi Cibungur di ruas jalan utama Purwakarta-Cikampek, di Kecamatan Bungursari, Purwakarta.

Perempuan berusia 54 tahun itu bercerita, rumah makan Sate Maranggi miliknya sudah berdiri sejak tahun 1990-an.  Awalnya bermula ketika Hj. Yetty sudah berumah tangga dan memiliki 2 orang anak yang masih kecil-kecil, namun dia ingin memiliki usaha sendiri.

Maka dipilihlah usaha rumah makan sate maranggi. Pada saat itu, modal awal berusaha hanya Rp 200 ribu yang digunakan untuk membeli bahan baku 2 kilo daging. Seiring berjalannya waktu, penjualannya semakin meningkat.

“Dari tahun 1990. Karena keterpaksaan tidak punya kerjaan, saya waktu itu sudah berumah tangga dan punya anak dua masih kecil-kecil, jadi tidak mau buat usaha sate. Modalnya itu 2 kilo daging sekitar Rp 200 ribu, dan mulai bertambah terus hingga sekarang berjalan usaha 30 tahun," kata Yetty saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (1/5/2021).

Jauh sebelumnya, ternyata sejak tahun 1985-an, ayah Hj. Yetty sudah lebih dulu berjualan es kelapa di ruas jalan utama Purwakarta-Cikampek, di Kecamatan Bungursari, Purwakarta. Kala itu, tempatnya sudah ramai. Melihat kesempatan tersebut, dia akhirnya bergabung jualan dengan sang ayah.

“Waktu saya masuk tahun 1990 di warung yang sekarang, bapak saya sudah duluan jualan es kelapa dari tahun sekitar 1985. Barulah saya masuk bergabung sama bapak saya jualan es kelapa. Lagian waktu saya masuk itu, warung es kelapa bapak sayanya juga sudah ramai,” ujarnya.

Menu andalannya tidak hanya sate maranggi, juga tersedia beragam sajian sate, mulai dari sate daging sapi, kambing atau domba, hingga ayam. Bahkan disana juga tersedia menu lain seperti es kelapa dan lainnya.

Di rumah makan itu, sate marangginya dipatok dengan harga Rp 5 ribu per tusuk. Namun, setiap porsinya dihargai Rp 50 ribu sebanyak 10 tusuk sate beserta bumbu kacang dan kecap, serta sambal tomat khas Cibungur.

Disamping itu, ketika ditanya omset, Hj. Yetty tidak bisa menyebutkan. Namun yang pasti, berkat usaha sate marangginya tersebut, dia mampu menyekolahkan ke-4 anaknya hingga jenjang perguruan tinggi, bahkan bisa membiayai ibadah umrah sendiri.

“Saya alhamdulillah semenjak saya jualan sate maranggi, sekarang anak saya sudah 4 orang. Yang 3 sudah sarjana dan meneruskan usaha saya, dan anak yang 1 lagi masih kuliah. Yang terpenting cukuplah bisa menyekolahkan anak-anak, umrah dan apa saja yang penting hidup saya terpenuhi alhamdulillah,” ungkap Yetty.

Lanjut Yetty mengaku senang karena usahanya bisa berjalan 30 tahun dan tetap eksis di tengah pandemi covid-19. Meskipun beberapa bulan sejak kemunculan covid-19 di Indonesia usahanya sempat terganggu.

Namun keadaan sudah mulai kondusif, karena di rumah makannya telah menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Sehingga para pelanggan merasa aman dan nyaman ketika menyantap hidangan sate maranggi.

“Awalnya terdampak sekitar beberapa bulan, namun semakin ke sini ramai lagi yang terpenting menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, orang juga tidak merasa takut lagi karena disini tempatnya terbuka dan banyak pepohonan. Kalau stabil penjualannya sih enggak, tapi alhamdulillah kemajuannya membaik dibanding kemarin,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tantangan dan Godaan

Disisi lain, tentunya merintis usaha itu tidak mudah, banyak tantangan dan godaan yang melintang. Hal itu juga dirasakan oleh Hj. Yetty, banyak oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab mengaku-ngaku sebagai anaknya dan mengklaim usahanya merupakan cabang sate maranggi Cibungur Hj Yetty.

“Soalnya dari dulu banyak yang mengaku-ngaku terus, dan mengaku anaknya Hj Yetty. Banyak yang seperti itu memanfaatkan saya. Makannya saya dulu bilangnya belum ada cabang dimanapun. Kalau sekarang sudah ada cabang,” kata Yetty.

“Dulu waktu saya punya satu cabang, banyak yang bertanya kepada saya “katanya yang di Bandung itu cabangnya ya? saya jawab, karena waktu itu saya benar-benar belum punya cabang, tapi untuk ke depan ada cabang karena anak-anak saya yang meneruskan,” jelasnya.

Karena banyak pelanggan yang bertanya perihal cabang, akhirnya Hj Yetty memasang baliho di rumah makannya, menegaskan bahwa pihaknya tidak membuka cabang di wilayah lain selain di di ruas jalan utama Purwakarta-Cikampek, di Kecamatan Bungursari, Purwakarta.

Namun kini, setelah anak-anaknya tumbuh dewasa, akhirnya dia memberanikan diri membuka dua cabang resmi sate marangginya.

“Lalu saya pasang saja baliho Tidak buka cabang dimanapun di tempat usaha saya waktu itu, karena banyak sekali yang bertanya kepada saya. Terus sekarang anak-anak saya sudah besar jadi saya berani buka cabang,” ujar ibu 4 anak ini.

Tentunya dibalik kesuksesannya itu tidak terlepas dari dukungan keluarga. Berkat dukungan tersebut, Yetty merasa nyaman dan santai dalam menjalani usaha. Tidak hanya keluarga, BRI juga berperan.

“Sejak dulu saya jadi nasabah BRI, karena saya orang kampung dulu belum tahu bank lainnya dan larinya pasti ke BRI semua.  Kadang saya juga pinjam modal usaha ke BRI kalau lagi mepet. Tapi saya orangnya selama masih ada uang kenapa harus minjem, tapi kalau mepet ya saya kerjasama dengan BRI,” ungkap Yetty.

Dengan adanya bantuan pinjaman modal itu, Yetty mengaku sangat terbantu. “Sangat membantu,” imbuhnya.

Demikian, Yetty selalu bersyukur usahanya bisa bertahan hingga 30 tahun, bahkan kini sudah memiliki 2 cabang baru. Menurutnya, ketika usahanya sepi pelanggan maka dia selalu bersyukur dan berpikiran positif.

“Kalau duka itu saya lebih bersyukur karena dalam hidup dan berusaha itu selalu ada dukanya. Kalau sepi ya saya bersyukur, mungkin Allah kasih ke kita jangan terlalu cape. Begitupun kalau lagi rame. Apapun yang terjadi kuncinya selalu bersyukur, life and enjoy saja,” ujarnya.

Diakhir, Yetty berpesan kepada para pelaku usaha agar harus kuat keyika dihadapkan dengan tantangan seperti pandemi. Begitupun bagi pemula jangan takut untuk mencoba berusaha. Menurutnya, tidak ada salahnya untuk mencoba, kegagalan itu anggaplah biasa, dengan begitu kita mampu berkembang terus.

“Setiap memulai usaha jangan takut untuk mencoba, mungkin rezeki kita ada di sana. Kalau gagal anggap biasa saja, namanya usaha kan ada sukses ada nggak. Selalu ada jalannya selama berusaha dengan baik maka hasilnya juga baik,” pungkasnya.