Â
Liputan6.com, Jakarta Korps Alumni HMI (KAHMI) pada tanggal 24-28 November 2022 mengadakan perhelatan musyawarah nasional (Munas). Acara yang dihadiri oleh ribuan peserta Munas atau biasa orang KAHMI sebut munasirin ini berlangsung di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Perhelatan akbar yang berlangsung selama empat hari ini bertepatan dengan hari bersejarah  24 November 2022 sekitar pukul 17.00 waktu setempat, Dato Seri Anwar Ibrahim dikukuhkan sebagai Perdana Menteri (PM) Malaysia ke-10. Bagi masyarakat Indonesia Anwar Ibrahim tidak memiliki hubungan apa-apa namun bagi warga Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan KAHMI, Anwar Ibrahim adalah bagian dari kesejarahan HMI yang tak bisa dipisahkan.
Advertisement
Seperti yang pernah disampaikan oleh Dato Anwar sapaan akrab Anwar Ibrahim saat berdiskusi pada forum Muktamar Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara (PEPIAT) di Kuala Lumpur tahun 2019.
PEPIAT sendiri merupakan organisasi pelajar dan mahasiswa yang pernah didirikannya Dato Anwar bersama HMI pada 1988. Dato Anwar mengatakan dirinya pernah mengikuti pelatihan HMI di Pekalongan pada Tahun 1967 di masa kepemimpinan Nurcholis Madjid sebagai Ketua Umum PB HMI. Â
Pada saat mengikuti pelatihan dirinya masih berumur 19 tahun, dan aktif sebagai aktivis Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia (PKPIM). Dimasa-masa itulah Dato Anwar sering hilir mudik Malaysia-Indonesia maka tidak heran jika sampai sekarang Dato Anwar  memiliki banyak teman di Indonesia. Para alumni HMI seperti Jusuf Kalla (mantan Wakil Presiden), Akbar Tanjung (mantan Menteri di era Orde Baru dan Ketua DPR RI), Amin Rais (mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR), Hidayat Nurwachid (Wakil Ketua MPR saat ini), Almarhum Fahmi Idris (mantan Menteri Perindustrian), Almarhum Ekky Syahrudin (mantan Duta Besar Indonesia untuk Kanada), terakhir Almarhum Imaduddin (dosen Institut Teknologi Bandung-ITB), dan Almarhum Nurcholis Madjid (pendiri Paramadina). Sebagai seorang tokoh Dato Anwar sering menyebut bahwa para alumni HMI adalah mentor dalam perjalanan jati dirinya membangun paradigma ke-islaman dan kebangsaan, terutama Nurcholis Madjid dan Imaduddin.
Bahkan di suatu masa, saat Dato Anwar masih aktif di partai penguasa Malaysia United Malays National Organization (UMNO). Dia pernah dituduh sebagai spionase di Malaysia. Karena kedekatannya dengan para petinggi Partai Golkar dan beberapa Menteri di Era Orde Baru yang berlatar belakang Partai Golkar.
Munas Sebagai Resolusi Bangsa
Sebagai forum tertinggi institusi keluarga besar alumni HMI. Munas haruslah lebih bergizi dengan menghadirkan rekomendasi gagasan-gagasan yang orisinil, inovatif dan relevan terhadap perkembangan zaman untuk disampaikan kepada pemerintah. Mengingat kelahiran HMI dan bangsa Indonesia tidak terpaut jauh dan memiliki dinamika yang senantiasa seiring berjalan padu seirama. Bahkan Janderal Besar Soedirman pernah mengatakan jika HMI adalah harapan masyarakat Indonesia. Tentu bukan sesuatu yang berlebihan apa yang disampaikan oleh sang Jendral. Pada Desember 1948 sampai Mei 1949 masa agresi militer kedua Belanda misalnya, HMI turut serta dalam perjuangan fisik melawan kolonial. Kemudian peran aktif HMI dalam setiap pergerakan besar yang melahirkan perubahan sistem dan kepemimpinan bangsa tahun 1965-1966 dari orde lama ke orde baru hingga era reformasi Tahun 1998.
Maka KAHMI sebagai organisasi resmi para alumni HMI yang terus berikhtiar memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara perlu me-reenggineering KAHMI agar organisasi ini terus relevan dalam setiap perkembangan zaman. Terlebih, memasuki era baru industri 4.0. Dimana era masyarakat (society) 1.0 berburu dan meramu, era 2.0 kelompok berbasis pertanian, peningkatan organisasi dan pembangunan, hingga era 3.0Â masyarakat industrialisasi telah terlewati. Dan kini era 4.0 masuk pada tahap masyarakat informasional yang mewujudkan peningkatan nilai tambah dengan menghubungkan aset tidak berwujud (intangible asset) sebagai jaringan informasi dan arus utama.
Di era 4.0 keterlibatan manusia perlahan mulai terkikis dalam setiap aktivitas keseharian. Peran manusia digantikan oleh mesin dan software canggih yang dapat menyelesaikan suatu pekerjaan lebih produktif, cepat, dan presisi. Hal ini terjadi karena  evolusi dalam banyak sistem industri dunia yang berpangkal pada penguasaan internet (internet of things/IoT), komputasi maya atau awan (cloud computing) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Dan muaranya adalah digitalisasi di segala bidang kehidupan manusia.
Memasuki fase ini, ke depan tatanan dunia mengalami banyak perubahan, tak terkecuali bagi bangsa dan negara Indonesia. Â Di mana sektor ekonomi dan keuangan, kesehatan, pendidikan, bahkan dalam sistem penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) tidak dipungkiri cepat atau lambat akan beralih kepada sistem digital. Oleh karena itu yang dibutuhkan kini adalah kesiapan sumber daya manusia yang mumpuni guna memasuki era modern ini. Terlebih dalam konteks kepemimpinan bangsa, Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah penduduk nomer empat terbesar di dunia membutuhkan pemimpin yang mumpuni dan dapat dapat beradaptasi menyesuaikan zaman (adaptive leader). Meminjam teori Heifets, kepemimpinan adaptif itu setidaknya memiliki tiga kemampuan penting, yaitu : kemampuan untuk mengamati (observe), kemampuan untuk menginterpretasi/mengartikan (interpret) dan yang terakhir kemampuan untuk bertindak/mengintervensi (intervene). (Heifets, 2009).
Adaptive leader sangatlah penting, sebab tidak akan lama lagi pasca era 4.0 kita akan memasuki era baru yakni transformasi masyarakat industri (society of industry) 5.0. Jepang adalah negara pertama di Asia bahkan dunia yang sudah memulai transformasi menuju era ini. Menurut Japan Business Federation (Keidanren) “masyarakat 5.0 adalah masyarakat informasional yang dibangun di atas masyarakat 4.0, yang bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan kesejahteraan masyarakat di dunia. (Harayama: 2017)
Â
Advertisement
KAHMI Mencetak Kader Bangsa.
Sebagai organisasi alumni, KAHMI telah banyak mencetak kader bangsa yang berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara, mulai dari pimpinan eksekutif, yudikatif, legislatif dan lembaga tinggi negara lainnya. Belum lagi mereka yang bergelar profesor dan doktor yang berjumlah ribuan. Bahkan KAHMI telah melahirkan seorang pahlawan nasional yaitu Profesor Lafran Pane pendiri HMI.
Maka melalui forum yang strategis, wadah pengambilan keputusan tertinggi organisasi, Munas harus dijadikan manifestasi untuk melahirkan konsep-konsep kebijakan strategis berbangsa dan bernegara dalam berbagai dimensi bidang kehidupan sosial-agama, politik, ekonomi, dan hukum. Konsep ini yang kemudian dapat KAHMI sampaikan kepada pemerintah sebagai pedoman dalam pengambilan kebijakan strategisnya.
Sejalan dengan itu, melalui Munas KAHMI ke-10 ini perlu kiranya merekomendasikan dibentuknya semacam wadah seperti klub terbatas untuk penajaman gagasan (elite study club) bagi calon-calon pemimpin bangsa yang berlatarbelakang KAHMI. Kita harus sadari, jebolan HMI banyak yang memiliki talenta dan kemampuan untuk mengambil estafet kepemimpinan tertinggi di negeri ini. Jika sebelumnya KAHMI memiliki tokoh seperti Jusuf Kalla dan Akbar Tanjung, kini bermunculan tunas-tunas baru yang telah teruji dalam rekam jejak yang jelas, misalnya, Airlangga Hartarto, Anies Baswedan, Mahfud MD, Zulkifli Hasan, Bambang Soesatyo, dan Bahlil Lahadalia.
Sebelumnya, melalui rahim perkaderan HMI, organisasi ini telah berhasil mencetak anggotanya yang notabene warga negara Malaysia yakni Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri Malaysia ke-10 pada 24 November 2022 silam. Bukan sesuatu yang mustahil terjadi, jika nanti anggota KAHMI terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia ke-8.
 Penulis:
Puji Hartoyo (Ketua Umum Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara 2014-2019;
Ketua Departemen Pertahanan MN KAHMI 2017-2022)