Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 berdampak buruk pada kesehatan mental banyak mahasiswa. Sebuah penelitian baru menemukan bahwa kasus depresi dan kecemasan (anxiety) yang lebih buruk terjadi pada siswa yang memiliki ras minoritas di sekolah mereka.
Menurut penelitian Universitas Georgia, lebih dari separuh mahasiswa di universitas yang mayoritas penduduknya berkulit putih dan mengidentifikasi diri mereka sebagai orang non-kulit putih melaporkan mengalami depresi ringan, dengan 17% melaporkan mereka mengalami depresi sedang hingga berat.
Baca Juga
Siswa yang kuliah di perguruan tinggi, yang secara historis berkulit hitam dan mengidentifikasi dirinya sebagai non-kulit hitam juga mengalami tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang berkulit hitam.
Advertisement
“Perguruan tinggi adalah masa ketika remaja memasuki dunia di luar rumah,” kata Janani Rajbhandari-Thapa, salah satu penulis studi dan profesor di sekolah kesehatan masyarakat Universitas Georgia.
“Terisolasi pada masa ini dapat dikaitkan dengan depresi dan kecemasan seperti yang kami temukan dalam penelitian kami, ditambah dengan kurangnya rasa memiliki karena menjadi kelompok minoritas.”
Anak Pertama dan Perempuan juga Punya Tingkat Depresi dan Kecemasan yang Lebih Tinggi
Studi ini mensurvei lebih dari 3.100 siswa selama pandemi untuk mengetahui apakah mereka mengalami perasaan putus asa, masalah tidur, atau kekurangan energi.
Keterbatasan atau tidak adanya kegiatan sosial berdampak pada semua siswa, tetapi menurut makalah tersebut pada beberapa demografi terkena dampak yang lebih parah dibandingkan yang lain.
Pada wanita, dilaporkan bahwa tingkat depresi dan kecemasan yang mereka alami lebih tinggi dibandingkan pria. Selain itu, semua siswa generasi pertama atau siswa yang merupakan anak pertama di keluarganya yang kuliah, melaporkan tingkat depresi tertentu, apapun institusinya.
Menemukan rasa memiliki, Rajbhandari-Thapa mengatakan, merupakan bagian penting dari pengalaman kuliah. Disaat semua orang merasa terisolasi, tampaknya ras minoritas, mahasiswa generasi pertama, dan wanita semakin merasakan dampak kesepian.
Untuk mengatasi masalah ini, Rajbhandari-Thapa mengatakan perguruan tinggi perlu menyelenggarakan acara yang dirancang dengan mempertimbangkan ras minoritas atau demografi lain yang lebih rentan terhadap depresi atau kecemasan.
Advertisement