Sukses

Ada Hubungan antara Kesehatan Mental dan Isi Tabungan, Begini Penjelasannya

Kekhawatiran finansial terbesar yang dimiliki para karyawan masih disebabkan oleh kenaikan biaya, setelah inflasi mencapai puncaknya pada level tertinggi baru dalam 40 tahun, menurut laporan baru Telus Health.

Liputan6.com, Jakarta - Kekhawatiran finansial terbesar yang dimiliki para karyawan masih disebabkan oleh kenaikan biaya, setelah inflasi mencapai puncaknya pada level tertinggi baru dalam 40 tahun, menurut laporan baru Telus Health.

Menurut perusahaan layanan teknologi kesehatan, kesulitan keuangan tersebut mungkin ada hubungannya dengan kesehatan mental.

“Saat ini ada banyak pembicaraan tentang kesehatan mental, sebagaimana seharusnya,” kata Pemimpin global penelitian dan wawasan klien di Telus Health, Paula Allen melalui CNBC.

“Tetapi, anda tidak bisa memiliki strategi kesehatan mental yang tepat tanpa benar-benar memikirkan kesejahteraan finansial,” kata Allen.

Telus mengukur kesejahteraan finansial dan kesehatan mental dengan indeks yang dikembangkannya.

Hasil terbaru pada bulan September, menunjukkan skor kesejahteraan finansial karyawan turun menjadi 65,9, dari 66,7 persen pada bulan Februari, menjadi skor terendah sejak indeks tersebut diluncurkan pada Januari 2021.

Sementara itu, skor kesehatan mental turun menjadi 69,7 pada bulan September, turun 1,4 poin dari bulan Agustus.

Kesejahteraan finansial “sangat memprediksi kesehatan mental masyarakat” kata Allen.

Mereka yang merasakan tekanan finansial tidak sendirian. Sayangnya, ini hanya perasaan yang umum. Survei CNBC Your Money baru-baru ini menemukan 74% orang Amerika mengalami tekanan finansial, naik dari 70% pada bulan April.

 

2 dari 3 halaman

Kesulitan Finansial Berkaitan dengan Kecemasan dan Depresi

Penelitian akademis juga menyoroti hubungan antara kesehatan mental dan tabungan pensiun.

Orang dengan kecemasan dan depresi hampir 25% lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki rekening tabungan pensiun, menurut penelitian tahun 2017 yang diterbitkan oleh para ahli dari Cornell University dan Medica Research Institute.

Selain itu, menurut penelitian tersebut, orang-orang dengan tekanan psikologis memiliki tabungan pensiun 67% lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami gejala psikologis tersebut.

Memang benar, mungkin sulit untuk mengidentifikasi apakah kondisi kesehatan mental menyebabkan hasil keuangan yang lebih buruk, atau sebaliknya.

“Ada banyak penelitian selama bertahun-tahun yang menyatakan bahwa tekanan finansial dikaitkan dengan kecemasan, depresi,” kata psikolog Brad Klontz, seorang perencana keuangan bersertifikat dan pakar psikologi keuangan dan perilaku.

“Orang-orang yang mengalami kecemasan mungkin lebih cenderung untuk menyisihkan uang, seperti yang kita lihat ketika pandemi Covid-19 mendorong tingkat tabungan yang lebih tinggi,” katanya.

“Hal ini juga berlaku sebaliknya,” kata Klontz. Hal itu karena seseorang yang mengalami depresi cenderung tidak merencanakan masa depan finansial yang positif.

Mengumpulkan uang untuk tujuan jangka panjang seperti pensiun adalah hal yang sulit bagi semua orang. Menurut Klontz, hal tersebut disebabkan karena adanya naluri yang secara alami membuat pemikiran kita jadi lebih picik.

“Kamu harus mengatasi keinginan naluri untuk mengonsumsi sekarang atau menabung untuk masa depan,” kata Klontz.

Penelitian dari Telus Health menunjukkan hubungan yang kuat antara kesiapan finansial dan kesehatan mental.

Temuan penelitian tersebut mengatakan, karyawan dengan kesejahteraan finansial dan skor kesehatan mental terbaik mengetahui berapa banyak tabungan pensiun yang mereka perlukan untuk mempertahankan standar hidup yang mereka inginkan. Begitu juga dengan mereka yang memiliki skor kesehatan mental dan kesejahteraan finansial yang buruk, tidak mengetahui berapa banyak bantuan yang mereka inginkan.

Selain itu, penelitian tersebut juga menemukan bahwa skor kesehatan mental dan kesejahteraan finansial yang paling rendah ada pada karyawan yang khawatir bahwa mereka tidak dapat pensiun.

3 dari 3 halaman

Tabungan Darurat Mempengaruhi Kesehatan Mental

Telus Health menemukan bahwa karyawan dengan tabungan darurat yang disisihkan merupakan faktor lain yang menyebabkan tingkat kesehatan mental.

“Tidak memiliki tabungan darurat adalah salah satu faktor terbesar dalam hal kesehatan mental masyarakat,” kata Allen.

Allen menambahkan, tidak adanya dana yang disisihkan untuk tabungan darurat dapat menyebabkan tingkat kerentanan atau kecemasan yang lebih tinggi, berapapun pendapatannya.

Lakukan Ini dapat membantu Ubah Pandangan Kamu

Terlepas dari manfaat yang diberikan oleh pemberi kerja, Allen mengatakan ada beberapa langkah yang dapat diambil karyawan untuk meningkatkan kesehatan finansial dan mental mereka, seperti membayar hutang kartu kredit berbunga tinggi dan mengumpulkan uang untuk tabungan darurat.

Selain itu, Menurut Allen, seluruh karyawan akan mendapatkan manfaat dengan memahami benefit yang tersedia bagi mereka serta memanfaatkan benefit yang diberikan, termasuk yang berkaitan dengan kesehatan mental atau keuangan.

Penelitian Klontz menemukan bahwa para karyawan mungkin bisa mulai mengubah pandangan mereka terlebih dahulu dengan mengembangkan “visi yang menarik” tentang alasan mereka menabung.

“Kamu harus punya emosi yang kuat dan melekat pada tujuan tersebut agar dapat mengambil tindakan karena kamu meminta diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan,” kata Klontz.

Jika kamu berfokus pada masa pensiun, tanyakan pada diri kamu apa arti fase kehidupan tersebut bagi kamu, dengan siapa kamu akan menghabiskan waktu, apa yang sedang dilakukan, dan apa yang dirasakan dari pengalaman itu.

“Semakin jelas visi yang kamu buat, semakin besar kemungkinan bagi kamu untuk mengambil langkah-langkah mencapai tujuanmu,” kata Klontz.

Begitu juga, jika fokus kamu adalah membangun tabungan darurat, kamu mungkin membayangkan perasaan aman yang mungkin timbul jika kamu menyisihkan uang.

Video Terkini