Liputan6.com, Jakarta "Apakah cinta dan kasih sayang sudah tidak ada lagi?" Pertanyaan ini kerap terngiang tak berkesudahan di kepala saya.
Hampir setiap hari, saat saya menyimak berita, selalu saja ada berita mengenai hubungan yang tidak baik berlandaskan kemarahan dan kebencian. Mulai dari orangtua menyakiti anaknya, pukulan yang dilayangkan atasan kepada bawahannya, kekerasan dalam rumah tangga, tega membunuh mantan pacar dengan sadis, sampai tanpa merasa bersalah meracuni sahabat hingga meninggal dunia.
Masih banyak peristiwa serupa terjadi yang tidak saya ketahui. Semakin bertambah pula orang-orang yang berkonsultasi personal dengan saya berkaitan dengan hubungan yang memburuk.
Advertisement
Di tengah keadaan memanas seperti itu, pada Februari seperti sekarang ini, saya seringkali lebih teringat mengenai cinta dan kasih sayang. Penyebabnya adalah tanggal 14 Februari disepakati sebagai hari kasih sayang.
Kasih sayang yang bersifat umum. Tak hanya sepasang manusia yang sedang mabuk asmara, tapi juga kasih sayang antara orangtua dan anak, kakak-adik, saudara, keluarga, suami dan istri, sahabat, teman, bahkan kasih sayang kepada semua makhluk hidup dan alam semesta. Kasih sayang kepada diri sendiri pun ikut termasuk di dalamnya.
Jika saya diminta hanya memilih dua kemampuan dalam hidup saya, maka saya akan memilih kemampuan untuk merasa cukup dan kemampuan untuk mengasihi menyayangi. Mampu merasa cukup menyebabkan setiap saat baik adanya. Mampu mengasihi dan menyayangi berakibat memperbaiki hubungan dengan orang lain.
Dengan kedua kemampuan ini, hidup menjadi lebih baik. Paling tidak dapat membantu mengurangi peristiwa menyedihkan karena hubungan yang buruk.Â
Saya tidak layak menyebut setiap hubungan yang saya jalani pasti sangat baik. Tapi saya selalu berusaha menjaga hubungan yang baik, dan memperbaikinya saat mulai ada gejala muncul kebencian. Saya pun pernah mengalami hubungan yang buruk, tetapi karenanya saya terbantu untuk belajar menjalin hubungan lebih baik daripada sebelumnya.Â
Baca Juga
Saya rasa Anda pernah juga mengalaminya. Menjalani suatu hubungan yang Anda harapkan terisi dengan segala sesuatu yang begitu indah. Tapi, ada masa hubungan tersebut tidak berjalan sesuai yang diinginkan. Ada rasa marah dan benci yang seolah mendukung agar hubungan Anda dihiasi dengan sikap dan tindakan kekerasan. Setiap hubungan seperti gelombang, tidak bisa selalu tenang.
Ada banyak pelajaran yang saya dapatkan dari pengalaman saya sendiri dan dari pengalaman saya diminta memberi saran oleh orang-orang yang mengalami hubungan buruk. Dimulai dari berupaya menyembuhkan kejengkelan sebelum bertambah parah menjadi kebencian.
Racun dari hubungan cinta adalah kebencian. Bahkan dimulai dari kejengkelan-kejengkelan kecil seperti, anak saya tidak pernah mau kalau saya suruh membersihkan kamarnya, istri saya tidak pernah mau menyiapkan makan malam di rumah, suami lebih memilih nonton bola daripada pergi bersama keluarga, teman sering mengejek cara saya bicara, dan sebagainya.
Hingga kejengkelan ini terus bertambah dan membesar menjadi kebencian tak terkendali. Kejengkelan sebagai benih kebencian ini semakin berbahaya, karena seringkali tidak kita sadari.
Untuk mengatasinya, saya berlatih meditasi dan menyadari benih kebencian ini. Kebanyakan orang sudah gagal di langkah awal ini, tidak menyadari perasaannya sendiri. Saat benih ini terasa ada, sebelum bertumbuh dan semakin parah, segera saya berupaya menyembuhkannya. Cara yang saya lakukan adalah dengan menerima ikhlas orang lain apa adanya atau ajak dia berbicara baik-baik.
Berikutnya berkaitan dengan rasa cemburu. Bisa cemburu kepada saudara, teman, atau pasangan. Cemburu tidak mudah dikendalikan. Seolah cemburu muncul begitu saja. Tidak ingin cemburu, tapi toh cemburu juga. Cemburu punya daya mengikis kualitas hubungan.
Cemburu dengan takaran yang pas adalah wajar. Tapi kalau berlebihan maka melahirkan kebutuhan semu untuk sepenuhnya menguasai orang lain. Alhasil berbuah pertengkaran yang sia-sia, dan saling menderita.
Saat bermasalah karena cemburu, daripada hanya berusaha mengusir rasa cemburu, saya lebih memilih melakukan yang lebih penting, yaitu memeriksa dalam diri sendiri dan menemui pangkal cemburu, biasanya itu perasaan tidak aman (insecure). Perasaan tidak aman ini bisa berkaitan dengan kenangan masa kecil atau hubungan cinta masa lalu yang pernah saya alami dan meninggalkan luka.
Selain itu, dalam hubungan seringkali yang terjadi kita menuntut dan mengharuskan orang lain begini dan begitu. Mempunyai beberapa permintaan adalah wajar, misal meminta anak untuk menjadi anak yang baik, meminta orangtua untuk memberikan teladan, meminta pasangan untuk setia, atau meminta sahabat untuk mendengarkan keluh kesah.
Tapi tanpa disadari, permintaan itu melambung terlalu tinggi, menuntut kesempurnaan. Padahal orang lain bukanlah manusia sempurna. Toh tak ada manusia sempurna. Contoh lain di dalam hubungan pacaran atau suami-istri, seseorang tak bisa mengharuskan pasangannya untuk selalu memikirkannya. Pastinya pasangannya berhak memikirkan diri sendiri dan yang lainnya. Tuntutan yang kelewat batas akan melahirkan kekecewaan, juga kemarahan.
Cara yang saya lakukan untuk menyembuhkan diri yang selalu menuntut ini dan itu adalah dengan mengurangi sikap menuntut dan menambah sikap menuntun, saling bergandengan tangan, melangkah seperjalanan hidup. Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menjadi dirinya, dan menerimanya, serta mencintainya apa adanya.
Begitulah sebagian pelajaran yang saya dapatkan mengenai memperbaiki dan mempererat hubungan dengan orang lain. Benar, memang tidak mudah menerapkannya, butuh latihan. Paling tidak kita saling mengingatkan bahwa setiap kita, semua tanpa terkecuali, tidak tahu pasti mengenai jalan cerita hidup ini seperti apa. Oleh karena itu, perjalanan kehidupan menjadi nyaman jika kita saling bergandengan tangan.