Liputan6.com, Jakarta - Paus angkat bicara sebelum Donald Trump merilis keputusannya terhadap Yerusalem. Ia menyerukan agar masyarakat dunia menghormati "status quo" kota tersebut. Selain itu, akan muncul ketegangan baru di Timur Tengah yang bisa membakar konflik dunia.
Dalam pidato resminya, Paus meminta semua orang untuk menaruh hormat atas resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di kota tersebut. Sudah sejak lama Yerusalem dianggap sebagai tempat sucinya tiga keyakinan, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam.
"Saya membuat sebuah permohonan yang tulus agar semua berkomitmen menghormati status quo kota itu," kata Paus sebagaimana dikutip Daily Mail, Rabu (6/12/2017).
Advertisement
Vatikan mendukung solusi konflik Palestina dan Israel, dengan catatan kedua belah pihak menyetujui status Yerusalem sebagai bagian dari proses perdamaian.
Warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka yang merdeka, sedangkan Israel telah menyatakan seluruh kota menjadi ibu kotanya yang abadi.
"Saya tidak bisa tinggal diam apabila ada perasaan khawatir yang mendalam, tentang situasi yang telah diciptakan dalam beberapa hari terakhir ini," ungkap Paus. Ia berharap ada kebijaksanaan dan pertimbangan matang dalam keputusan Donald Trump itu.
Tujuannya ialah untuk menghindari ketegangan baru di dunia ini. Lewat pesan yang berjudul Nonviolence: A Style of Politics for Peace, Paus mengundang semua orang beriman untuk menghormati martabat luhur itu dengan sikap tanpa kekerasan.
Ia berharap agar belas kasih dan tindakan aktif tanpa kekerasan menjadi cara hidup (way of life) setiap orang, dalam memperlakukan yang lain sebagai individu dalam masyarakat, dan juga di lingkup internasional.
Dunia yang Terpecah (Broken World)
Menurut Paus, kekerasan bukanlah solusi memulihkan dunia yang terpecah-belah. Melawan kekerasan dengan kekerasan hanya akan menghasilkan bermacam penderitaan.
Sebagian besar sumber daya digunakan untuk kepentingan militer, sementara kebutuhan sehari-hari masyarakat diabaikan. Terburuk ialah kekerasan membawa kematian fisik dan spiritual.
Kesadaran ini menjadi misi Paus, mengupayakan tatanan dunia baru yang damai. Apa yang dilakukan Paus sebenarnya melahirkan kesadaran Iman akan karya penyelamatan Tuhan kepada umat manusia.
Dia selalu hadir dalam situasi apapun, mewartakan pesan damai dari karya penyelamatan Tuhan.
Paus mengingatkan dunia bahwa pemindahan duta besar Amerika ke Yerusalem, jelas akan merusak perdamaian dunia dan mengancam upaya diolog penyelesaian konflik Israel dan Palestina.
Paus mengingatkan konsekuensi dari pemindahan kedutaan Amerika ke Yerusalem dan pengakuan Amerika Serikat bahwa Yerusalem ibu kota Israel, akan menimbulkan konflik baru di kawasan Palestina.
Sikap Paus tegas membela perdamaian dunia, tidak lepas dari visi pastoral-Nya mewujudkan tatanan dunia baru dilandasi nilai–nilai kemanusian universal.
Paus menyakinkan dunia pentingnya merawat perdamaian melalui pendekatan diaolog, pada setiap kunjungan pastoral-Nya ke seluruh belahan dunia. Paus mendorong pentingnya agama–agama bersatu melawan kekerasan dan menciptakkan perdamaian.
Pada surat terbukanya, Paus menulis, "Kepada para pemimpin saat ini, kepada mereka dan siapa saja, saya mengimbau mereka dengan hati yang tulus untuk membantu mencari cara mengatasi konflik, dan mengesampingkan solusi militer yang sia-sia".
Paus juga mengecam masyarakat internasional karena telah membiarkan "kepentingan sepihak", yang membiarkan konflik dan kekerasan terjadi atas nama etnis dan agama.
Gerakan perdamaian masyarakat internasional harus dilihat sebagai bentuk solidaritas internasional untuk menciptakan perdamaian sejati.
Hal ini ditegaskan dalam Pacem in Terris Paus Yohanes XXIII yang mengemukakan, perdamaian bukan hanya perkara tidak ada perang, melainkan terkait erat dengan keadilan.
Apabila kemiskinan dan ketidakadilan tidak diatasi, mustahil dunia dapat hidup secara damai. Atas dasar hukum kodrat yang tertulis dalam hati manusia, Paus Yohanes XXIII mengembangkan tuntunan moral menuju perdamaian melalui ketertiban antara manusia, hubungan antarindividu dan negara, hubungan antarnegara, dan komunitas dunia.
Advertisement
Hak Asasi Manusia yang Utama
Secara progresif, Paus Yohanes XXIII menempatkan hak-hak asasi manusia sebagai yang utama dalam mewujudkan perdamaian di dunia. Beliau juga memilah antara ajaran ideologi yang palsu, dan gerakan-gerakan sejati yang menanggapi masalah sosial dan ekonomi.
Paus Yohanes XXIII menegaskan, "tidak akan pernah dunia menjadi kediaman damai, selama damai belum menetap di setiap hati manusia, selama tiap orang belum memelihara dalam dirinya tata-tertib yang oleh Allah dikehendaki supaya dilestarikan". (PT 165).
Pada bagian terakhir beliau berdoa, "Semoga Kristus mengobarkan keinginan semua orang untuk mendobrak penghalang yang menceraikan mereka, untuk meneguhkan ikatan-ikatan cinta kasih timbal-balik, untuk belajar saling memahami dan mengampuni siapapun yang bersalah kepada mereka.
Supaya turunlah damai atas kawanan yang dipercayakan kepada penggembalaan Anda, demi kesejahteraan khas mereka yang paling jelata dan membutuhkan bantuan serta pembelaan". (PT 171, 172).
Hal ini selaras dengan konstitusi kita yang mewajibkan bagi negara untuk mengupayakan perdamaian dunia.
Indonesia harus terlibat aktif mencari solusi perdamaian Palestina dan Israel, upaya Indonesia efektif bila melibatkan negara Asia dan Eropa, serta mampu menyatukan negara Timur Tengah dalam visi yang sama, untuk menyelasaikan masalah ini.
Menggalang solidaritas internasional lewat diplomasi, melalui pendekatan tokoh agama dan menggalang opini dunia demi terwujudnya perdamaian.