Sukses

OPINI: Bagaimana Pebisnis Ritel Meningkatkan Laba Lewat Teknologi Mobile?

Sebanyak 86 persen pengguna Internet di Indonesia, menurut Hootsuite & We Are Social, pernah berbelanja online, sebagian besar melalui platform mobile.

Liputan6.com, Jakarta - Industri e-commerce di Indonesia tengah bertumbuh dengan pesat. Menurut Statista, nilai transaksi di segmen perdagangan digital adalah sebesar 31.835 juta dolar AS pada tahun 2019 dengan tingkat pertumbuhan tahunan 10,6 persen yang akan berjumlah total 47.566 juta dolar AS pada tahun 2023.

Tren positif ini dipicu oleh pertumbuhan pengguna Internet yang telah mencapai 64,8 persen dari seluruh populasi pada tahun 2018, atau tumbuh sebesar 10 persen, berdasarkan penelitian oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

Sebanyak 86 persen pengguna Internet di Indonesia, menurut Hootsuite & We Are Social, pernah berbelanja online, sebagian besar melalui platform mobile. Rata-rata nilai transaksi per pengguna mencapai 216,4 dolar AS pada tahun 2019.

Meskipun tren belanja online meningkat, kebiasaan belanja offline masih belum tergantikan. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa raksasa e-commerce yang mulai membuka toko offline dengan label "ritel jenis baru", dengan menggabungkan konsep teknologi tanpa kasir (cashier-less) dan kecerdasan buatan (AI).

Tentu saja, hal ini akan menjadi ancaman bagi toko offline yang sudah ada jika tidak segera diantisipasi. Tetapi mengapa gagasan akan toko offline yang tidak tergantikan menjadi hal yang menarik?

Responden Shopper Vision Study 2019 yang dilakukan Zebra mengatakan dua faktor utama yang membuat mereka menghabiskan lebih banyak waktu di toko konvensional adalah ketersediaan produk dan karyawan toko yang membantu.

Sayangnya, hanya 62 persen responden penelitian kami yang puas dengan tingkat informasi atau bantuan yang diberikan oleh karyawan toko. Pembeli yang memakai smartphone sering merasa seolah-olah mereka lebih mengerti tentang pengetahuan produk daripada karyawan toko yang seharusnya menjadi sang ahli merek.

Hal ini merupakan tantangan bagi para pebisnis ritel. Menaikkan profil karyawan dengan menyebut mereka “karyawan toko”, dan bukan “pelayan toko” tidak lagi cukup.

Para pengusaha ritel membutuhkan anggota lini depan mereka, yaitu orang-orang yang berinteraksi dengan pelanggan setiap hari di toko mereka, untuk berubah menjadi duta merek (brand ambassador) yang sangat menguasai pekerjaan mereka.

 

2 dari 3 halaman

Pegawai yang Bahagia Menghasilkan Pelanggan Bahagia

Meskipun proses untuk mentransformasi karyawan toko menjadi duta merek memiliki banyak aspek, konsepnya cukup mudah: berikan karyawan toko tool dan informasi yang tepat untuk menjadikan mereka tak ternilai bagi pembeli.

Shopper Vision Study dari Zebra mengungkapkan bahwa sebagian besar karyawan toko merasa terbatas dalam kemampuan mereka dalam membantu. Mereka tidak merasa diperlengkapi untuk membantu pembeli dalam menemukan barang, mengakses informasi pelanggan atau memiliki akses instan ke detail produk.

Tetapi karyawan yang diperlengkapi dengan teknologi mobile, seperti komputer genggam yang dilengkapi dengan pemindai barcode atau tablet kelas enterprise, melaporkan bahwa mereka memberikan dampak positif pada pembeli. Hal ini menunjukkan bahwa mereka dapat memenuhi peran mereka sebagai duta merek.

Teknologi-teknologi tersebut memungkinkan mereka untuk memindai barcode barang untuk pemeriksaan harga, sisa stok, dan pencarian produk untuk opsi lain yang mungkin tidak tersedia di toko atau mengakses informasi pelanggan untuk promosi yang tersedia.

Pengetahuan produk eksklusif semacam ini mendorong keterlibatan pembelanja dengan duta merek Anda dan memberi Anda titik kontak yang berharga dalam perjalanan perbelanjaan konsumen.

 

3 dari 3 halaman

Menciptakan Duta Merek dengan Memperluas Saluran Komunikasi

Duta merek memiliki perasaan yang khusus akan realitas dunia ritel, dan dengan demikian, memainkan peran khusus dalam komunikasi antara pebisnis ritel dan pembeli.

Mereka memahami visi dan janji merek perusahaan, dan itulah yang membantu mereka dalam menyampaikan secara lebih cerdas tentang produk mereka dan merasa lebih terhubung dengan perusahaan tempat mereka bekerja.

Mereka adalah orang-orang yang menampung keluhan dan pujian pelanggan; mereka tahu apa yang berhasil dan apa yang tidak. Manfaatkanlah posisi mereka di lini depan untuk melakukan penilaian jujur atas kinerja Anda: "tutup celah" dengan secara teratur meminta umpan balik dari mereka.

Doronglah para duta merek untuk menyampaikan masalah hingga ke manajemen senior dan ciptakan proses untuk memastikan tim lapangan/karyawan toko didengar. Ciptakan budaya keragaman dan inklusi.

Perkuat peran setiap orang dalam memengaruhi keputusan bisnis. Kemudian latih mereka untuk menjadi mata, telinga, dan suara dari merek, baik di toko offline maupun online.

Daftarkan karyawan sebagai duta merek di media sosial dan ajarkan mereka untuk menjawab pertanyaan chatbot yang muncul di platform online. Kemudian beri mereka waktu untuk terlibat dengan pelanggan dengan mengotomatiskan tugas-tugas umum yang berulang.

Ingatlah bahwa memperlengkapi karyawan dengan teknologi dapat memperluas jangkauan efektivitas mereka, dan pada akhirnya meningkatkan kepuasan pelanggan dan penjualan ritel. Tetapi jika teknologinya tidak mudah digunakan, karyawan toko mungkin akan gagal membuktikan nilai mereka kepada pembeli.

Setiap teknologi yang digunakan untuk manajemen inventaris, layanan pelanggan online, atau transaksi point-of-sale (POS) haruslah intuitif. Karyawan toko dan/atau pembeli, dalam hal kasir mandiri (self-checkout), harus dapat memahami teknologi yang digunakan dalam waktu kurang dari 5 menit.

Itulah satu-satunya cara untuk menciptakan pengalaman tanpa repot dan memastikan para duta merek siap untuk memenuhi misi mereka: untuk meningkatkan pengalaman pembelanja dan membuat posisi mereka sebagai karyawan toko lebih berharga daripada smartphone pembelanja.

**Penulis adalah Ben Marvin Tan, Country Manager Indonesia, Zebra Technologies Asia Pasifik