Liputan6.com, Jakarta Ramadhan mengajarkan tentang semangat kebersamaan dan gotong royong. Ini menjadi refleksi dari salah satu latihan puasa, yakni solidaritas dan kepekaan sosial terhadap sesama. Karena itu, spirit bulan suci ini mesti menjadi daya dorong yang kuat dalam merangkai sinergitas pengelolaan zakat secara nasional.
Kekuatan untuk mencapai target suatu lembaga atau organisasi perlu didukung oleh semua elemen yang ada. Sebab, kerja besar tak bisa hanya dilakukan satu pihak. Karena itu, hadir konsep kolaborasi pentahelix, di mana unsur pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha dan media, bersatu menjalin kebersamaan dalam upaya mencapai tujuan.
Dalam teori perubahan sosial, istilah pentahelix berasal dari kata “penta” yang berarti “lima” dan “helix” yang bermakna “jalinan”. Membangun peradaban manusia, tak bisa dilakukan oleh satu elemen, maka harus ada kolaborasi. Di mana, unsur pemerintah mempunyai political power untuk merumuskan sebuah kebijakan melalui keputusan. Sementara masyarakat atau komunitas menjadi social power. Di sinilah strategi pentahelix diharapkan dapat berperan dalam membangun sinergitas pengelolaan zakat nasional.
Advertisement
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas, BAZNAS dibantu oleh sekretariat. Pasal 30 menjelaskan, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan hak amil.
Sementara pasal 7 menegaskan fungsi BAZNAS menyelenggarakan perencanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat; pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugas secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri Agama dan ke DPR, paling sedikit sekali dalam setahun.
Lima Unsur Pentahelix
Dalam konteks zakat, kelima unsur pentahelix tersebut adalah: Pertama, pemerintah pusat/ TNI/Polri/pemda/desa/kelurahan. Unsur ini menangani bidang edukasi, sosialiasi regulasi dan informasi perzakatan, mengintegrasikan data kemiskinan, menjamin keamanan pengelolaan zakat, pendampingan dan sebagainya.
Kedua, BAZNAS provinsi/kabupaten/kota dan LAZ provinsi/kabupaten/kota dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Unsur ini memberikan edukasi, sosialiasi pengumpulan zakat, mengintegrasikan data pengumpulan, data penyaluran dan mustahik serta penguatan kapasitas manajerial dan sumber daya manusia (SDM) amilin-amilat.
Ketiga, organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang turut mengedukasi dan membantu sosialiasi pengumpulan zakat serta melakukan kerja sama-kerja sama penyaluran zakat, infak, sedekah (ZIS) dan dana sosial dan keagamaan lainnya (DSKL).
Keempat, organisasi nirlaba yang juga melakukan kegiatan edukasi dan sosialiasi pengumpulan zakat dan kerja sama-kerja sama penyaluran dan ZIS dan DSKL. Kelima, media massa dan media sosial, yang turut menggarap hal yang sama. Yakni, melakukan penguatan literasi, edukasi dan sosialiasi pengumpulan zakat serta publikasi pelaporan pengelolaan zakat kepada publik.
Untuk memperkuat kelembagaan dan meningkatkan kepercayaan publik, dalam praktiknya, Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) mesti memiliki indikator sasaran.
Pertama, opini Kantor Akuntan Publik (KAP) atas laporan keuangan. Terdapat lima kategori opini yang disajikan KAP yaitu, Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan Paragraf Penjelasasan, Tidak Wajar dan Tidak Menyatakan Pendapat.
Kedua, sertifikasi sistem manajemen terstandar. Sebagai lembaga yang mengelola dana publik, kepercayaan publik pada lembaga zakat menjadi salah satu indikator kunci dalam keberlanjutan organisasi. Sertifikasi manajemen terstandar dapat menjadi pilihan yang tepat untuk menjaga public trust terhadap lembaga zakat melalui peningkatan standar mutu manajemen pengelolaan zakat.
Ketiga, opini auditor terkait prinsip tata kelola sesuai syariah. Sebagai informasi, nilai indeks kepatuhan syariah pengelolaan zakat tahun 2020, berdasarkan wilayah di Indonesia, dari sebagian besar provinsi rata-rata berada pada peringkat B.
Keempat, nilai laporan yang terkait dengan akuntabilitas dan kinerja. Kelima, jumlah penghargaan atau award. Selama beberapa periode, BAZNAS telah meraih banyak penghargaan nasional dan internasional. Ada sekitar 20-an award seperti Anugerah Syariah Republika, GIFA Award, 3G Award dan sebagainya.
Keenam, nilai Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Saat ini ada beberapa indikator Nilai Indeks Transparansi Pengelolaan Zakat Nasional seperti database program, kualitas laporan keuangan, tata kelola, struktur organisasi, saluran pengaduan, aktivitas realtime, database muzaki dan mustahik.
Advertisement
Apa Itu Tingkat Kesehatan BAZNAS?
Selain itu, untuk meningkatkan kinerja dan tata kelola yang baik, terdapat juga Tingkat Kesehatan BAZNAS, antara lain berupa Tingkat Kesehatan Perbankan. Artinya, kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan memenuhi kewajiban yang berlaku. Bank dengan tingkat kesehatan yang baik, dapat menarik perhatian investasi dan dukungan publik, sedangkan bank dengan kesehatan yang belum baik memerlukan perhatian khusus oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selanjutnya, mengapa perlu Tingkat Kesehatan BAZNAS? Yakni, untuk mengurangi risiko fraud, mendorong transparansi dan kinerja BAZNAS, menstandarisasi tata kelola OPZ yang baik, mendapatkan kepercayaan publik.
Kemudian, ada juga Alat Tingkat Kesehatan BAZNAS, berupa rasio keuangan OPZ, Indeks Kepatuhan Syariah, Indeks Transparansi OPZ, Indeks Zakat Nasional. Untuk Pengukuran Kesehatan BAZNAS dilakukan melalui kegiatan pendampingan yang dimaksudkan untuk meningkatkan performa BAZNAS yang kurang sehat, meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antarmasing-masing BAZNAS.
Sebagai catatan, selain Tingkat Kesehatan BAZNAS ada pula Tingkat Kesehatan OPZ. Di mana Tingkat Kesehatan BAZNAS berlaku juga untuk LAZ. OPZ akan dikluster dalam penilaian tingkat kesehatan berdasarkan jumlah aset, menstandarisasi tata kelola OPZ yang baik, serta mengidentifikasi tingkat kesehatan OPZ agar pengawasan dapat dilakukan dengan tepat.
Karena itu, sekali lagi, Ramadhan mengajarkan tentang semangat kebersamaan dan gotong royong. Ini menjadi refleksi dari salah satu latihan puasa, yakni solidaritas dan kepekaan sosial terhadap sesama.
Mari jadikan spirit bulan suci ini, sebagai dorongan merangkum strategi kolaborasi yang indah dalam merangkai sinergitas untuk mencapai pengelolaan zakat yang baik, transparan, akuntabel dan sukses secara nasional. Amin ya Rab al-‘alamin.