Liputan6.com, Jakarta - Menyimak laporan situs pelacakan PHK, Layoffs.fyi, tercatat sudah ada sekitar 17.000 karyawan diberhentikan dari 71 perusahaan startup teknologi di seluruh dunia pada Mei 2022. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak awal pandemi pada Mei 2020.
Gejala PHK menjadi wabah mengerikan bagi ekosistem startup sudah terbaca ketika perusahaan-perusahaan di Silicon Valley, Amerika Serikat, mengambil langkah drastis itu.
Baca Juga
Keputusan PHK di kawasan itu dimulai oleh Peloton yang mengalami penurunan saham pada Februari lalu dengan memberhentikan ribuan karyawannya.
Advertisement
Aksi serupa dilakukan perusahaan klip video selebritas Cameo yang merumahkan 87 orang atau sekitar seperempat dari total stafnya pasca-menyandang status Unicorn.
Aplikasi investasi Robinhood, misalnya, memangkas sekitar 300 karyawan pada akhir April. Lalu, platform manajemen tenaga kerja Workrise memberhentikan sejumlah karyawan.
Padahal, TechCrunch melaporkan bahwa perusahaan ini mengumpulkan pendanaan US$ 300 juta pada bulan ini sehingga menaikkan valuasinya menjadi US$ 2,9 miliar.
Paling heboh adalah PHK yang terjadi di perusahaan streaming global, Netflix. Netflix diketahui telah memutus hubungan kerja sekitar 150 pegawai.
Saat PHK di startup meningkat, pemain yang sudah mapan seperti Meta, Twitter, Microsoft, Snap, dan Salesforce memilih langkah membekukan atau memperlambat perekrutan.
Di Indonesia, sejumlah startup terpaksa melakukan hal serupa. Startup pertanian Tanihub melakukan PHK karyawan karena ingin mempertajam fokus bisnis.
Startup pendidikan Zenius Education melakukan PHK terhadap lebih dari 200 karyawan sebagai dampak kondisi perekonomian. Lalu, LinkAja tengah menjalankan reorganisasi sumber daya manusia (SDM) sebagai dampak dari perubahan fokus dan tujuan bisnis.
JD.ID juga melakukan PHK sebagai upaya improvisasi agar bisa melakukan adaptasi dan selaras dengan dinamika pasar serta tren industri dalam negeri.
Terbaru, perusahaan induk Shopee, Sea Group, disebut akan melakukan PHK besar-besaran kepada karyawannya karena ingin merasionalisasi bisnis e-commerce.
Aksi korporasi ini kabarnya akan mempengaruhi karyawan di beberapa pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Layanan pembayaran ShopeePay dan bisnis pengiriman makanan ShopeeFood juga disebut terkena dampak.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Fenomena Mengejutkan
Kabar PHK yang menyeruak ini lumayan mengejutkan di tengah kondisi ekonomi dunia yang sudah mulai pulih dan pandemi Covid-19 mereda.
Sejumlah analis keuangan menilai sedang terjadi penyesuaian kembali atau readjustment dari sisi valuasi market terhadap perusahaan teknologi secara umum di era post-pandemi.
Kondisi Ini mengakibatkan banyak investor menarik investasinya. Sementara di dunia startup mengakibatkan selera berinvestasi berkurang.
Hasilnya, startup yang sebagian besar masih bertumpu dari dana hasil fundraising harus melakukan efisiensi yang akhirnya menimbulkan PHK.
Prediksi beberapa bulan ke depan, startup juga disebut bakal susah mencari investor baru. Venture capital (VC) akan lebih sulit mengumpulkan uang, sedangkan pihak yang menitipkan modal di VC atau limited partner (LP) akan mengharapkan uang mereka diinvestasikan dengan lebih disiplin.
Dalam situasi seperti ini, VC memilih mencadangkan lebih banyak modal untuk mendukung startup berkinerja terbaik yang sahamnya sudah mereka miliki.
Hal pasti, masa booming bagi para startup dalam dekade terakhir jelas sudah berakhir. Seleksi alam akan menimbulkan funding yang terbatas, sehingga mereka yang bertahan bukan karena punya uang lebih banyak, tapi berkat produk atau teknologinya yang superior, serta pasar yang sustainable.
Hasilnya perusahaan yang tersisa memang kuat produknya, memiliki value ke customer-nya, serta didukung sistem dan talenta berkualitas untuk membangun fondasi ekosistem yang riil.
Intinya, lapangan permainan sekarang lebih ketat. Kondisi ini akan menguntungkan tipe perusahaan yang mampu memanfaatkan peluang dan siap berubah.
Advertisement
Potensi Kelautan
Salah satu 'lapangan permainan' yang layak dijajal oleh startup lokal adalah digitalisasi di bidang kelautan dan perikanan.
Peluang usaha di sektor ini sangat menjanjikan. Misalnya di sektor perikanan. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat produk perikanan di pasar dunia sedikitnya US$ 160 miliar per tahun.
Dari jumlah tersebut, nilai produk perikanan Indonesia bahkan belum sampai lima persennya, baru di angka US$ 5,7 miliar per tahun berdasarkan data tahun 2021.
Pada tahun lalu diperkirakan produksi perikanan tangkap di Indonesia sekitar 8,08 juta ton dengan nilai uang ditaksir Rp 250,3 triliun. Sementara produksi perikanan budidaya di Indonesia sekitar 16,39 juta ton dengan nilai uang ditaksir Rp 219,1 triliun.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sumber daya alam perikanan melimpah, begitu pun dengan potensi lahan budidayanya. Indonesia juga memiliki potensi pasar yang besar bagi negara tetangga seperti China, Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara ASEAN.
Namun, data KKP menyatakan startup yang bergerak di bidang kelautan dan perikanan jumlahnya masih sedikit di Indonesia yakni 0,014 persen. Rinciannya, dari 2.193 perusahaan startup yang ada, hanya 32 di antaranya yang menekuni bidang kelautan dan perikanan.
Saat ini di bawah kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, KKP tengah membenahi ekosistem bisnis kelautan dan perikanan dengan menyeimbangkan kepentingan ekologi dan ekonomi.
Trenggono dalam berbagai kesempatan menyatakan, hulu (laut) menjadi kunci produk berkualitas karena dari sanalah komoditas perikanan tangkap maupun budidaya dihasilkan untuk selanjutnya dipasarkan, atau diolah lebih dulu sebelum akhirnya sampai ke tangan konsumen.
Kondisi hulu yang sehat akan menghasilkan komoditas-komoditas perikanan tangkap berkualitas dengan daya saing tinggi.
Kondisi hulu yang sehat juga menjadi syarat utama usaha-usaha yang terkait di dalamnya bisa terus tumbuh dan berkembang, bahkan berlari kencang.
Program KKP
Trenggono pun menyiapkan kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan Negeri Republik Indonesia (WPPNRI) sebagai implementasi pentingnya menjaga ekologi laut sebagai hulu sub-sektor perikanan tangkap.
Sedangkan untuk menjaga hulu sub sektor perikanan budidaya, KKP memiliki sejumlah program di antaranya pembangunan kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal, serta program revitalisasi tambak tradisional menjadi lebih modern dan ramah lingkungan.
Peluang bagi pemain startup menggarap sektor hulu lumayan besar dengan adanya kebijakan penangkapan ikan terukur karena karena kegiatan perikanan tangkap saat ini, utamanya yang ada di hulu masih didominasi cara-cara tradisional, bahkan ada yang tidak ramah lingkungan.
Pelaku usaha di sektor perikanan tangkap perlu dibantu proses produksi, distribusi, pengolahan, hingga pemasaran menjadi lebih efektif dan efisien dengan inovasi dari startup.
Sementara di sisi budidaya, para petambak membutuhkan sentuhan teknologi untuk memangkas biaya produksi, memudahkan mendapatkan bibit dan pakan, hingga memangkas intermediaries yang memicu inefisiensi.
Sedangkan di sektor monitoring, bisa dikatakan Indonesia ketinggalan dalam teknologi pengawasan maritim. Jika ada startup lokal bisa menawarkan smart maritime surveillance tentu akan mendisrupsi pola pengawasan yang sudah ada.
Peluang terbentang seluas samudera, sudah saatnya startup tidak lagi memunggungi laut nusantara!
** Penulis adalah Doni Ismanto Darwin, Founder IndoTelko Forum dan aktif di Indonesia Digital Society Forum (IDSF)
Advertisement