Sukses

OPINI: Situasi Indonesia 2022 di Tengah Badai Krisis Global

Sejak tahun 1986 ketika setiap bangsa di dunia ini dilanda oleh arus besar globalisasi, Indonesia menekankan bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.

Liputan6.com, Jakarta Bandul goncangan resesi dunia kini semakin kencang berayun, tetapi ekonomi Indonesia justru dinilai oleh Bank Dunia pada tahun 2022 ini sebagai yang paling resiliens. Sejak tahun 1986 ketika setiap bangsa di dunia ini dilanda oleh arus besar globalisasi, Indonesia menekankan bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.

Artinya, bahwa Pancasila bersifat implisit yang nilai dasarnya mampu menjadi penyaring, untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman yang antara lain berupa masuknya pemikiran-pemikiran baru. Karena itu pada tahun 1998 reformasi dapat bergulir tanpa hambatan dari pemikiran status quo, sehingga demokrasi liberal yang didukung oleh Kapitalisme dengan cepat bersemi dalam aspek sosial politik dan ekonomi di Indonesia.

Tuntutan masyarakat kemudian merambah kedalam aspek hukum, sehingga terjadi amandemen terhadap UUD 1945 sebanyak 4 (empat) kali berturut-turut sampai tahun 2002. Alinea I Pembukaan UUD 1945 di era reformasi menyatakan bahwa hak kemerdekaan seluruh bangsa dan perdamaian abadi di dunia berdasarkan atas peri kemanusiaan dan peri keadilan, merupakan suatu pernyataan sebagai konstitusi etika dan moral.

Alinea ke II pernyataan sebagai negara merdeka yang sejahtera, merupakan konstitusi politik dan ekonomi. Alinea ke III atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Esa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, merupakan konstitusi semua agama dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Alinea ke IV bahwa Indonesia terbentuk dalam suatu susunan negara yang berkedaulatan rakyat berarti bentuknya adalah Republik, dengan berdasarkan kepada sila-sila Pancasila yang berarti merupakan suatu konstitusi filsafat.

Dengan Pembukaan tersebut jelas bahwa UUD 1945 adalah suatu konstitusi untuk seluruh Indonesia, yang tidak membenarkan adanya konstitusi lain. Pemikiran dan perilaku rakyat dan pemerintah dalam aspek sosial politik dan ekonomi harus berdasar pada filsafat dan konstitusi, dalam membangun ketahanan (riseliens) di semua aspek kenegaraan termasuk ekonomi nasional.

Pemikiran-pemikiran baru yang membahana dalam arus globalisasi di seluruh dunia kini adalah tentang sistem ekonomi pasar-bebas, yang memajukan negara Pancasila Indonesia sejak tahun 1986, seperti juga negara sosialis Vietnam sejak tahun 1980 dan pembaharuan komunisme di China sejak tahun 1983.

Keterbukaan terhadap pasar-bebas merupakan benih bagi berlakunya sistem kapitalisme di negara-negara tersebut, namun nilai-nilai Pancasila, Sosialisme dan Komunisme merupakan penyaring bagi praktik Kapitalisme, agar tidak merambah pada ketiadaan peran pemerintah di negara masing-masing dalam menentukan harga pasar.

Dengan dasar filsafat Pancasila ekonomi Indonesia sampai saat ini terbukti resiliens, karena sinkronisasi antara peran pemerintah dengan kekuatan rakyat yaitu kaum kapitalis domestik. Dalam pergaulan sehari-hari the Crazy Rich (orang-orang kaya) nasional keberatan jika disebut sebagai seorang kapitalis domestik, karena mereka bukan pendukung ideologi Kapitalisme global atau Kapitalisme mancanegara.

Mereka lebih layak disebut sebagai kaum HARTAWAN, yang berperan sentral dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung peran pemerintah dalam pemerataan atau keadilan sosial. Hasilnya kini terbukti, bahwa di tengah badai ekonomi akibat pandemi covid19 yang berkepanjangan dan dampak dari perang Russo-AS di Ukraina yang berlarut-larut, inflasi di Indonesia tahun 2022 ini merupakan yang terendah pada urutan nomer 21.

Menurut Myanmar Excellence Institute (MEI) tercatat inflasi tertinggi tahun ini yang pertama adalah Turki 78,6%, kemudian Argentina 64%, Rusia 15,9%, Myanmar 15,06%, Brazil 11,89%, Spanyol 10,2%, AS 9,1%, Inggris 9,1%, Belanda 8,6%, Uni Eropa 8,6%, Italy 8%, Mexico 7,99%, Kanada 7,7%, Jerman 7,6%, India 7,01%, Afrika Selatan 6,5%, Korea Selatan 6%, Perancis 5,8%, Singapore 5,6%, Australia 5,1% dan Indonesia 4,35%.

Negara Jepang mengalami inflasi 2,4% dan menurut Biro Statistik China inflasi di negara China hanya 2,2%. Besaran inflasi di Indonesia hanya berada di atas China dan Jepang saja. Kerjasama yang setara antara kaum hartawan Indonesia dan pemerintah di negara Pancasila ini, tidak terjadi di AS dan negara-negara kapitalis mancanegara.

Jika inflasi di AS naik terus sampai mengalami resesi, kaum kapitalis niscaya akan mengambil alih (bukan membantu) peran dari pemerintah AS, untuk menyelamatkan negara.

Kata Presiden AS ke 35  JF Kennedy (1961) mengutip filsuf Marcus Tullius Cicero (106 sM-43 sM) : “Ask not what your country can do for you - ask what you can do for your country” (Jangan tanya apa yang dapat dibuat negara untuk anda, tetapi tanyakanlah apa yang dapat anda buat untuk negara).

Ketika ekonomi Amerika Serikat (AS) terpuruk pada awal abad 19 tampil seorang kapitalis yang bernama JP Morgan untuk mengambil alih, karena selaku individu merasa lebih kuat daripada negara.

Robert Ringer (2004) menyatakan : You can have a strong government and a weak people or a strong people and a weak government, but you cannot have both (Anda dapat memiliki rakyat yang kuat dengan pemerintahan yang lemah atau rakyat yang lemah dengan pemerintahan yang kuat, tetapi anda tidak akan dapat memiliki kedua-duanya).

Pada tahun 1895 ketika Departemen Keuangan AS nyaris bangkrut karena Peristiwa Panik 1893, kapitalis JP Morgan juga sebagai rakyat AS yang melepas sebagian cadangan emas milik perusahaannya untuk mengatasi krisis ekonomi. Demikian pula pada tahun 1907 ia mengatur suatu bailout (dana talangan) dari beberapa bank besar aliansinya di New York, untuk menyelamatkan keuangan negara AS.

Kaum kapitalis menjadi sangat terkenal di kalangan publik AS sehingga nama Rockefeller disinonimkan dengan minyak, Carnegie dengan baja dan JP Morgan dengan industri. JP Morgan adalah juga seorang bankir terbesar dan pemodal terkaya dalam sejarah AS, yang membiayai pembangunan rel kereta api, Logistic US Steel Corporation, General Electric, General Motors, Du Pont dan AT&T.

Dia mendirikan aliansi perbankan bersama keluarga perbankan Rothschild dan Barings dari Inggris, yang meminjamkan lebih dari USD $65 juta kepada pemerintah federal AS (Tijana Radeska, 2016). Namun Kapitalisme juga terbukti secara empirik telah melahirkan berbagai inovasi, sehingga berbagai produk teknologi yang berkualitas tinggi telah mendorong kehidupan manusia untuk maju dan merubah dunia kearah modernisasi zaman.

Contohnya adalah Apple, Amazon(dot)com, Microsoft, Samsung, Huwaei, Alibaba, Facebook, Tesla dan lain-lain. Sesuai dengan hukum alam sebab-akibat maka kaum Kapitalis Amerika Serikat (AS) seperti Elon Musk yang berawal dari seorang miskin, dapat berubah menjadi seorang yang kaya-raya.

Ia berasal dari keluarga imigran yang sangat papa asal Afrika keturunan Kanada, yang semula hanya menekuni pemograman komputer untuk videogames, akhirnya dapat berkembang dengan pesat menjadi seorang 'multi billion dollarman', karena iklim kebebasan, persaingan dan kemampuan berinovasi dalam sistem kapitalisme. Salah satu ciri paling menonjol dalam ekonomi kapitalis dunia ini adalah the Invisible Hand (tangan yang tak terlihat) yang mengendalikan pasar, bukan pemerintah yang visible (terlihat) kongkrit.

Tangan yang tak terlihat itu adalah metafora dari kekuatan interaksi kaum kapitalis, yang mereka percaya dapat mengarahkan ekonomi pasar-bebas ke suatu titik equilibrium (keseimbangan). Minimnya peran pemerintah di negara-negara Barat terlihat dari sangat sedikitnya perusahaan milik negara dan aset modal seperti pabrik, tambang, dan terutama jalur distribusi.

Semua itu dapat dimiliki dan dikendalikan oleh para kapitalis secara pribadi, karena tenaga kerja dapat dibeli, keuntungan diperoleh dari harga yang ditentukan karena permintaan dan penawaran (Adam Smith, 1776).

Aliansi kaum kapitalis mancanegara yang semula disebut House of Rothschild yang berbasis di London Inggris, kini bernama House of Morgan yang berbasis di AS dan memegang kendali struktur kekuasaan di banyak negara di dunia. Kapitalisme dipahami sebagai ideologi yang menginginkan pasar bebas, agar seluruh fungsi ekonomi dapat berjalan sebagaimana halnya hukum alam sebab-akibat.

Contoh hukum alam sebab-akibat adalah air dapat membeku jika didinginkan sampai ke titik beku dan besi dapat meleleh jika dipanaskan sampai ke titik lebur. Hukum alam sebab-akibat memungkinkan orang kaya dapat bertambah kaya, tetapi dapat juga jadi jatuh miskin.

Orang miskin dapat bertambah miskin, tetapi dapat juga berubah menjadi orang kaya (Gamal, 2022). Semua berlangsung bebas bagi siapa yang kuat dalam persaingan akan menang dan siapa yang lemah pasti akan kalah.

Tentu saja mereka yang kuat adalah yang memiliki kelebihan komperatif seperti faktor permodalan, geografis dan demografis ataupun kelebihan kompetitif yang meliputi kemampuan berinovasi, memanfaatkan kemajuan teknologi di era Internet Of Things (serba internet) sekarang ini atau bahkan lebih unggul lagi jika dapat memiliki kedua-duanya.

Tetapi ekses dari persaingan yang bebas tersebut biasanya adalah kesenjangan sosial yang semakin melebar, sehingga ketidakadilan dalam kesejahteraan dapat memicu terjadinya suatu konflik sosial. Shoplifting (pencurian di toko-toko) di AS kini telah mulai dilakukan secara terorganisir, sehingga akan membawa kepada krisis nasional (Kamar Dagang AS, 2022).

Untuk mencegah konflik sosial karena ekspresi rasa ketidak adilan, pemerintah negara bagian California memberlakukan undang-undang yang aneh, bahwa mencuri barang dagangan senilai USD $ 950 atau kurang adalah pidana ringan yang hukum tidak perlu menyidik, sehingga jika mereka tetap melakukannya akan diabaikan oleh jaksa. Seolah-olah suasana chaos demikian memang diinginkan oleh Kapitalisme, seperti halnya kebebasan kepemilikan liar senjata api yang berkali-kali teleh menimbulkan korban jiwa di AS.

Karena itu maka perampokan terang-terangan di tengah hari bolong menjadi hal yang biasa (CNN Business, 2022). Ketika kini negara-negara Barat sedang berfikir tentang suatu paradigma baru yang bersifat Win-Win bukan Win-Lose solution dalam persaingan bebas melalui kolaborasi yang berdasarkan identitas konstitusional, Indonesia sudah memberlakukan UUD 1945 yang merupakan konstitusi ekonomi sejak 18 Agustus 1945.

Ekonomi kerakyatan yang merupakan usaha bersama atau gotong-royong dalam wujud koperasi, merupakan penjabaran yang konsisten dari ekonomi Pancasila. Ekonomi pasar-bebas yang bersifat monopoli, monopsoni dan oligopoli sebagai ciri persaingan yang tidak sehat, tidak akan terjadi di Indonesia jika kita taat kepada UUD 1945 yang bukan hanya suatu konstitusi politik dan hukum, tetapi juga konstitusi ekonomi (Jimly Asshiddiqie, 2022).

Namun demikian kita semua juga harus menyadari bahwa ketepatan (Exactus) dalam aspek hukum yang sesuai dengan amanah konstitusi tersebut, kini memerlukan kecepatan (Velox) dalam manuver politik untuk menghadapi kecepatan kaum kapitalis mancanegara membangun imperiumnya ke Indonesia.

Kita memerlukan ketahanan ekonomi yang terbangun karena kaum hartawan Pancasilais, yang bukan seorang kapitalis seperti JP Morgan dan aliansinya. Kaum hartawan Indonesia justu merupakan tulang punggung ekonomi yang nyata di negara kita. Mereka adalah pejuang yang tangguh untuk menghadapi imperialisme kapitalis mancanegara di medan perang yang sama yaitu medan perang ekonomi-perdagangan.

Di dalam negeri Indonesia kaum hartawan adalah pembayar pajak yang  terbesar, pembuka lapangan kerja yang terluas dan pencipta multiplier effect (efek berganda) dari setiap kegiatan-kegiatan usaha mereka. Salah satu contohnya, ketika mereka membangun suatu pembangkit tenaga listrik, instalasi air minum, jalan-raya atau pelabuhan, maka para penjual besi beton, kayu, pasir, semen, makanan-minuman, bahkan pedagang asongan dan penjual berbagai macam barang dan jasa dengan serta-merta dapat ikut serta menikmati keuntungan.

Infrastruktur fisik yang dibuat dengan investasi yang mahal, telah menghasilkan kecepatan bangkitnya ekonomi rakyat di sektor riel atau sektor mikro ekonomi. Ketahanan kita dalam menghadapi badai krisis tidak dapat hanya dinilai dari indikator-indikator makro-ekonomi, tetapi lebih ditentukan oleh kekuatan ekonomi sektor riel (Rhenald Kasali, 2022).

Kesadaran tentang geo-politik menghadapi krisis global saat ini harus hadir di benak para pembuat aturan perundang-undangan, terutama sehubungan dengan Rencana KUHP baru yang akan segera diberlakukan sebagai hukum positip. Sinkronisasi peran pemerintah dan kaum hartawan sangat diperlukan untuk mengurangi semaksimal mungkin praktik Oligarchy dan Organized Crimes yang merupakan penyakit bawaan dari demokrasi liberal.

Penyakit tersebut kerapkali melahirkan anarkisme dan gerakan liar massa jalanan, yang harus diatasi oleh suatu sistem pemerintahan yang kuat. Sejarah filsafat di dunia ini membuktikan bahwa kaum kapitalis kerap berkelompok menjadi suatu kartel, yang berkolusi untuk memanipulasi harga dalam menguasai pasar komoditas tertentu.

Karena itu kita perlu terus mewaspadainya dengan lebih sistematis dalam law enforcement dari UU Larangan praktik monopoli, monopsoni, UU Perlindungan Konsumen, UU Persaingan Usaha Tidak Sehat dan lain-lain, berdasarkan pada UUD 1945 yang merupakan konstitusi ekonomi bagi Republik Indonesia.

Imperialisme mancanegara dapat lebih cepat untuk merambah ke Indonesia, karena desakan krisis global akibat pandemi dan situasi geo-politik. Harapan atas ketahanan ekonomi Indonesia nampak dari perkembangan jumlah kaum hartawan sejak ideologi Pancasila dinyatakan sebagai ideologi terbuka pada tahun 1986, yang disusul dengan bergulirnya reformasi sejak 1998.

Paradigma baru berupa kesesuaian peran antara kaum hartawan dengan pemerintah untuk mencegah persaingan yang tidak sehat, dicanangkan oleh hartawan Chairul Tanjung (CT) dan kawan-kawan dalam wujud peniadaan dikotomis antara konsep pertumbuhan dengan konsep pemerataan.

Berbeda dengan konsep Adam Smith yang tidak memerlukan peran negara, ia justru menginginkan peran negara yang signifikan dalam memberi kesempatan, keberpihakan dan akses bagi individu, perusahaan serta masyarakat, untuk tumbuh bersama dan sejahtera bersama (Chairul Tanjung, 2013).

Masih ada lagi dampak buruk kapitalisme secara universal yaitu ancaman terhadap kelestarian lingkungan, karena seringkali terjadi eksploitasi terhadap sumberdaya alam besar-besaran yang sulit terkendali. Usaha CT tidak ada yang menyangkut eksploitasi pertambangan yang merusak sumberdaya alam yang tak terbarukan, karena ia menjunjung tinggi nilai dasar Pancasila serta secara nyata melakukan praksis aturan perundang-undangan yang mengandung nilai instrumental.

Praktik adalah semua bentuk kegiatan umum yang berada di tataran operasional, sedangkan praksis adalah kegiatan operasional yang terikat pada nilai-nilai instrumental dan dasar filsafat. Bahkan hartawan Edwin Suryajaya pernah berniat untuk membeli saham perusahaan milik McMoRan Inc di beberapa negara Afrika dan Amerika (2017).

Demikian pula perusahaan media massa konglomerat SCTV/Indosiar Eddy Kusnadi Sariaatmadja dan kawan-kawannya bekerja bukan semata-mata hanya untuk mengejar rating dan keuntungan dari tayangan asal berita yang sensasional, tetapi lebih pada penyampaian berita dan analisis nya yang selektif dengan kesan dan pesan moral yang patriotik.

Hal tersebut sangat berbeda dengan banyak media Barat yang bahkan menggiring opini umum, untuk mempercayai hoaks sebagaimana yang terjadi dengan liputan tentang awal serbuan Amerika Serikat ke Irak 19 Maret 2003 dengan alasan dusta tentang kepemilikan senjata pemusnah massal.

Sayangnya di Indonesia para hartawan yang tergolong pengusaha konglomerat tersebut jumlahnya baru 1% dari jumlah seluruh pengusaha nasional, sedangkan dari golongan usaha mikro (UM), usaha kecil dan menengah (UKM) masih 99% (Teten Masduki, 2019).

Dengan komposisi prosentase demikian tentu belum dapat dianalisis dan disimpulkan, tentang bagaimana sebenarnya ketahanan kita terhadap kapitalisme mancanegara di negara Pancasila saat ini, namun dengan menjadikan pemikiran dan perilaku bisnis CT dan Edy yang etis dan moralis sebagai contoh yang kongkrit, maka niscaya ketahanan ekonomi Indonesia yang tinggi dapat cepat terwujud.

Dengan hanya perbuatan satu orang yang kompeten saja, harapan nasib banyak orang bahkan nasib negara dapat berubah. Contohnya, satu orang penerbang Paul Tibbets yang menjatuhkan bom atom di Hiroshima atau seorang Charles Sweeney yang membom atom Nagasaki pada tahun 1945, dengan serta-merta dapat menghentikan Perang Dunia kedua yang maha-dahsyat dan menyelamatkan nasib dari seluruh manusia di dunia.

Pemikiran ekonomi-politik CT tentang perlunya peran pemerintah yang signifikan, berlangsung harmonis dengan langkah politik-ekonomi Presiden Jokowi yang telah membeli 51% saham PT Free Port Indonesia milik McMoRan Inc di Papua.

Indonesia membelinya dengan harga sangat murah yaitu USD 38,5 pada saat yang tepat McMoRan Inc sedang gontai di imperium Afrika dan AS sendiri. Dengan kepemilikan saham tersebut maka mulai tahun 2025 Indonesia akan mendapat deviden tahunan sebesar USD 4 Milyar, yang akan terus bergulir dengan tambahan USD 1 Milyar setahun sampai dengan tahun 2041 (Tony Wenas, 2022).

Gotong-royong antara kekuatan hartawan sebagai rakyat dan kekuasaan pemerintah, telah mengangkat nilai ketahanan ekonomi Indonesia di tengah badai krisis dunia saat ini.

Kehidupan negara Pancasila ternyata menepis pernyataan Robert Ringer, sehingga menjadi : You can have both a strong government and a strong people, if your life is based on the ethics and morale of Pancasila (Anda dapat mempunyai dua-duanya yaitu suatu pemerintahan yang kuat dan rakyat yang kuat, jika anda hidup berdasarkan atas etika dan moral Pancasila).

Etika berbeda dengan moral seperti bedanya pengetahuan seorang insinyur mesin, dengan ajaran yang diperlukan dalam petunjuk manual untuk memelihara sepeda motornya (Franz Magnis Suseno, 2000). Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab merupakan etika yang berfungsi untuk melakukan kritik, terhadap praksis moral kelima sila Pancasila dalam memelihara negara.  

 Penulis: AM Hendropriyono, Ketua Senat Dewan Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer, Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara dan Profesor (Emeritus) Universitas Pertahanan Indonesia