Sukses

OPINI: Kasus Rafael dan Eko Pembuka Kotak Pandora Gaya Hedonis

Kasus Rafael Alun dan Eko Darmanto "hanya puncak gunung es" dari gaya hidup hedonis pejabat-pejabat di lingkungan Kemenkeu khususnya di DJP dan DJBC.

Liputan6.com, Jakarta - Mencuatnya kasus kekayaan tak wajar dan gaya hidup hedonisme pegawai Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sungguh memprihatinkan.

Mirisnya, kasus ini terbongkar di saat ekonomi Indonesia baru mulai pulih setelah dihantam pandemi covid-19 selama 3 tahun terakhir.

Hal ini menjadi pembuka kotak ‘Pandora’ atas kejanggalan jumlah harta kekayaan pribadi dan perilaku hedonis di kalangan pejabat DJP Kemenkeu.

Apalagi, sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak era Orde Baru, para pejabat di lingkungan DJP dan DJBC Kemenkeu, memiliki harta kekayaan yang cukup fantastis. Tidak sesuai dengan normal ‘Take Home Pay’ atau gaji resmi yang diterima setiap bulan sebagaimana peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia (PGPS) yang ada jika ditelusuri "termasuk tunjangan khusus" yang diterimanya pula secara formal.

Seperti diketahui, di akhir periode kedua Presiden Jokowi berkuasa (2019-2024) tercoreng oleh ulah dua orang pejabat di Kemenkeu yaitu Pejabat Eselon III alias Kabag Umum Kanwil Pajak Jakarta Selatan, Rafael Alun Trisambodo dan viralnya pamer harta Kepala Bea Cukai Yogya yang juga baru Eselon II, Eko Darmanto.

Oleh karena itu pengusutan tuntas atas harta kekayaan tidak wajar kedua pejabat Kemenkeu ini harus menjadi pintu masuk untuk  menelusuri dan memeriksa harta kekayaan pejabat-pejabat di Kemenkeu yang lainnya.

Sebab, patut diduga masih banyak pejabat di Kemenkeu yang memiliki harta jumbo tetapi belum terungkap.

Kasus Rafael Alun dan Eko Darmanto "hanya puncak gunung es" dari gaya hidup hedonis pejabat-pejabat di lingkungan Kemenkeu khususnya di DJP dan DJBC.

Intinya perilaku oknum-oknum pejabat Kemenkeu yang overconfidence, menggunakan kekuasaannya untuk kesenangan pribadi. Ini mengerikan dan menjadi bibit lahirnya kecemburuan sosial. Apalagi ini, terjadi di saat angka kemiskinan di Indonesia meningkat.

Kecemburuan social ini bisa memicu ketidakstabilan politik menjelang tahun politik 2023-2024 ini. Oleh karena itu, Sri Mulyani melakukan evaluasi menyeluruh kepada seluruh pegawainya agar kejadian hedonisme ini tidak terulang lagi.

Ini menjadi pr bagi Menkeu Sri Mulyani agar mengevaluasi secara menyeluruh kepada pegawainya agar tidak ada kejadian seperti ini terulang lagi.

Terbongkarnya kasus Rafael Alun Trisambodo dan Eko Darmanto, membuat kredibilitas Menkeu Sri Mulyani berada di titik nadir.

Kedua kasus ini memberikan konfirmasi Menkeu Sri Mulyani sama sekali tidak melakukan perbaikan kinerja di Kemenkeu kecuali menumpuk utang Negara yang angkanya mencapai Rp 7.000-an triliun di era Rezim Jokowi-Ma’aruf Amin. Tumpukan utang sangat memberatkan generasi yang akan datang.

Selama ini, Menkeu Sri Mulyani memang sukses membuat rakyat percaya. Tapi kasus pamer harta, harta yang tak wajar, dan bahkan angka jumlah pejabat pajak yang tidak lapor pajak, membuktikan sebaliknya. Yakni, kemenkeu ternyata tidak bisa dipercaya.

Padahal, selama ini, Menkeu Sri Mulyani mencitrakan dirinya sebagai sosok yang telah banyak melakukan perubahan di jajaran kementeriannya, khususnya dilingkungan DJP dan DJBC.

Sementara itu, Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro  mengusulkan pentingnya Revolusi Keuangan Negara. Hal ini penting agar sumber penerimaan negara dikelola tepat sasaran dan memberikan benefit bagi rakyat.

Apalagi, DJP dan DJBC memberi kontribusi lebih 70% dari total penerimaan APBN. Untuk menyelamatkan citra Kemenkeu perlu revolusi total di Kemenkeu. Sebab terbukti, banyak pejabat nakal di Kemenkeu yang belum melapor pajaknya.

Seiring mencuatnya kasus hedon pejabat Kemenkeu ini, predikat sebagai ratu ‘utang kembali disematkan kepada Sri Mulyani. Ini mengerikan karena Sri Mulyani terbukti tak becus mengelola anak buahnya tapi kita telanjur punya utang sampai Rp 7.400 triliun.

Maka sangat bisa dimengerti dugaan selama ini Sri Mulyani mendapat banyak penghargaan internasional bahkan sebagai Menkeu Terbaik Dunia hanya karena semua kebijakannya memang menguntungkan kreditur-kreditur internasional.

Sementara itu, di dalam negeri Sri Mulyani terbukti sukses melakukan pencitraan sebagai sosok dipercaya. Remunerasi besar-besaran untuk jajarannya pun diterima oleh masyarakat sebagai kewajaran karena bertujuan agar para pejabat tidak tergoda melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pelaporan pajak.

Tapi hari ini Tuhan membongkar semuanya. Direktorat Pajak dan Bea Cukai isinya orang-orang yang gila harta semua. Dan bagaimana kita bisa percayakan uang kita, masa depan anggaran kita kepada Sri Mulyani dan anak-anak buahnya?

 

(Penulis: Ketua Umum (Ketum) Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center Hardjuno Wiwoho)

Saksikan video pilihan berikut ini:

  • Pajak adalah pungutan yang diwajib dibayarkan oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah.

    Pajak

  • Opini