Sukses

OPINI: Manusia Tak Tergantikan Artificial Intelligence, Gimmick atau Fakta?

Kecerdasan AI berkembang jauh, melampaui kecerdasan alamiah manusia. AI dan manusia makin sulit saling berkolaborasi.

Berdasarkan opini dari:
Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital, Pendiri LITEROS.org

Liputan6.com, Jakarta - Semua produk teknologi berbasis artificial intelligence (AI), tak dimaksudkan untuk menggantikan manusia. Demikian narasi besarnya. Pengembangan intensifnya ~yang hendak mencapai kecerdasan utuh manusia~ tak diposisikan untuk menyaingi manusia. Apalagi membuat manusia jadi tak relevan.

AI adalah co-pilot. Berperan mengoptimalkan kinerja manusia. Namun karena AI makin jadi realitas peradaban ~lanjut narasi itu~ bukan posisi manusia vs AI yang relevan dibahas. Tapi persaingan manusia vs manusia dengan AI yang patut diperhatian. Manusia tanpa pemahaman dan keterampilan memanfaatkan perangkat berbasis AI bakal irelevan. Berelasi dengan AI, tak bisa dihindarkan.

Narasi dengan nuansa seperti di atas, riuh bergaung. Termasuk yang dimuat Harvard Business Review. Dua pembahasannya yang senada, hadir berturutan di tahun berbeda. Yang pertama, "AI Should Augment Human Intelligence, Not Replace It". Ditulis David De Cremer dan Garry Kasparov, 2021. Keduanya mengemukakan pikirannya, dengan retorika pembuka: "Apakah manusia dan mesin benar-benar bersaing satu sama lain?". Cremer dan Kasparov menjawab lewat sejarah relasi manusia dengan pekerjaannya, yang terlacak sejak zaman Revolusi Industri.

Didapati sejak masa itu, manusia pada hakikatnya terus berupaya menggantikan dirinya dengan mesin. Semula tugas-tugas berciri fisik yang repetitif, misalnya dalam pabrikasi. Diikuti pekerjaan-pekerjaan berciri kognitif yang kompleks. Ini termasuk, penyusunanpersamaan matematika, menanggapi bahasa berbentuk ucapan maupun tulisan. Keadaan terkininya ~tentu berkat pengembangan teknologi~ mesin lebih unggul mewujudkan kinerjanya, dibanding manusia.

Makin banyaknya kemampuan fisik dan pikiran manusia yang dapat dialihkan kemesin, mengindikasikan segera beralihnya peradaban. Peradaban berbasis AI. Semula diwarnai ketergantungan pada kecerdasan manusia, ke kecerdasan mesin. Implikasinya, memojokkan posisi manusia. Namun optimisme teknologis yang mulai tersimpulkan ini, segera ditepis kedua penulis. Pandangan yang menyamakan kualitas dan kemampuan AI dengan manusia, tak benar.

Memang mesin berbasis AI lebih cepat, lebih akurat, dan tampak cerdas. Namun tereduksi keunggulannya saat berhadapan pada keunggulan intuitif, emosional, dan mengandung konteks budaya. Di arena inilah manusia tak tergantikan.

Sedangkan tulisan kedua terbit di tahun 2023. Isinya merupakan hasil wawacara CEOHBR dengan Karim Lakhani. Dialognya diterbitkan sebagai "AI Won’t Replace Humans — But Humans with AI Will Replace Humans Without AI". Lakhani yang merupakan guru besar di Harvard Business School, dengan fokus pada teknologi di tempat kerja, khususnya AI. Juga seorang penulis buku "Competing in the Age of AI: Strategy and Leadership When Algorithms and Networks Run the World", yang terbit tahun 2020.

Pada wawancaranya itu dikemukakan: sebagian besar perusahaan tak punya pilihan, selain mengadopsi AI maupun sistem digital sebagai fungsi inti perusahaannya. Berbagai aktivitas maupun interaksi, menunjukkan manusia telah hidup di era AI. Sebuah perubahan keadaan yang tak dapat dihindari.

 

2 dari 4 halaman

Manusia dengan AI Bakal Gantikan Manusia Tanpa AI

Hal menarik dalam transisi ~yang mengadopsi AI dan sistem digital~ biaya untuk melakukannya menurun. Maka yang relevan diperbincangkan, bukan tantangan adopsi teknologinya, melainkan tantangan organisasinya. Wujudnya berupa ketersediaan pola pikir digital yang harus dimiliki eksekutif maupun pekerja.

Seluruhnya diperlukan untuk memahami cara kerja teknologi digital, maupun penerapannya. Ditandaskan Lakhani, kehadiran internet menyebabkan biaya perolehan informasi menjadi nol. Sedangkan kehadiran AI dan sistem digital, menyebabkan biaya kognisi jadi nol. Ini bisa berarti, manusia dengan keunggulan kemampuan berpikirnya, tergeser relevansinya. Namun AI tak akan menggantikan manusia, melainkan manusia dengan AI yang bakal menggantikan manusia tanpa AI. Terlebih ketika yang dibicarakan Generative AI.

Bujuk rayu yang menyebut manusia tak akan tergantikan AI, hadir dalam berbagai pembahasan riuh lainnya. Pengungkapannya menyertai peluncuran perangkat baru, manajemen baru. Juga dikemukakan saat AI memperoleh pandangan kritis, yang dikaitkan irelevansi manusia. Pendengungnya dari kalangan investor pengembang, pelaku industri AI. Juga motivator pengembang SDM, dalam bahasan: menyongsong pemanfaatan AI yang tak perlu ditolak. Seluruhnya berkembang sebagai narasi besar AI, hari ini.

Fakta AI yang masih dalam periode pengembangan kemampuan terbaiknya, memang belum terlalu menggerus irelevansi manusia. Namun ini berubah jadi pandangan skeptis, saat dihadapkan pada data tenaga kerja yang di-PHK, akibat pemanfaatan AI yang intensif. Salah satunya data SEO.AI, 2024. Termuat dalam laporan yang berjudul, "AI Replacing Jobs Statistics: The Impact on Employment in 2025".

Gambaran terdesaknya manusia itu, tercantum pada tabel "The 10 Most Impactful Statistics". Sebagian Di antaranya: pertama, dibulan Mei 2023, 3.900 PHK di AS terkait langsung dengan AI. Kedua, British Telecom merencanakan mengganti 10.000 stafnya, dengan AI dalam waktu 7 tahun. Ketiga, AI dan otomatisasi telah menurunkan upah hingga 70%, sejak tahun 1980. Keempat, 81,6% pemasar digital percaya, penulis konten akan digantikan AI. Dan kelima, beberapa CEO perusahaan seperti OpenAI telah menandatangani surat terbuka, yang memperingatkan risiko irelevansi manusia akibat AI.

Seluruhnya itu terjadi seiring: pertama, 77% bisnis telah mengintegrasikan AI pada operasinya. Setidaknya telah menjajakinya. Meskipun AI tak serta-merta menghilangkanpekerjaan, namun potensi penggantian tenaga kerja jadi lebih signifikan. Kedua, perusahaan besar berpeluang dua kali lipat lebih besar mengadopsi AI, dibanding perusahaan kecil. Ini dikaitkan dengan kemampuan keuangan yang lebih baik, untuk dialokasikan sebagai danapenelitian dan pengembangan adopsi teknologi berbasis AI.

 

3 dari 4 halaman

Kehadiran Agentic AI

Apakah seluruhnya itu bakal memperlebar kesenjangan perusahaan: yang besar akan makin besar dan yang kecil tak mampu bertahan? Maka ketiga, selain banyak pekerja yang menyambut kehadiran AI ~AI berkontribusi pada tercapainya keseimbangan yang baik antara kehidupan dengan pekerjaan~ namun terdapat realitas, 14% pekerja dunia telah mengalami kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi atau AI.

AI merupakan penyumbang ketujuh, penyebab hilangnya pekerjaan. Fenomena itu terjadi di sektor teknologi, yang telah mengalami kehilangan 136.831 pekerjaan di tahun 2024. Dan merupakan gelombang PHK terbesar sejak tahun 2001.

Hal lain yang perlu dicermati adalah kehadiran Agentic AI. Tor Constantino, 2025, dalam "Top 5 AI Predictions from Experts In 2025", menyebut AI dalam kategori agen, sebagai program komputer yang dapat berpikir, belajar, dan bertindak secara mandiri.

Mengutip buku yang ditulis Pascal Bornet "IRREPLACEABLE: The Art of Standing Out in the Age of Artificial Intelligence" ~terbit tahun 2024~ Constantino menyebut: Agentic AI akan mendefinisikan ulang relasi manusia dengan mesin. Lantaran AI jenis ini, tak hanya mampu merespons, namun juga berinisiatif, mengantisipasi kebutuhan, dan bertindak secara mandiri dalam memecahkan masalah. Bahkan sebelum manusia penggunanya menyadari.

Senada dengan penjelasan di atas ~mengutip laman uipath.com~ Agentic AI merupakan kombinasi berbagai teknik, model, dan pendekatan AI. Memiliki kemampuan menganalisis data, menetapkan sasaran, dan mengambil tindakan untuk mencapainya dengan campur tangan manusia yang minimal. AI dalam kategori agen mampu mencapai kognisi yang mendekati manusia, dan dapat diterapkan di berbagai area kerja.

Ini seiring kemampuan dirinya, mengubahnya sebagai pemecah masalah di lingkungan dinamis dengan belajar dan berkembang di setiap interaksi. Kemampuan mandiri Agentic AI ~yang bertindak sebagaimana agen otonom~ menyebabkannya disebut AI agensi. Agensi adalah subyek yang berperilaku.

Pada 5 tingkat teratas AI yang diprediksi mewarnai tahun 2025, Agentic AI ada diperingkat teratasnya. Perkembangannya sebagai sistem yang kian otonom, mendorong adopsinya lebih luas di berbagai industri. Adopsi yang diikuti perampingan operasi, serta berimplikasi pada pengurangan biaya. Terungkap, sumber pengurangannya dari menyusutnya kebutuhan tenaga, yang tak kurang dari 95%. Namun jumlah produksinya bertahan atau bahkan meningkat. Dengan mendasarkan pada pertimbangan ekonomi, seluruhnya mempertegas: manusia sebagai tenaga kerja kian rawan posisinya. 

Tampak dari berbagai ilustrasi di atas, manusia ~dengan atau tanpa AI~ yang bertahan relevansinya dengan mengandalkan tubuh maupun kognisinya, tak pernah aman dari penggantian. Pengembangan perangkat berbasis AI dalam keadaan terkininya berkemajuan eksponensial, sementara adaptasi manusia berkemajuan liniar.

Kecerdasan AI berkembang jauh, melampaui kecerdasan alamiah manusia. AI dan manusia makin sulit saling berkolaborasi. Ibarat dalam relasi pertemanan, teman seiring yang tak mengalami kemajuan keterampilan maupun pikirannya, tak cocok lagi berjalan seiring. Jika sudah seperti itu: masihkah manusia tak tergantikan AI?

4 dari 4 halaman

Infografis 4 Rekomendasi Chatbot AI Terbaik

Video Terkini