Liputan6.com, London - Sejumlah 30 ribu pengemudi taksi di Eropa melakukan mogok kerja sebagai aksi protes pada perusahaan bernama Uber Technologies. Mereka meminta kepada otoritas pemegang regulasi untuk menerapkan aturan ketat pada perusahaan aplikasi yang berbasis di San Fransisco tersebut.
Pihak pengemudi taksi menilai Uber Technologies tidak adil terhadap mereka sebab perusahaan tersebut tidak mau menyediakan aplikasi smartphone untuk taksi milik perorangan yang tidak terdaftar secara resmi.
Menurut beberapa pengemudi taksi, pendapatan mereka menurun hingga 40 persen akibat layanan aplikasi dari Uber tersebut, seperti dilansir dari Carscoops yang ditulis Minggu (15/6/2014).
Protes dari para pengemudi ini meminta Uber Technologies untuk menyediakan aplikasi pada smartphone yang memungkinkan para pengguna taksi dapat menggunakan seluruh taksi yang ada termasuk yang tidak memiliki lisensi sekalipun. Untuk memiliki lisensi tersebut, para pengemudi taksi harus merogoh kocek sebesar 200 ribu Euro atau sekitar Rp 3,2 miliar (Kurs Rp 16.011 per Euro).
Protes terbesar dari para pengemudi taksi terjadi di London, Inggris. Seluruh pengemudi taksi dengan cat hitam berkumpul di pusat kota untuk memprotes pemerintah yang tidak dapat menciptakan standar yang sama untuk Uber Technologies saat menciptakan layanan aplikasi untuk taksi.
Pihak Uber Technologies sendiri tidak merespon aksi mogok dari supir taksi dan tetap membuat aplikasi berbasis smartphone tersebut. Mereka malah menganggap aksi mogok tersebut sebagai sebuah promosi gratis dari para pengemudi taksi untuk aplikasi buatan Uber Technologies.
Menurut Neelie Kroes, Wakil Presiden Komisi Eropa, kalau aksi mogok dari para sopir untuk memprotes layanan aplikasi tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah. Jalan satu-satunya untuk menjembatani aspirasi dari para sopir taksi adalah melalui sebuah dialog dengan perwakilan dari Uber Technologies dan pemegang regulasi. (Ysp/Ahm)