Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mengumumkan penaikan harga bahan bakar bersubsidi dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 atau naik sebesar Rp 2.000. Menurut Fitch Ratings, kenaikan harga ini bakal mempengaruhi dan memperlambat permintaan terhadap pembelian kendaraan, baik itu mobil maupun sepeda motor.
"Dengan sekira dua-pertiga dari pembelian mobil di Indonesia yang didanai pembiayaan, biaya pinjaman yang lebih tinggi menyebabkan pembelian mobil ditunda," demikian tulis keterangan yang diterima Liputan6.com.
Kendati mempengaruhi penjualan mobil, Fitch memprediksi penurunan daya beli konsumen pada produk otomotif hanya bersifat sementara. Penjualannya akan cenderung pulih bersamaan dengan membaiknya perekonomian Indonesia.
"Semakin cepat pemerintah mampu menggeser penghematan dalam tagihan subsidi kepada sektor riil, semakin cepat itu akan membantu mendorong ekonomi," terang Fitch.
Berdasarkan catatan tahun 2005, pemerintah kala itu menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar 88 persen penjualan mobil turun 43 persen dari 12 bulan sebelumnya. Sedangkan penjualan sepeda motor hanya turun 12 persen.
Sementara pada 2013 ketika harga BBM bersubsidi kembali naik sebesar 44 persen, penjualan mobil dan motor tidak terlalu berdampak. Bahkan, penjualan roda empat tumbuh 7 persen dan motor naik 11 persen.
"Pertumbuhan penjualan selama periode ini mencerminkan peluncuran low cost green cars di tahun 2013 dan potongan harga oleh pemain otomotif," papar Fitch.
Efek BBM Naik Terhadap Penjualan Mobil dan Motor Hanya Sementara
Penjualan mobil dan sepeda motor akan cenderung pulih bersamaan dengan membaiknya perekonomian Indonesia.
Advertisement