Sukses

Mitsubishi: Mobil Gas di Indonesia Perlu Waktu

Data berbicara, stasiun pengisian gas di Indonesia masih kalah jauh ketimbang Thailand.

Liputan6.com, Bogor - Seiring tuntutan kendaraan yang efisien dan ramah lingkungan, mobil berbahan bakar gas (BBG) digadang-gadang sejumlah pihak sebagai salah satu solusi tersebut. Lantas apa pendapat Mitsubishi Indonesia terkait isu tersebut? 
 
Menurut Operating GM of MMC, Marketing Division PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors ( KTB), Duljatmono, penerapan mobil BBG akan berjalan seiring dengan tren industri dan permintaan dari konsumen. 
 
"Sekarang memang trennya ke arah mobil yang efisien dan ramah lingkungan. Maka mobil makin ringan dan kompak," katanya. 
 
Kemudian, untuk jenis bahan bakar, pria yang karib disapa Pak Momon itu menilai banyak alternatif yang bisa dikembangkan. "Tapi itu (bahan bakar alternatif atau gas) tuntutan yang tidak bisa ditolak lagi," sebutnya. 
 
Namun, Duljatmono menggarisbawahi bahwa penyediaan converter kit atau mobil gas perlu konsensus dari seluruh Agen Pemegang Merek (APM), Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). 
 
"Gaikindo yang lakukan studi apa yang diperlukan. Dalam konteks teknologi, itu (mobil gas) tren ke arah global dan kita tak bisa tinggalkan aspek bisnisnya," imbuh dia. 
 
"Itu (mobil gas) harus dilakukan secara komprehensif dengan pemerintah dan industri. Logikanya perlu ada investasi," sambungnya. 
 
Perpindahan dari BBM ke gas
 
Lebih jauh, Dulajtomo menilai bahwa perpindahan dari BBM ke gas perlu studi yang lengkap. Bagi APM pun, mereka tak bisa lepas dari prinsipal.
 
"Lebih ke arah market, kebutuhannya apa? Kalau memang seperti itu (mobil gas) ya trennya akan ke sana," katanya. 
 
Kemudian, menurut Duljatmono, infrastruktur pendukung pun dinilai masih jauh dari cukup. Sehingga pengimplementasian BBG ke kendaraan niaga dan penumpang cukup sulit. 
 
"Beberapa waktu lalu, yang saya ketahui. Itu kan perlu investasi untuk (infrastruktur) BBG. Di Jakarta sangat terbatas. Kalau pakai BBG dan keluar kota gimana? Jangankan itu, kita Pertamax aja ada di sini (Jabodetabek) di sana (daerah) nggak ada," jelasnya mencontohkan. 
 
"Itu (infrastruktur) bagian yang harus dilengkapi. Kemudahan orang untuk isi BBG gimana, nggak ngantre panjang. Konsumen mau nggak antre panjang? Jadi perlu waktu." 
 
Data berbicara, stasiun pengisian gas di Indonesia masih kalah jauh ketimbang Thailand. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Noegardjito mengatakan, jumlah SPBG yang ada di Thailand hingga saat ini mencapai lebih 425 unit. Bahkan hingga 2015, Thailand menargetkan jumlah SPBG di negara mereka mencapai 584 unit.
 
Jumlah tersebut sangat berbeda jauh dengan di Indonesia. Sampai saat ini, SPBG di Indonesia baru sebanyak 19 unit.
 
Noegardjito menjelaskan, pertumbuhan SPBG yang signifikan di Thailand karena di negara tersebut telah menggunakan teknologi Natural Gas Vehicle (NGV) sudah terbukti sukses diterapkan pada kendaraan roda empat. Teknologi ini juga sukses di Korea Selatan yang merupakan salah satu negara produsen otomotif terbesar di Asia. (Gst/Des)
Video Terkini