Liputan6.com, Jakarta - PT Nissan Motor Indonesia (NMI) mengajak sejumlah jurnalis otomotif untuk menjajal langsung All New NP300 Navara. Tak kurang dari 22 jurnalis diterbangkan langsung ke ujung barat nusantara dan ditantang menaklukkan medan di atas pikap kabin ganda tersebut.
Menginjakkan kaki di Bandara Maimun Saleh, Sabang, cuaca cerah menyambut rombongan. Tujuh unit All New NP300 Navara disiapkan untuk ditunggangi peserta.
Destinasi awal media test drive 'Ekspedisi All New NP300 Navara ke Tanah Rencong' melewati moleknya pemandangan Balohan Bay sebelum akhirnya pelesir ke Kilometer Nol Indonesia.
Bukan perkara mudah melewati jalan ke ujung terbarat Indonesia. Jalan sempit berliku jadi tantangan pertama buat kendaraan kabin ganda yang punya lebar 1.850 mm dan panjang 5.255 mm. Pada kesempatan ini Liputan6.com mengendarai varian tertinggi dari Navara, tipe VL yang bertransmisi otomatis.
Mesin YD25DDTi yang bekapasitas 2,5 liter dengan dukungan turbocharger dan intercooler tidak bekerja berat. Boost turbo sudah bisa terasa di 1500 rpm, cus easy to run. Dan secara spesifikasi, torsi maksimal 450 Nm ada di rpm 2000. Di wilayah rpm inilah kenikmatan yang membawa Navara berbobot 1,960 kg ini terjadi. Torsi terus mendorong naik. Kalau miss rpm, harap sabar untuk 'mengurut' gas sampai mendekati 2000 rpm. Kelihaian pengemudi sangat diperlukan di sini agar terus mendapat torsi optimal.
Baca Juga
Advertisement
Di luar itu, di hari berikutnya, kondisi menjadi ekstrem. Biasanya media test drive dilakukan dalam kondisi yang terkendali. Namun tidak semua rencana bisa berjalan seperti yang diharapkan. Ekspedisi All New NP300 Navara ke Tanah Rencong pada 20-23 Mei lalu berubah mencekam. Dua puluh dua jurnalis peserta dan delapan panitia dari Nissan Motor Indonesia (NMI) hilang kontak di tengah belantara Aceh Barat Daya dekat Taman Nasional Gunung Leuser.
Tak ada sinyal komunikasi yang bisa diterima, sementara GPS Garmin yang diandalkan tidak memberikan respon positif. Posisi mobil berada di luar jalur yang disarankan.
Panitia sempat lapor ke Polres Meulaboh dan minta bantuan pencarian menggunakan helikopter TNI AD untuk mencari rombongan test drive.
Berkat bantuan warga yang melintas di jalur yang jarang dilewati kendaraan, rombongan berhasil keluar dari segala rintangan berat yang tersaji di dalam hutan di wilayah Gayo Lues. Beruntung tidak ada harimau yang melintas karena jalur itu adalah wilayah pencarian mangsa si raja hutan. Namun rombongan harus melewati tanah bekas longsor yang berpagar jurang. Navara harus merayap di medan licin dan harus bisa melalui pohon berdiameter 60cm yang baru saja tumbang.
Tidak ada recovery kit dan logistik yang minim.
>>>Klik laman berikutnya
Hari kedua
Hari kedua
Menuju Banda Aceh, rombongan menggunakan kapal cepat dari Pelabuhan Bebas, Sabang. Waktu tempuh untuk merapat ke daratan Sumatera memakan waktu 45 menit. Sementara, unit Navara diangkut dengan kapal feri yang waktu tempuhnya lebih lama dua jam.
Dari Dermaga Ulee Lheue, rombongan diarahkan ke museum Tsunami. Peristiwa tsunami 26 Desember 2004 terekam di sini. Bangunan empat lantai seluas 2.500 m2 yang diarsiteki Ridwan Kamil ini, memberikan gambaran tentang peristiwa yang terjadi dan upaya pencegahan mengurangi resiko bila mungkin tsunami kembali menyerang.
Lepas makan siang, perjalanan dengan Navara dilanjutkan. Tujuannya Bireuen yang jaraknya sekitar 225 km dari Banda Aceh.
Menyusuri jalur timur, Liputan6.com masih menggunakan varian yang sama. Di jalan kosong dengan pemandangan hamparan sawah, mobil sanggup dipacu hingga 150 km/jam. Menaikan kecepatan sangat mungkin dilakukan di jalur itu.
Maklum, tenaga mesin untuk varian VL sangat besar, 190 Tk. Beda dengan varian SL yang hanya 163 Tk. Beruntung tes kali ini dapat gizi dari Pertamina Dex, entah bagaimana performanya bila pakai Biosolar. Yang pasti, kali ini Navara tidak mengeluarkan asap ngebul pada knalpot sebagaimana kendaraan pikap ganda yang biasa kita lihat di jalan.
Varian ini sudah dilengkapi dengan 8 way electric seat. Kiranya, fitur ini hanya bagian dari pembeda kasta. Pasalnya kalau kita miliki dan gunakan sendiri, pasti setting posisi duduk tidak akan berubah. Fitur ini hanya berguna di awal kita memilikinya. Tidak terlalu penting. Yang terasa berguna justru desain lumbar dan spinal support-nya.
Tapi kalau keberadaan tiptronic sangat bermanfaat. Fun to drive bisa dicapai dengan fitur ini. Apalagi ketika ingin mengurangi kecepatan, engine brake bisa membantu dari 7 rasio gigi yang dimilikinya. Walau tidak sebesar engine brake yang diberikan transmisi manual.
Di MID, terbaca konsumsi BBM. Di sana ditulis 9,4 km/liter solar. Dalam kondisi pengendaraan seperti ini, satu tangki bbm yang berukuran 80 liter dapat membawa Navara berlari hingga 752 kilometer.
Untuk pengendalian, kemudi terasa berat. Tapi bagi pecinta off road, pasti putaran berat ini akan terasa nikmat karena tidak seberat mobil yang tidak memakai power steering.
Uniknya, stabilitas All New NP300 Navara terasa mantap. Performa coil spring di roda belakang bekerja baik meredam pergerakan bodi mobil. Formula ini beda dengan kebanyakan kendaraan pikap ganda yang memakai per daun. Tinggal kita tunggu ceritanya bila beban berat dipanggul mobil ini.
Lepas meneguk kopi di Bireuen petang itu, perjalanan diarahkan ke barat menuju Takengon. Kembali jalur mendaki dan berliku tersaji. Salutnya, sepanjang hari ini, jalan aspal hampir 90 persen mulus. Hanya saja di beberapa tempat jalan menyempit. Agak berbahaya karena ada beberapa ruas yang tidak terbaca dengan baik di GPS yang membuat mobil nyelonong ke jalur itu, padahal seharusnya berbelok. Permasalahan GPS juga sempat terjadi saat Navara nomor 6 salah arah.
Singkat cerita, perjalanan hari kedua berakhir pada pukul 21.00 WIB, rombongan tiba di Takengon
>>>Klik laman berikutnya [lenyap di Bumi Aceh]
Advertisement
Hari ketiga
Hari ketiga
Kring.. morning call berbunyi pada 04.30 WIB. Sebagian pergi mencari sun rise. Sayang surya tidak menepati janji. Ia bersembunyi di balik awan Danau Laut Tawar, Aceh Tengah.
Ekspedisi berlanjut pukul 08.00 WIB. Lepas menikmati ikan Depik sebagai lauk pendamping pagi itu. Liputan6.com berganti mobil. Kali pakai tipe SL M/T. Jok tidak lagi berbahan kulit, head unit bukan 2 DIN yang bisa melihat kondisi belakang mobil dari kamera, juga tidak ada multi function steering.
Setting mesin SL juga berubah. Dibuat hanya untuk mencapai 163 Tk dan torsi 403 Nm. Tujuannya agar lebih hemat BBM.
Rute sudah di setting menuju Meulaboh. Jarak tempuh 320 km. Di sinilah mulai terjadi masalah pada navigasi. Menurut panitia, seharusnya hanya seratusan kilometer sehingga rombongan bisa sholat Jum'at di Meulaboh. Apa daya, semua GPS menuju pada rute yang sama.
Rute yang ditempuh ternyata membuai peserta. Jalan berkelok, pemandangan indah dengan kombinasi pegunungan dan sawah menggoda untuk terus melajukan Navara. Apalagi ada jalur rusak, berkerikil ataupun berlumpur, permainan empat roda bisa dilakukan dan semakin asyik. Maklum jalan sebelumnya tidak perlu Navara berpenggerak 4x4 untuk bisa melintas.
Waktu adzan mulai menipis dan ketika asam lambung mulai meninggi, semua sadar, kami salah jalur. Lokasi terakhir di Gayolues. Diputuskan rombongan berhenti di desa terdekat.
Di Kampung Batu Kapur, kami beristirahat. Apa yang ada di warung, langsung diserbu. Asupan karbohidrat sebagai sumber tenaga diperoleh dari mie instan.
Dari warga setempat pula informasi dikumpulkan. Mau rute ringan berarti harus balik arah. Tapi yang menguatkan hati adalah penilaian warga yang menganggap Navara bisa melampauinya. Keputusannya, lanjut karena jaraknya lebih pendek dengan waktu tempuh sekitar tiga jam walau jalan kembali mendaki.
Jalan sempit kembali ditemui. Menyusuri sungai berbatu dan semak belukar. Masuklah rombongan di Blangkejeren-Rikit Gaib.
Lereng lonsor kembali terlihat. Jalan cukup satu mobil dengan dasar yang sudah longsor. Pasukan Navara bisa lewat. Begitu jalan mendaki dan tidak beraspal padat lagi, matahari mulai tertutup awan tebal. Rintik hujan membasahi bumi kurang lebih pukul 17.00 WIB. Tantangannya jalan menanjak dengan kemiringan sekira 35 derajat.
Navara diputuskan menggunakan fitur 4L. Merayap dan berhasil naik. Tiga X-Trail dipaksa menyerah karena jalan berkerikil itu. Putar balik namun manajemen NMI tetap ikut dan masuk di antara 7 Navara.
Gelap, jalan longsor dan hujan jadi perpaduan sempurna rintangan Jumat malam itu. Batas waktu tempuh tiga jam yang dijanjikan warga desa terakhir sudah terlampaui. Jalan tak kunjung menurun bahkan terus mendaki.
Di titik ini, tajuk ekspedisi jadi kenyataan. Semua fitur di Navara bekerja untuk menaklukkan medan. Hill start assit bekerja. Begitu juga hill descent control. Sayang ban standar berukuran 255/70R16 (SL) tidak mampu mengoptimalkan traksi dan bantuan teknologi tadi.
Beberapa kali mobil terpeleset atau meluncur karena permukaan kerikil yang labil. Masih bagus, crawl ratio Navara cukup besar sehingga bisa rolling pada rpm rendah dengan torsi berlimpah. Rasio 46,996:1 untuk varian transmisi manual sudah terbilang tinggi untuk meneruskan daya ke ban dan menjaga traksi tetap baik.
Hujan tak ada tanda-tanda berhenti. Suasana hati sebagian besar peserta mulai gundah. Bukan jalan aspal ditemui, jalan makin sempit oleh semak belukar.
Tak tahu dari mana datangnya, ada sepeda motor menyusul rombongan. Motor bebek ini membawa keranjang penuh muatan di kiri kanannya. Karena repotnya, ia sempat berkeluh kesah karena janji pemerintah untuk memperbaiki jalan yang tak kunjung dipenuhi. Ternyata ia bagaikan utusan dari surga.
"Tinggal empat kilometer jalan rusaknya," ujar Pak Sabar, begitu kami memanggilnya.
Ternyata, rintangan tak kunjung berhenti. Tanah longsor datang menghadang. Jalur hanya cukup satu mobil dan tak boleh lengah atau terjerumus ke jurang yang tidak terlihat dasarnya. Penumpang pun harus berjalan menyeberangi longsor. Hanya dua orang yang punya kapabilitas mengemudikan mobil 4x4 yang boleh menyeberangkan Navara ke titik berikutnya.
Seharusnya, selepas tanah longsor tak ada lagi rintangan. Tapi, alam bicara lain. Ada pohon yang baru saja tumbang, masih segar.
Pak Sabar menginformasikan ada pembalak kayu yang punya chainsaw yang lokasinya hanya 500 meter ke depan. Tapi tim media tidak mau begitu saja menunggu ketidakpastian. lima ban cadangan dilepas untuk dijadikan tumpuan melintasi batang pohon. Begitu selesai memasang 'peralatan', dua tukang chainsaw datang menuntaskan pekerjaan.
Tidak cukup sampai di sana, cobaan datang lagi tak jauh dari pohon tumbang yang seharusnya jadi rintangan terakhir. Satu unit Navara terjerembab alur air dengan kedalaman 50-70 cm.
Di dalamnya ada Vice Presiden NMI, Izumi Sinkichi dan Head of Communications NMI, Hana Maharani. Semua selamat. Walau terseok, Navara berhasil keluar atas kerjasama yang kompak seluruh peserta ekspedisi.
Tepat pukul 24.00 WIB, jalan aspal mulus ditemukan dan sinyal penghubung peradaban modern tertangkap lagi. 22 jurnalis dan 8 managemen NMI selamat setelah belasan jam hilang tak terdeteksi!
Ekspedisi Tanah Rencong berlanjut hingga berhenti di Banda Aceh pada tujuh jam berikutnya. Luar biasa perjalanan kami!
(sts/gst)