Liputan6.com, Jakarta - Penahanan pemilik PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi, oleh Kejaksaan Agung pada Selasa, 28 Juli 2015, disayangkan pengamat ekonomi, Faisal Basri.
"Beragam komponen otomotif sudah dia hasilkan. Dengan darah dan keringat, nyaris tanpa bantuan pemerintah," tulis Faisal Basri melalui laman faisalbasri01.wordpress.com. Dasep ingin Indonesia maju melalui akselerasi industrialisasi.
Tapi, jerih payah Dasep nyatanya tak didukung penuh petinggi negeri ini. Bahkan pemerintah, acapkali `menggangu`.
"Kebijakan pemerintah sungguh sangat menyulitkan industriawan sejati seperti Dasep. Kebijakan pemerintah lebih mendorong perkembangan pedagang atau importir," jelasnya.
Faisal Basri pun paham betul bagaimana Dasep harus berjibaku dan bersaing dengan komponen otomotif impor yang bebas masuk. Sementara, ia harus membayar bea masuk impor sekira 5-15 persen untuk bahan baku dan membayar PPN impor dan PPh. Sementara importir tak seperti itu.
Kemudian, ketika hendak mendapatkan hak paten agar produknya tak mudah dijiplak, Dasep pun harus menunggu sabar. Belum lagi untuk mengantongi SNI. Semuanya ditebus dengan kocek yang tak sedikit.
Kini, untuk 20 hari ke depan, sosok yang dikenalnya memiliki nasionalis tinggi itu mendekam di Rutan Salemba Cabang Kejagung untuk kepentingan penyidikan.
"Ia kemarin ditahan oleh Kejaksaan Agung. Apa aparat kejaksaan Agung tidak pernah nonton laga F1 yang pembalap-pembalapnya sering mengalami berbagai macam masalah mesin sampai ban sehingga harus keluar dari sirkuit. Padahal mobil-mobil itu dibuat oleh pabrik mesin atau pabrik mobil terkemuka di dunia," tulisnya.
Dasep ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan 16 mobil listrik untuk tahun anggaran 2013.Â
Sengkarut ini berawal ketika dirinya didukung Dahlan Iskan, yang waktu itu masih menjadi Menteri BUMN.
Dasep dikatakan mengingkari kontrak kerjasama dengan Kementerian BUMN. Sebanyak 16 mobil untuk KTT APEC 2013 Bali tak bisa dipakai. Negara pun ditaksir mengalami kerugian Rp 32 miliar.
"Dasep hanya menghabiskan Rp 2 miliar per mobil. Sekali mencoba harus jadi sempurna. Dasep bukan malaikat. Nasionalisme yang menggebu membuat ia menerima tantangan menghasilkan mobil listrik. Ia tidak mencari untung dari proyek mobil listrik yang menjeratnya."
(gst/sts)