Liputan6.com, Jakarta - Kemacetan yang sudah menjadi santapan sehari-hari warga kota besar, seperti Jakarta, dapat memberikan dampak buruk bagi kualitas hidup seseorang. Demikian diutarakan seorang psikolog, Roslina Verauli, M. Psi., Psi.
Saat macet, katanya, orang memenuhi dua dari empat faktor stress, yaitu frustasi dan tekanan. "Manusia tidak dirancang untuk menampungnya dalam waktu lama," papar dia saat ditemui di bilangan Sudirman, Jakarta, Sabtu (12/9/2015).
"Survei menunjukkan 70 persen ingin punya waktu lebih ke keluarga. Bahkan ada survei lain menyebutkan bahwa banyak orang yang pilih punya banyak waktu daripada uang," imbuh dia. Praktis, kemacetan secara tidak langsung memberikan dampak ke individu juga keluarga.
"Kemacetan menghilangkan kedua-duanya, waktu dan kualitas bersama keluarga. Yang ada bawa stress ke rumah," paparnya.
Biar nggak stress di jalan
Untuk itu, ia menyarankan sejumlah jurus agar para pengendara tak stress di jalan. Roslina menyarankan, buatlah mobil laiknya rumah kedua. Dalam artian, dikondisikan agar senyaman mungkin.
"Bila bepergian ramai-ramai satu mobil, buat kegiatan yang sederhana. Intinya nyanyi sama-sama, saling cerita. Pokoknya buat fun," saran dia.
Lalu, bila berkendara sendiri, jadikan waktu selama di jalan sebagai momen evaluasi dan lakukan kegiatan yang menyenangkan.
"Saat nyetir sendiri kita bisa merenung, evaluasi dalam banyak hal untuk kebaikan diri sendiri juga orang lain. Untuk fun-nya, bisa dengar musik sambil nyanyi. Ambil positifnya, dalam kondisi stress manusia biasanya bisa melakukan sesuatu yang lebih baik. Hidup kan memang seperti itu" katanya.
(gst/sts)
Ternyata, Macet-macetan Berdampak Buruk
Saat macet, orang memenuhi dua dari empat faktor stress, yaitu frustasi dan tekanan.
Advertisement