Sukses

Penyebab Harley-Davidson Tak Laku di Indonesia

Ada sejumlah faktor yang membuat motor Harley-Davidson tak dilirik konsumen Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Penutupan dealer PT Mabua Motor Indonesia di Iskandarsyah pada Oktober 2015 tak banyak membantu. Alih-alih melakukan efisiensi, agen Harley-Davidson justru tak kuat menahan beban.

Surat yang mengatasnamakan Presiden Direktur PT Mabua Harley-Davidson Djonnie Rahmat menyedot perhatian. Secara terang benderang, mereka mengaku tak kuat lagi menjual motor gede (moge) asal Amerika itu di dalam negeri.

Sebagaimana yang tertuang pada surat itu, ada banyak kendala yang harus dihadapi para pemain motor besar.

Tentu saja pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang terjadi sejak 2013 membuat langkah perusahaan tertatih-tatih. "Sampai saat ini mencapai lebih kurang 40 persen (pelemahannya)," kata Djonnie.

Parahnya lagi, aturan yang diterbitkan pemerintah kian memperparah kondisi. Tarif bea masuk serta pajak terkait dengan impor dan penjualan besar makin membuat konsumen enggan membeli motor besar.

Djonnie menambahkan ada empat aturan yang selama ini memberatkan importir motor besar, yakni:

  • PMK No 175/PMK.011/2013 tentang Kenaikan Tarif PPh 22 Import dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen;
  • PP No 22 Tahun 2014 tentang Kenaikan Pajak Penjualan Barang Mewah dari 75 persen menjadi 125 persen;
  • PMK No 90/PMK.03/2015 tentang Penetapan Tarif PPh 22 Barang Mewah untuk Motor Besar dengan Kapasitas Mesin di Atas 500 cc dari 0 persen menjadi 5 persen; dan
  • PMK No 132/PMK.010/2015 tentang Kenaikan Tarif Bea Masuk Motor Besar dari semula 30 persen menjadi 40 persen.

"Total keseluruhan pajak untuk importasi motor besar mencapai hampir 300 persen, tidak termasuk bea balik nama dan lain-lain. Faktor-faktor di atas telah mengakibatkan kelesuan pasar serta penurunan minat beli," tutur Djonnie.