Liputan6.com, Jakarta Sidang dugaan praktik kartel penentuan harga skuter matik (skutik) 110-125 cc yang dilakukan antara PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM) memasuki babak akhir.
Rencananya, keputusan sidang dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 itu akan dibacakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Senin, 20 Februari 2017.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini pula mendapatkan tanggapan langsung dari Ketua Umum Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata. Menurut Gunadi, meski belum mengetahui putusan akhir dari persidangan, namun bukti-bukti yang disebutkan adalah tidak tepat.
Dalam sidang sebelumnya, Yamaha dan Honda diduga melakukan pertemuan antara manajemen membahas kesepakatan harga skuter 110-125 cc, perintahnya dilakukan dengan cara pengiriman surat elektronik. Selain itu, Yamaha dan Honda kembali bertemu untuk membahas harga sembari bermain golf.
“Makanya, masa kita ketemu di Town Square enggak boleh? Kalau ketemu, emang bicara kartel? Kan tidak. Terus email, saya kira agak keluar konteks managemen perusahaan, agak keluar konteks dari cara marketing,” ungkap Gunadi saat ditemui di Cilandak Town Square, Jakarta, Sabtu, (17/2/2017).
Sebaliknya, menurut Gunadi, dalam menjalankan bisnis tentu seorang pimpinan perusahaan tidak akan tinggal diam jika melihat kompetitor melakukan rencana dan gebrakan.
Artinya, sang pimpinan juga pasti memerintahkan semua anggota atau karyawannya untuk melancarkan strategi baru di pasaran.
“Supaya kita pasarnya tidak tergerus, kita harus melakukan sesuatu mengantisipasi, dan itu tidak lucu (saling balas) email, itu email internal. Kenapa itu dipersoalkan?” kata Gunadi.
Dia pun memastikan, untuk menaikan harga, baik Yamaha maupun Honda memiliki strategi masing-masing. Namun, mereka tidak bisa menaikan harga sekaligus, melainkan secara bertahap.
Jika itu dilakukan, maka kenaikan harga skuter akan langsung tinggi. Dan itu akan memberatkan konsumen.
Kenaikan harga memang dilakukan setiap tahun. Gunadi menyatakan, hal itu sengaja karena terdapat sejumlah faktor mulai dari kenaikan upah, nilai tukar rupiah, harga bahan baku, dan lainnya. Itu bukan kartel.
“Jadi kalau naik (harga) sendiri, pasarnya akan terganggu dan turun. Makannya bertahap sampai ada penyesuaian untuk kekuatan (daya beli) konsumen,” ungkapnya.