Liputan6.com, Naypyidaw - Di Indonesia posisi setir mobil berada di kanan, sementara lajur jalan yang dipakai di kiri. Sementara di negara lain, umumnya di Eropa, ada pula setir yang di kiri, sementara lajurnya pakai kanan.
Karenanya, Indonesia masuk dalam kategori left-driving countries. Sementara negara lain, disebut right-driving countries. Beberapa negara yang menganut right-driving adalah Amerika Serikat (AS), mayoritas negara Eropa, dan Tiongkok.
Jika diperhatikan, posisi roda kemudi dan jalan yang dipakai selalu berlawanan. Roda kemudi kanan, maka lajur jalan kiri, pun sebaliknya.
Advertisement
Baca Juga
Tentu ini bukan tanpa sebab. Roda kemudi dengan lajur yang berlawanan memudahkan pengendara, misalnya untuk berbelok atau melihat lebih mudah ke lajur lawan arah.
Namun ada hal yang unik di Myanmar, negara tetangga kita. Di sana, roda kemudi berada di kanan, sekaligus juga lajur berkendaranya.
Laman minordiversion.com, dilihat Senin (10/4/2017) menyebut, sebetulnya Myanmar adalah bagian dari left-driving countries, karena ia adalah bekas koloni Inggris sampai 1948. Hampir semua left-driving countries memang bekas jajahan Inggris.
Hal ini terus bertahan hingga 1970. Saat itu, pemerintah yang masih dikuasai Junta Militer, memindahkan semua lajur berkendara ke kanan. Namun begitu, aturan ini tidak lantas diikuti oleh perubahan posisi setir. Setir tetap ada di kanan.
Ada beberapa teori mengapa kebijakan tidak wajar ini diberlakukan. Anehnya, dua teori utama sama sekali jauh dari kesan ilmiah, misalnya apakah secara sains mengemudi di lajur kanan pada posisi kemudi kanan lebih baik dalam hal visibilitas).
Salah satu teori yang paling dominan adalah kepercayaan bahwa negara akan lebih baik jika berkendara di sisi kanan. Hal ini diramal oleh seorang dukun yang dekat dengan istri kepala negara kala itu, Jenderal Ne Win.
Teori kedua, perubahan lajur terinsiprasi dari mimpi Ne Win itu sendiri. Dalam mimpinya ia mengaku mendapat ilham untuk mengubah cara berkendara orang Myanmar.