Liputan6.com, Jakarta Gemerlap Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2017 baru saja usai. Bintang yang bersinar terang kali ini adalah Mitsubishi Xpander. Low multi purpose vehicle (LMPV) terbaru ini seperti meredupkan cahaya produk lain yang sudah ada sebelumnya.
Advertisement
"Desainnya bagus, mobilnya tinggi, dan buat wanita juga oke," demikian ungkapan Maurice, seorang pengunjung pameran asal Pantai Indah Kapuk, setelah mencoba LMPV (low multi purpose vehicle) terbaru, Mitsubishi Xpander, minggu lalu di arena pameran di kawasan Bumi Serpong Damai.
Komentar Maurice tentu bukan ukuran yang akurat untuk menggambarkan minat kaum hawa secara umum terhadap LMPV. Namun, selama ini mereka memang identik dengan citycar berukuran mungil, yang mudah bermanuver di perkotaan. Maurice merupakan satu dari 1.276 calon konsumen yang melakukan test drive Mitsubishi Xpander.
Keseriusan Mitsubishi menggarap pasar mobil penumpang di Indonesia dibuktikannya dengan menjadikan GIIAS sebagai ajang World Premiere Xpander. Di samping itu, untuk menunjang produksinya, Mitsubishi membangun pabrik baru di kawasan Cikarang, Jawa Barat.
Dan benar saja, PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) kebanjiran order selepas merilis jagoan barunya dengan harga berkisar dari Rp 189 juta hingga Rp 245 jutaan. SPK (surat pemesanan kendaraan) yang dikantongi selama pameran mencapai 6.374 unit, dengan 5.281 unit di antaranya adalah Xpander. Angka ini hampir tiga kali lipat dibanding total order mereka di perhelatan yang sama tahun lalu.
Catatan gemilang itu bahkan jauh lebih banyak ketimbang LMPV pertama Honda yang lahir pada 2013. Saat PT Honda Prospect Motor memperkenalkan Mobilio di IIMS (Indonesia International Motor Show) 2013 silam, total pesanan yang tercatat untuk Mobilio hanya 2.508 unit.
Lantas bagaimana dengan Toyota Avanza yang selama ini merajai pasar LMPV dengan pangsa sekitar 40 persen? Menurut catatan yang diberikan Toyota Astra Motor, hingga Jumat (18/8) Avanza hanya terjual 1.863 unit di pameran tersebut. Angka yang sangat jauh tertinggal dengan Xpander. Meledaknya pesanan Xpander pada saat launching bisa menjadi sinyal bagi Toyota untuk bersiaga. Jika melihat target produksi Avanza tahun ini yang mencapai 120 ribu unit, maka sebetulnya Toyota masih bisa bersikap tenang-tenang saja, mengingat target Xpander hanya produksi sekitar 60 ribu.
Hal yang lain adalah, Avanza pernah mengalami kondisi yang "mirip" pada 2014 saat Honda Mobilio hadir. Kala itu Honda Mobilio sanggup mencatatkan penjualan 79.288 unit. Sedangkan Toyota Avanza turun drastis dari angka tertinggi yang pernah diraih, yakni 213.458 unit di tahun 2013, menjadi 162.070 unit di 2014. Dan sejarah akhirnya juga mencatat, Mobilio hingga kini belum mampu menggeser dominasi Avanza.
Namun, terlepas dari kehadiran Xpander, yang secara langsung bisa menjadi ancaman buat Avanza, segmen LMPV memang mulai sangat ketat. Selain Xpander, perusahaan otomotif asal Cina juga menantang Avanza dengan menawarkan harga yang murah. Wuling Confero mulai mengusik konsumen LMPV yang memang sangat sensitif dengan harga jual mobil. Harga yang ditawarkan Wuling bukanlah harga promosi, tapi sudah fix. Timbul pertanyaan bagaimana Confero bisa semurah itu?
Biar menyengat pasar dan langsung diterima besaran umum kantong konsumen, Wuling Confero sangat murah. Harganya mulai antara Rp 128,8 - 165,9 juta. Angka yang sangat jauh berbeda dengan kebanyakan LMPV. Menurut Presiden Direktur Wuling Motors, Xu Feiyun, salah satu faktor murahnya harga Confero adalah desainnya yang tidak berubah dari negeri asalnya. "Desain untuk model tersebut sudah lama. Menggunakan desain yang sama dari Cina," terang Feiyun kepada Liputan6.com.
Faktor selanjutnya adalah lokalisasi dengan menggandeng perusahaan dalam negeri. "Kami cari pemasok lokal untuk menyediakan suku cadang untuk kami. Saat ini sudah 56 persen (kandungan lokalnya). Supplier lokal membantu kami menurunkan biaya produksi mobil," jelasnya.
Lebih lanjut Feiyun mengatakan, hal lain yang mendukung rendahnya harga produk Wuling adalah manufacturing. Kesamaan teknologi yang digunakan membuat produksi mobil Wuling menjadi lebih mudah. "Dari segi link, supaya bisa menghemat biaya produksi," lanjutnya.
Avanza Mampu Bertahan?
Letupan yang terjadi di GIIAS 2017 belum bisa merefleksikan secara keseluruhan pertempuran sengit di segmen LMPV. Sepanjang kehadiran Honda Mobilio maupun Suzuki Ertiga, Toyota Avanza masih mendominasi. Penjualannya tahun lalu sebesar 122.649 unit. Sementara total di segmen ini sebesar 249.927 unit, artinya pangsa pasarnya masih 49,1 persen. Dominasi terbesarnya terjadi pada 2011 sebesar 63,8 persen.
Banyak hal yang dipercayai sebagai faktor kuat bertahannya Toyota Avanza. Nama besar Toyota jadi salah satu faktor kuat. "Toyota Avanza memiliki struktur kendaraan yang mencakup semua aspek. Mulai dari ketangguhan, ketersediaan suku cadang, biaya perawatan atau servis yang masuk akal, sampai daya angkut yang fleksibel. Harga jual kembali Avanza sangat baik di pasaran," ujar Syakur Usman, Ketua Bidang Media dan Publikasi Avanza-Xenia Club (Axic), kepada Liputan6.com.
TAM sendiri tidak terlalu reaktif dengan menunjukkan kekhawatiran tinggi atas kehadiran Xpander maupun Wuling. "Xpander bagus, stylish hampir sama kayak Mobilio saat pertama kali keluar. Itu bagus, jadi customer ada pilihan baru di kelas MPV," ujar Executive General Manager PT Toyota Astra Motor (TAM), Fransiscus Soerjopranoto. Namun, mereka tetap waspada "Kami lagi mikirin next Avanza ini mau bagaimana, apakah ngikutin aliran Mitsubishi atau Daihatsu. Karena kami join development. Toyota sama Daihatsu harus kolaborasi."
Namun tak bisa dipungkiri seperti terlihat pada grafik di bawah. Tren Toyota Avanza mengalami penurunan.
Kolaborasi Toyota - Daihatsu terjadi pada tahun 2003. Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia adalah proyek mobil kembar yang digagas pabrikan Toyota dan Daihatsu Indonesia, pasca krisis moneter 1998/1999. Maklum saja, karena krismon itu, harga mobil keluarga seperti Toyota Kijang naik hingga tiga kali lipat menjadi Rp 180 jutaan.
Dengan positioning di bawah Toyota Kijang, duo Avanza-Xenia dibanderol Rp 70 juta untuk varian paling standar saat itu. Berkonsep mobil keluarga kecil tapi mampu mengangkut tujuh penumpang, Avanza dan Xenia sontak menarik perhatian konsumen otomotif.
Kolaborasi tersebut mengadopsi sasis maupun bodi kepunyaan Daihatsu Taruna, dengan dimensi yang sedikit lebih mungil. Teknologi yang diadopsi lainnya adalah sistem suspensi dan juga sistem penggerak roda.
Agar kolaborasi ini tidak saling bersinggungan, Daihatsu Xenia ditawarkan dengan mesin 1,0 liter dan 1,3 liter, dengan kisaran harga Rp 70 - 85 juta. Lain halnya dengan Toyota, yang memposisikan Avanza menjadi sedikit lebih mahal. Avanza hanya ditawarkan dengan mesin 1,3 liter dengan harga jual Rp 100 - 120 juta.
Untuk mengamankan model lainnya, saat itu Toyota memangkas varian Kijang yang harganya bersinggungan, sehingga tersisa varian Kijang berharga di atas Rp 150 juta.
Di tahun 2004 bukan Toyota-Daihatsu saja yang bermain di segmen LMPV, Suzuki turut terjun dengan LMPV boxy semi bonnet yang dikenal sebagai APV. Sepanjang 2004, Toyota Avanza terjual 43.936 unit, Daihatsu Xenia 22.006 unit, dan Suzuki APV 8.998 unit. Sehinggal total LMPV yang terjual adalah 74.940 unit, dengan wholesales di Indonesia 483.170 unit.
Kiranya kebangkitan desain Toyota akan terjadi setelah Toyota meluncurkan C-HR, paling cepat akhir 2017. "Tonggaknya C-HR, karena kapan lagi Toyota ngeluarin yang stylish. Tapi gak semua orang main di stylish karena ada beberapa orang yang tetap butuh fungsional," tambah Soerjo. Toyota tak mau terburu-buru mengeluarkan produk baru selepas kehadiran banyak penantang Avanza. "Timeline generasi baru? Lagi kami buat tapi belum bisa pastiin kapan, kami masih survei terus. Sebenarnya autoshow itu buat survei."
Menyoal masa depan segmen MPV, Direktur Administrasi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azzam menyatakan, untuk melihat apakah tren otomotif ke depan masih MPV atau bukan, harus dilihat dari tiga faktor. “Pertama konsumennya seperti apa? Bagaimana preference konsumen ke depan, itu sangat menentukan. Produknya tidak hanya untuk konsumen domestik, tetapi juga ekspor, karena kita butuh volume,” ungkap Bob.
Faktor kedua, lanjut Bob, mobil yang dibuat harus sesuai standar emisi yang diatur pemerintah. Sebab menurut dia, ke depan perihal emisi akan menjadi faktor menentukan. Selain itu hal yang berkaitan dengan emisi yaitu dimensi mobil. Jika bobot mobil dibuat semakin besar, maka tidak menutup kemungkinan semakin besar pula emisinya.
Sementara untuk faktor ketiga adalah infrastruktur. Salah satu yang berkaitan dengan otomotif nanti adalah infrastruktur jalan. “MPV ini dibuat karena masalah jalannya yang enggak mau mentok di jalanan sehingga butuh ground clearance yang tinggi. Itu salah satu preference konsumen,” ucap Bob.
MPV kata dia, sangat berpengaruh dengan seberapa besar keinginan keluarga, apakah mereka ingin mengendarai mobil kecil atau menyukai kendaraan dengan kapasitas besar.
"Jadi industri otomotif berlomba-lomba, apakah di mesin, atau di material, sehingga membuat mobil menjadi ringan dan emisi menjadi bagus, tentu harga bisa dipertahankan. Kalau emisi besar, celaka juga kan harganya," tutupnya.
Yang perlu diingat, ancaman bagi raja LMPV tidak hanya datang dari Mitsubishi Xpander dan Wuling Confero S saja. Beberapa pemain lama juga akan berbenah diri dan mempersiapkan strategi untuk membendung serangan dari pendatang baru. Sebut saja Ertiga dan Mobilio yang pernah merasakan manisnya segmen ini. Dan jangan lupa, aliansi Renault-Nissan dan Mitsubishi yang bisa menggunakan strategi berbagi platform milik Xpander untuk menciptakan LMPV baru. Kita tunggu seberapa kuat daya tahan Toyota Avanza!
Advertisement