Sukses

Suku Cadang Palsu Bersarang di Indonesia, Berbahaya?

Produk fast moving yang dibuat pabrikan lokal dianggap cukup mudah dibuat namun minim teknologi canggih.

Liputan6.com, Bekasi - Industri otomotif Indonesia rupanya menjadi salah satu lahan subur bagi tindakan kejahatan khususnya dalam hal pemalsuan. Menurut Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Justisiari P. Kusumah, produk otomotif yang paling banyak dipalsukan adalah komponen fast moving.

“Data saat ini tidak ada, tapi di 2005 dan 2010 itu, fokus pada spare part, apalagi ada barang KW1, KW2. Enggak bisa saya sebutkan detail tapi yang jelas itu produk fast moving banyak (palsu),” ungkap Justisiari saat ditemui pabrik pelumas Shell Indonesia, di Merunda, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (18/10/2017).

Kata Justisiari, dari data yang diperoleh produk fast moving untuk otomotif yang dipalsukan di Tanah Air bukan didatangkan dari luar negeri, melainkan diproduksi secara lokal.

Sebab, lanjut Justisari, produk spare part fast moving yang dibuat pabrikan lokal dianggap cukup mudah dibuat namun minim teknologi canggih.

Dia pun tak menampik, bahwa produk imitasi tetap banyak dicari harga yang jauh terjangkau. Namun karena barang palsu jauh dibuat tidak canggih, jadi di bawah standar keamanan dan keselamatan.

“Yang kami takutkan, konsumen misalnya pakai rem palsu, lalu tabrakan, dia komplain ke pemegang merek sebenarnya, ini yang kita takutkan,” ucapnya.

Oleh karena itu, dia menghimbau agar konsumen di Tanah Air lebih cerdas membeli produk original. Sebab, membeli barang palsu bukan hanya sekedar berbahaya, tetapi mengurangi pendapatan negara.

“Pendapatan negara kan untuk membangun pembangunan bersama, kalau kita kurangi pendapatan negara, maka negara kita bisa kurang maju,” ucapnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 
2 dari 2 halaman

Peran Produsen Menghadapi Barang Palsu

Untuk mencegah peredaran barang palsu, termasuk di bidang otomotif, setidaknya hal itu juga harus dilakukan para produsen otomotif di Indonesia.

Untuk mengatasi peredaran barang palsu, para produsen harus melakukan preventif defensive dan offensive.

“Prefentive defensive, ketika kompetitor dan termasuk si produsen barang palsu mengeluarkan produk-produk baru, bagus dan menarik, maka mereka harus melakukan upaya hukum, upaya komersial, supaya produk kita tidak kalah,” tuturnya.

Sedangkan Prefentive offensive, maka hal yang perlu dilakukan melakukan upaya hukum, seperti melapor kepada pihak kepolisian dan menggugat perdata pemasok barang palsu.

“Kalau kamu tahu barangmu dipalsukan harusnya lapor, supaya konsumen tidak beli. Karena selaku produsen harus tahu adanya UU Perlindangan Konsumen, jadi kita wajib memberitahukan produknya,” ucapnya.