Sukses

Ekspor ke Vietnam Tertunda Toyota Indonesia Rugi Besar, Berapa?

Ekspor ke Vietnam tertunda Toyota Indonesia mengalami kerugian besar. Berikut rinciannya.

Liputan6.com, Jakarta - Ekspor ke Vietnam tertunda, Toyota Indonesia mengalami kerugian besar. Hal ini karena dampak peraturan baru impor Vietnam.

Akibatnya, PT Toyota Motor manufacturing Indonesia (TMMIN) harus menunda pengiriman unitnya ke Vietnam mulai awal tahun ini.

Dijelaskan Bob Azam, Direktur Administrasi, Corporate & External Affairs PT TMMIN, untuk model yang diekspor ke Vietnam paling banyak Toyota Fortuner, sebesar 2.000-an unit per bulan.

Lalu, berapa kerugian yang dialami Toyota dengan adanya penundaan ekspor ini?

"Sedang kita kalkulasi (kerugiannya), karena tahunan hitungnya. Kalau per bulan, kita lihat dulu. Revenue kita Rp 3 triliunan per tahun akan berdampak," jelas Bob kepada Liputan6.com, Senin (29/1/2018).

 Lanjut Bob, dengan adanya penundaan impor ke Vietnam ini, tidak ada penghentian produksi. Pasalnya, tidak ada line produksi khusus untuk pasar ekspor maupun pasar domestik. "Tidak ada penghentian, karena kita tetap harus adjust antara domestik dan ekspor," pungkasnya.

Untuk diketahui, jumlah ekspor dari pabrikan mobil besar di Jepang, Thailand, dan Indonesia mencapai seperlima dari pangsa pasar di Vietnam atau sekitar 1.000 unit per bulan. Untuk mobil yang diimpor, seperti pikap Hilux, Yaris, Fortuner, dan merek Lexus.

"Pasar Vietnam melambat tahun lalu dengan jelas, karena konsumen menahan diri untuk tidak membeli saat menunggu penghentian tarif pada akhir 2017," jelas Presiden Toyota Motor Thailand, Michinobu Sugata.

Memang, penjualan mobil di Vietnam antara Januari hingga November merosot 10 persen, menjadi 245 ribu unit.

"Kami mengantisipasi lompatan besar pada 2018, namun karena hambatan non-tarif yang ditetapkan oleh pemerintah Vietnam, kami sama sekali tidak dapat mengekspor ke pasar," tambahnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Regulasi baru

Untuk diketahui, peraturan yang disebut sebagai Dekrit 116 ini telah diumumkan pada Oktober 2017. Dalam peraturan tersebut, saat melakukan impor diperlukan uji emisi dan keselamatan yang harus dilakukan pada setiap batch mobil yang diimpor. Padahal sebelumnya, hanya menguji setiap model dalam pengiriman pertama.

Kementerian Perdagangan dan Industri Jepang di Vietnam mengatakan, satu tes emisi bisa memakan waktu hingga dua bulan dan menghabiskan biaya hingga US$10 ribu.

"Ini akan menyebabkan banyak waktu dan uang," ujarnya kepada Perdana Menteri (PM) Vietnam, Nguyen Xuan Phuc, Desember tahun lalu.

Dengan begitu, setiap model yang dimpor harus mendapatkan sertifikat Vehicle Type Approval (VTA) dari otoritas negara pengekspor. Dengan VTA ini, untuk menunjukan bahwa kendaraan tersebut memenuhi standar di negara yang kendaraan tersebut bakal dijual.

Sejak keputusan tersebut, eksportir besar seperti Jepang, Thailand, dan Amerika Serikat telah menyatakan keprihatiannya kepada Vietnam. pasalnya, sudah tidak mungkin pihaknya menjual kendaraan ke Vietnam, dan keputusan tersebut dapat melanggar peraturan Organisasi Perdagangan Dunia.