Sukses

Langkanya Bus Kayu Pownis, Tersisa Dua Unit di Bangka

Bus kayu kini sudah tak pernah terlihat lagi di jalan raya kota besar. Namun Anda masih bisa melihat keunikan bus kayu Pownis asal Pangkal Pinang, Bangka Belitung.

Liputan6.com, Jakarta Bus kayu kini sudah tak pernah terlihat lagi di jalan raya kota besar. Namun Anda masih bisa melihat keunikan bus kayu Pownis asal Pangkal Pinang, Bangka Belitung, di pameran Indonesia Classic N Unique Bus (INCUBUS) yang berlangsung di Hall B JIEXPO Kemayoran pada 22-24 Maret 2018.

Bus kayu Pownis yang dulunya digunakan sebagai angkutan umum dari Pangkal Pinang-Sungai Liat PP (Pergi-Pulang), kini hanya tersisa dua unit saja.

Kepala Museum Timah Indonesia Pangkal Pinang, Muhammad Taufik mengatakan bus kayu Pownis sudah sulit ditemukan kembali, terlebih di jalan raya.

"Saat ini khususnya di museum, ada dua termasuk yang dibawa ini. Yang lain sekarang sulit ditemui. Di museum juga dipakai untuk mengantar wisatawan," kata Taufik kepada Liputan6.com, Kamis (22/3/2018).

Pownis sendiri ternyata merupakan sebuah singkatan yang biasa dipakai orang-orang Tionghoa di Bangka.

"Pownis singkatan dari Persatuan Oto-oto Warga Negara Indonesia-Sungai Liat. Jadi mereka ingin diakui sebagai WNI pada saat itu," ujarnya.

Menurutnya semakin lama penggunaan bus kayu Pownis kian berkurang karena kalah saing dengan transportasi lain di Bangka.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Awal Beroperasi

"Mobil ini beroperasi dari tahun 70-an sampai 2012 terakhir, tapi sudah berkurang karena kalah dengan transportasi lain," ujarnya.

Taufik mengatakan Pownis terbuat dari kayu-kayu pilihan yang ada di tempat asalnya.

"Dari kayu-kayu yang kuat, yang super dari Bangka. Kalau di sini sama seperti jati mungkin," kata Taufik.

Hal senada juga disampaikan A.M Fikri selaku Project Coordinator Incubus 2018. Menurutnya, Pownis terbuat dari bahan kayu jati dan menjadikan harganya lebih mahal dibandingkan bus lain.

"Bus kayu memang sudah jarang ya sebenarnya dari tahun 60 sampai terakhir 90-an. Pemiliknya menjual karena merasa sudah gak mampu untuk merawatnya lagi dan ini dari bahan kayu jati jadi harganya mahal," kata Fikri di kesempatan yang sama.