Liputan6.com, Jakarta - Pembuatan Surat Izin Mengemudi atau SIM, harus disesuaikan dengan kendaraan apa yang akan dibawa oleh pengemudi tersebut. Berdasarkan pasal 1 nomor 23 Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, seorang pengendara kendaraan bermotor (ranmor) dapat disebut sebagai “pengemudi” ketika sudah memiliki SIM.
Di Indonesia terdapat lima jenis SIM, yakni SIM A, SIM B I, SIM B II, SIM C, dan SIM D. Dari kelima jenis tersebut, penggolongan SIM ada dua, yaitu perseorangan dan umum. SIM umum tidak ada pada SIM C (sepeda motor) dan SIM D (penyandang cacat).
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2012 Tentang Surat Izin Mengemudi (SIM) Bab 2 Pasal 7, SIM perseorangan, terdiri atas:
Berlaku untuk mengemudikan kendaraan dengan jumlah berat maksimal 3.500 kg, berupa mobil penumpang perseorangan dan mobil barang perseorangan
SIM B I
Berlaku untuk mengemudikan kendaraan yang memiliki berat lebih dari 3.500 kg. Kendaraan ini berupa mobil bus perseorangan dan mobil barang perseorangan.
SIM B II
SIM BII untuk mengemudikan kendaraan alat berat, kendaraan penarik, dan truk gandeng perseorangan. Untuk truk gandeng, berat kendaraan maksimal lebih dari 1.000 kg.
SIM C
SIM yang berlaku untuk mengemudikan sepeda motor.
SIM D
Berlaku bagi penyandang cacat yang mengemudikan kendaraan bermotor.
Sedangkan dalam Pasal 8 mengenai SIM umum, tidak ada yang membedakan untuk berat kendaraan dan jenisnya. Tapi harus berdasarkan pelat kendaraan. Jika kendaraan yang digunakan berpelat kuning (umum), maka diwajibkan pengemudi memiliki SIM A Umum, SIM BI Umum, dan SIM BII Umum.
SIM yang diterbitkan oleh Satpas ini berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang.
Advertisement