Â
Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemberlakuan wajib standar nasional (SNI) bagi pelumas yang beredar di Indonesia masih menimbulkan pro dan kontra. Bahkan, Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI), dengan tegas menolak wacana tersebut berlaku di pasar Tanah Air.
Â
Dijelaskan Heri Djohan, Sekertaris Jenderal PERDIPPI, saat ini pelumas yang beredar juga sudah harus wajib memberlakukan regulasi Nomor Pelumas Terdaftar (NPT). Aturan ini sendiri, sudah dibuat oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sejak 20 tahun lalu.
Â
"Setiap merek juga sudah harus ada NPT-nya, dengan mengikuti tes fisika kimia di Lemigas. Jika sudah lulus, baru badan Migas bisa mengeluarkan NPT," jelas Djohan saat berbincang dengan wartawan di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Jumat (11/5/2018).
Â
Lanjut Djohan, jika nantinya SNI diberlakukan juga tidak menambah jaminan mutu pelumas yang beredar. Pasalnya, semua persyaratan yang terdapat di SNI, sudah dimasukan ke dalam NPT yang sudah lama berlaku untuk menjaga mutu pelumas yang beredar.
Â
"Kami sudah menanyakan kepada pihak PT Sucofindo (pihak yang digandeng Kemenperin untuk uji SNI), berapa biaya pengurusan SNI. Dan biaya yang dibutuhkan sekitar Rp 500 juta per jenis dan per merek berlaku selama empat tahun," tambah Djohan.
Â
2 dari 2 halaman
Selanjutnya
Padahal, untuk pelumas yang beredar terdapat banyak jenis. Dan hal tersebut, tentu saja bakal membebankan merek, dan tentu saja berimbas kepada konsumen di Indonesia.Â
"Kalau setiap perusahaan pelumas mempunyai 40 jenis pelumas yang kena SNI, maka biaya yang dibutuhkan Rp 20 miliar selama empat tahun," pungkasnya.Â
Untuk diketahui, untuk biaya tes NPT, setiap merek hanya dibebankan biaya Rp 4 sampai 5 juta, untuk lima tahun.Â
Advertisement