Sukses

Peralihan Sepeda Motor Konvensional ke Listrik Butuh Waktu Panjang

“Saat ini kami masih butuh proses yang panjang, kalau berapa panjang kami belum tahu,” ucap Direktur Marketing PT Astra Honda Motor Thomas Wijaya.

Liputan6.com, Jakarta - PT Astra Honda Motor (AHM) selaku agen tunggal pemegang merek sepeda motor Honda sedang sibuk memperkenalkan produknya Honda PCX versi mesin hybrid. Namun begitu, perusahaan berlogo sayap kepak itu juga memiliki kendaraan jenis lain yaitu listrik.

Akan tetapi, Direktur Pemasaran PT Astra Honda Motor Thomas Wijaya menyatakan hingga saat ini AHM masih melakukan pengujian.

“Saat ini kami masih butuh proses yang panjang, kalau berapa panjang kami belum tahu,” ucap Thomas saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, akhir pekan lalu.

Thomas sendiri belum mengetahui seberapa lama studi yang sedang dilakukan. Sebab, hingga masih banyak regulasi dan ada yang harus dilakukan perubahan.

“Pokonya kami melihat prosesnya masih panjang. Dan kami sebenarnya masih berkoordinasi dengan AISI terkait tentang bagaimana regulasinya, karena regulasi harus disesuaikan,” ungkapnya.

 

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Evolusi

Untuk menghadirkan sepeda motor listrik ada hal yang berbeda, seperti eveolusi sepeda motor sebelumnya mulai dari sport, bebek hingga matik.

“Kalau matik dulu lebih kepada fungsional dan cara mengendarai. Nah kalau motor listrik itu kan, pertama feeling riding-nya totally berbeda, mungkin merasakan akselerasi jauh berkurang,” ungkap.

Kedua, kata Thomas ada yang harus disesuaikan khususnya perihal suara mesin dan suara knalpot.

“Jadi, orang Indonesia kalau kami lihat suka gas-rem-gas-rem. Kedua, ingin jreng-jreng (ngebut), sampai-sampai ada pengamanan untuk knalpot. Nah itu yang kalau kami lihat dari sisi keinginan konsumen,” katanya.

Tak hanya itu, Thomas menyebutkan hal yang harus diperhatikan adalah infrastruktur. Saat era sepeda motor matik, tak ada perubahan infrastruktur, termasuk saat perpindahan dari sport ke bebek dan bebek ke matik.

Berbeda dengan model listrik, sebab ada hal yang harus diubah secara total. Hal ini karena kendaraan listrik butuh infrastruktur seperti charging station atau pengisian mobil listrik. Di Indonesia belum memadai.

Lebih lanjut Thomas menyatakan, dari sisi keamanan harus diperhatikan termasuk soal baterai.

“Itu enggak main-main, karena dayanya lebih tinggi, lama pengisian, kemudia pada saat menjadi limbah itu juga sangat-sangat diperhatikan jangan sampai kita menjadi negara yang penuh dengan limbah baterai,” terangnya.