Liputan6.com, Jakarta - Terkait rencana Ditlantas Polda Metro Jaya untuk menerapkan tes psikologi sebagai syarat penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM), Ahli Psikologi Klinis dari Pusat Konseling Personal Growth, Antonia Ratih Andjayani, mengatakan tes tersebut tidak terlalu diperlukan.
Jika ingin meningkatkan kualitas pengendara, seharusnya aturan berlalu lintas harus lebih ditegakkan.
Advertisement
Baca Juga
"Lebih signifikan (ujian praktik di jalan raya). Kalau mau diterapkan massal di seluruh Indonesia, tes psikologi ini akan menjadi kemewahan, karena sebetulnya enggak perlu-perlu amat," ujar Ratih, Senin (25/6/2018) saat dihubungi Liputan6.com, Senin (25/6/2018).Â
"Mau meningkatkan kualitas orang yang berkendara di jalan raya, justru seharusnya penerapan aturan berlalu lintas ditegakkan secara sangat disiplin oleh aparat lalu lintas sehingga mau tidak mau para penggunanya terkondisi disiplin," lanjutnya.
Berbeda dengan negara lain, menurutnya, Indonesia terbilang mudah untuk mendapatkan SIM.
Â
Selanjutnya
"Di negara yang lebih modern dari Indonesia, tidak gampang mendapatkan SIM. Setelah melakukan ujian dengan mengendarai mobil di jalan raya bersama seorang penguji di sebelahnya, baru bisa dinilai layak tidak mendapat SIM. Umur juga harus cukup umur," katanya.
Senada dengan Ratih, instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menilai syarat tes praktik berkendara di jalan raya untuk mendapatkan SIM dinilai lebih efektif dibanding tes psikologi.
Menurut Jusri, uji praktik di jalan raya dapat menilai karakter, ketertiban di jalan raya, kesabaran, empati dan keterampilan berkendara dari pemohon SIM.
"Kalau di negara maju untuk bikin SIM masih tes seperti itu. Jadi nyata (tesnya). Jadi itu tes mengemudi berbasis dalam kondisi nyata. Kalau ditambah tes psikologi, ya cocok," kata dia.
Advertisement