Liputan6.com, Jakarta - Dalam pengembangan mobil listrik, ketahanan mobil listrik di cuaca dingin masih jadi masalah. Namun, Insinyur di Penn State telah menciptakan baterai yang dapat mengatasi salah satu rintangan utama yang menjadi masalah tersebut.
Melansir PopularMechanics, Rabu (4/7/2018), pengembangan baterai baru ini mampu mengatasi masalah cuaca dingin. Selain itu, baterai ini memungkinkan pengisian daya secara cepat meskipun cuaca dingin.
Selain itu, baterai kendaraan listrik dipengaruhi secara negatif dalam cuaca dingin dan bisa turun 25 persen.
Advertisement
Baca Juga
Baterai memiliki dua terminal, positif dan negatif. Para ilmuwan menempatkan foil nikel tipis, dengan satu ujung yang menempel di terminal negatif dan ujung lainnya menciptakan terminal ketiga.
Nah, ketika sensor suhu yang menempel pada baterai mendeteksi baterai dalam keadaan cuaca dingin, kemudian mengirimkan elektron yang mengalir melalui foil nikel, dan memanaskan baterai kemudian mengisi daya lebih cepat baterai.
"Satu fitur unik dari sel kami adalah bahwa baterai akan melakukan pemanasan dan kemudian beralih ke pengisian secara otomatis," jelas Chao-Yang Wang, Direktur Pusat Mesin Elektrokimia Penn State.
Â
Mantapkan Langkah Menuju Era Kendaraan Listrik, Pemerintah Gandeng Toyota Indonesia
Kementerian Perindustrian berkolaborasi dengan Toyota Indonesia dan enam Perguruan Tinggi Negeri untuk melakukan riset dan studi secara komprehensif tentang pentahapan teknologi electrified vehicle (kendaraan listrik) di dalam negeri.Â
Langkah ini dilakukan pemerintah agar target 20 persen untuk produksi kendaraan emisi karbon rendah (low carbon emission vehicle/LCEV) pada 2025 dapat tercapai.
"Pemerintah saat ini terus berupaya untuk mendorong pemanfaatan teknologi otomotif yang ramah lingkungan melalui program LCEV," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara Kickoff Electrified Vehicle Comprehensive Study di Gedung Kemenperin, Jakarta, Rabu (4/7/2018).
Baca Juga
Riset ini juga merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) hingga 29 persen pada 2030, sekaligus menjaga energi sekuriti di sektor transportasi darat.Â
"Sebagai salah satu sektor andalan di dalam roadmap Making Indonesia 4.0, industri otomotif nasional diharapkan menjadi basis produksi kendaraan bermotor baik internal combustion engine (ICE) maupun electrified vehicle (EV) untuk pasar domestik maupun ekspor," paparnya.
Dalam implementasinya, Kemenperin menggandeng Toyota untuk melakukan riset selama dua tahun.
Pada tahap pertama, peneliti dari UI, ITB, UGM akan menggunakan 12 unit kendaraan listrik dan enam unit kendaraan konvensional yang disediakan oleh Toyota Indonesia.Â
 Kendaraan ini dipergunakan untuk mempelajari aspek teknikal seperti jarak tempuh, emisi, infrastruktur, dan kenyamanan pelanggan melalui pelacakan data dalam penggunaan sehari-hari mobil-mobil tersebut di tiga kota besar Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta selama periode tiga bulan.Â
Pada tahap berikutnya, peneliti dari UNS, ITS dan Udayana akan melakukan rangkaian studi yang sama dengan tujuan agar data yang diperoleh lebih beragam dan komprehensif.
Nantinya, data-data yang terkumpul akan dianalisa dan disimpulkan untuk menjadi referensi bagi Kemenperin. Selain itu, penelitian juga akan mempelajari mengenai rantai pasok industri termasuk kebutuhan ketenagakerjaan.
Advertisement