Sukses

Begini Rasanya Bekerja di Jakarta Tanpa Mengendarai Mobil atau Motor

Salah satu konsep yang menggabungkan penggunaan transportasi umum dan kendaraaan pribadi adalah personal transporter, personal mobility vehicle, atau personal mobility vehicle yang dilengkapi motor elektrik.

Liputan6.com, Jakarta - Bekerja di Jakarta tanpa mengandalkan mobil dan motor mungkin mustahil bagi sebagian orang. Meskipun tidak memiliki kendaraan tersebut, pasti saja akan membutuhkan layanan transportasi online berbasis aplikasi yang ujung-ujungnya menggunakan mobil atau motor.

Kendaraan konvensional tersebut dinilai menyumbang polusi udara, suara, dan juga kemacetan. Oleh karena itu, kendaraan listrik dinilai menjadi solusi untuk permasalahan polusi, sedangkan transportasi umum bisa mengurangi jumlah populasi kendaraan pribadi di jalan raya. Intinya adalah, bagaimana bisa menggerakkan manusia dari satu tempat ke tempat lain seefisien mungkin.

Salah satu konsep yang menggabungkan penggunaan transportasi umum dan kendaraaan pribadi adalah personal transporter, personal mobility vehicle, atau personal mobility device yang dilengkapi motor elektrik. Meskipun memiliki nama berbeda-beda, maknanya tetap sama.

Toyota masih mengembangkan Toyota i-Road yang dinilai cukup compact dan lincah. Honda pun memiliki Uni-Cub yang masih dalam tahap pengembangan. Semuanya diklaim sebagai alat transportasi masa depan. Namun, tentu masyarakat belum bisa mencicipi teknologi tersebut saat ini.

Meskipun demikian, saat ini sudah tersedia personal mobility vehicle yang sudah dijual bebas, bahkan digunakan secara umum. Tengok saja sepeda listrik lipat, electric scooter (autoped listrik), atau kendaraan satu roda dari segway.

Kali ini Liputan6.com akan mencoba menggunakan personal mobility vehicle untuk commuting di Jakarta, tentu saja dipadu dengan transportasi umum seperti KRL, kereta api, atau pun travel untuk bepergian keluar kota.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 5 halaman

Impresi Berkendara

Liputan6.com memilih untuk menggunakan Mi Electric Scooter. Alasannya sederhana saja, karena electric scooter memiliki bentuk yang ringkas, mudah dilipat, harga terjangkau, dan juga gampang dikendalikan. Membayangkan menggunakan alat transportasi roda satu di kota Jakarta rasanya seperti sedang atraksi dibanding commuting.

Electric scooter ini memiliki bahan aluminium, pengelasan terlihat rapi dan memberikan kesan kokoh. Jarak tempuhnya diklaim mencapai 30 km dengan kecepatan puncak 25 kpj (mode normal), sedangkan mode eco mencapai 18 kpj. Dari sisi keselamatan, bagian depan dan belakang sudah dilengkapi lampu. Rem depan mengadopsi eABS sedangkan belakang cakram mekanik. Jika Anda upgrade firmware-nya melalui aplikasi, maka fitur cruise control dapat diaktifkan.

Lantas bagaimana impresi berkendaranya? Motor elektriknya hanya akan bereaksi saat scooter dalam keadaan melaju. Ini adalah hal yang baik, selain memaksa Anda untuk olah raga, sedikit dorongan dari kaki akan meringankan kinerja motor serta baterai. Karena kondisi paling berat bagi sebuah kendaraan adalah dari posisi diam lalu melaju.

Pengoperasian motor elektrik melalui thumb throttle di sebelah kanan (seperti ATV yang biasa Anda sewa di tempat wisata). Setelah menahan throttle beberapa detik, scooter akan berbunyi yang menandakan cruise control bekerja. Anda tinggal fokus pada pengendalian dan pengereman. Untuk mematikan fitur cruise control, cukup mengatur kembali throttle atau menekan rem.

Untuk sebuah electric scooter, performanya cukup memuaskan dan akselerasi terbilang kencang berkat penggunaan motor elektrik brushless berdaya 250 watt. Dengan model eco, setelah menempuh jarak 20 km, masih tersisa 40 persen baterainya. Masalah kenyamanan, tentu jangan dibandingkan dengan sepeda motor. Jika belum terbiasa, kaki terasa pegal setelah melewati beberapa km. Terlebih lagi bannya terbilang mungil, yakni hanya 8 inci. Untungnya, electric scooter ini menggunakan ban dalam, jadi getaran jalan sedikit teredam. Saya tak bisa membayangkan jika menggunakan ban mati.

Tanjakan ringan masih bisa dilahap, meski saat menanjak kecepatan berkurang sedikit demi sedikit. Jika motor sudah tidak kuat, maka kaki harus turun dan memberikan sedikit dorongan untuk meringankan beban motor.

 

3 dari 5 halaman

Komparasi

Komparasi kali ini akan membandingkan metode commuting menggunakan electric scooter, sepeda lipat 20 inci berbahan alumunium 7-percepatan, dan KRL. Dengan skenario yang sama, yaitu apartemen Kalibata - Stasiun Duren Kalibata - Stasiun Gondangdia - kantor Liputan6.com.

Dengan menggunakan KRL, jarak jalan kaki dari tempat tinggal ke stasiun kalibata membutuhkan waktu 10 menit - durasi di dalam kereta 20 menit - dan jalan kaki dari stasiun ke kantor mencapai 10 menit. Sehingga waktu tercepat adalah 40 menit (tanpa menghitung waktu menunggu maupun gangguan kereta).

Saat menggunakan electric scooter, jarak tempuhnya 10,45 km dengan waktu tempuh 37 menit 21 detik. Kecepatan puncak 25,71 kpj dengan kecepatan rata-rata 18,37 kpj. Sebagai informasi tambahan, detak jantung rata-rata 108 BPM dengan angka tertinggi 131 BPM (data ini akan berguna saat membandingkan dengan sepeda).

Saat menggunakan sepeda lipat 20 inci, jarak tempuhnya 10,69 km dengan waktu tempuh 39 menit 05 detik. Kecepatan puncak 30 kpj dengan kecepatan rata-rata 16,59 kpj. Untuk mencapai hasil tersebut, detak jantung rata-rata 138 BPM dengan angka tertinggi 167 BPM. Putaran kaki per menit (cadence) bermain di kisaran 60 - 80. Ini artinya, untuk mendekati catatan waktu electric scooter, badan harus bekerja lebih keras. Untuk diketahui, data tersebut didapatkan dengan menggunakan fitness tracker Amazfit. 

 

4 dari 5 halaman

Fitur

Memang ini hanya sebuah electric scooter, namun begitu Anda membuka aplikasi di smartphone, Anda akan menyadari ini adalah smart electric scooter. Dari aplikasi Anda bisa memantau kondisi baterai, total jarak tempuh, 3 pengaturan Energy Recovery Strength, lampu belakang, cruise control, hingga penguncian scooter (yang tak berguna jika scooter digendong).

Salah satu fitur yang menarik adalah Energy Recovery Strength yang mengonversi energi pengereman menjadi energi listrik. Sehingga saat mengerem atau menghadapi turunan, scooter akan mengisi baterai yang berkontribusi untuk menambah jarak tempuh. Fitur canggih ini biasanya ditemukan pada mobil listrik atau hybrid.

Untuk waktu pengisian terbilang cepat, dalam waktu 5-6 jam baterai scooter ini sudah penuh kembali.

 

5 dari 5 halaman

Kepraktisan

Berbicara tentang personal mobility vehicle, tentu kepraktisan adalah salah satu hal yang harus dipertimbangkan. Liputan6.com mencoba berbagai transportasi umum saat pengujian electric scooter. Melipatnya cukup mudah, hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja. Uniknya, desain pengunci lipatan menyatu dengan bel. Dan tidak membutuhkan waktu lama untuk mengunci posisi.

Salah satu hal yang paling menantang adalah menggunakan KRL di jam sibuk. Jangankan membawa electric scooter, membawa tas gendong di belakang saja masih berdesak-desakan dengan penumpang lain.

Salah satu cara mengakalinya adalah menahan scooter di posisi vertikal, sehingga panjang scooter yang mencapai 1 meter tidak menjadi masalah. Hanya saja, setang yang tak bisa dilipat terkadang bersenggolan dengan penumpang lain.

 

Bagi Anda yang sering traveling menggunakan kereta api, seperti Argo Parahyangan. Scooter ini cukup bersahabat, karena masih muat di ruang barang bagian atas gerbong ekonomi. Jika ingin lebih nyaman, datang lebih cepat sehingga tidak perlu menggeser-geser barang milik orang lain.

 

Nah, jika Anda bepergian menggunakan travel dengan mini bus menjadi sensasi tersendiri. Meskipun masuk ke bagasi belakang, Anda akan berharap penumpang lain tidak membawa barang berukuran besar.

Lantas bagaimana jika dibawa ke dalam kantor? Bobotnya yang mencapai 12,5 kg tentu menjadi tantangan jika Anda harus melewati banyak tangga. Namun jika kantor Anda menyediakan lift, tak perlu upaya keras untuk membawanya ke bawah meja kerja Anda.

Bagaimana, tertarik beralih ke personal mobility vehicle?