Sukses

Tantangan Modifikator Handmade di Era Milenial

Kustom atau modifikasi bukan sekadar merubah tampilan sepeda motor atau mobil menjadi lebih keren dan ciamik sehingga sedap dipandang mata. Sebab kendaraan yang telah dikustom juga bagian dari seni.

Liputan6.com, Jakarta - Kustom atau modifikasi bukan sekadar merubah tampilan sepeda motor atau mobil menjadi lebih keren dan ciamik sehingga sedap dipandang mata. Sebab kendaraan yang telah dikustom juga bagian dari seni.

Setidaknya hal itulah yang diterapkan punggawa rumah modifikasi R-Autoworks, Rully Manarullah saat berbincang dengan Liputan6.com, belum lama ini.

Kata Rully, untuk menunjang pemilik motor memodifikasi, saat ini banyak bengkel kustom mulai dari bengkel kecil hingga memiliki nama besar. Kata Rully, merambahnya bengkel kustom membuat pemilik motor bisa menentukan pilih sesuai selera dan budget masing-masing.

“Kalau di Jakarta yang saya tahu, biasanya berdasarkan follower (pengikut) banyak (media sosial), di situlah bengkel yang paling rame. Jadi, follower ngaruh banyak banget,” ungkap pria 32 tahun tersebut .

Meski begitu, Rully sendiri tak khawatir jika bengkelnya justru sepi lantaran banyak beredar bengkel baru yang memasarkan lewat media sosial. Sebaliknya, kata dia saat ini modifikasi tengah ramai, sehingga bengkelnya tak kalah ramai. Setidaknya, promo lewat media sosial juga kini harus dilakukan Rully. Salah satunya lewat Instagram @r_autoworks. Selain itu, meski promo lewat media sosial tergolong ampuh ternyata bengkelnya masih memiliki pelanggan loyal, karena hasil yang dibuat baik detail dan kualitas barang dianggap tetap menjadi pilihan konsumen.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Aksesori Dijual Massal dan Online

Selain media sosial, hambatan para pemilik rumah modifikasi saat ini tak lain karena banyak aksesori yang dijual massal dengan harga murah.

“Bengkel-bengkel besar di Jakarta sempat kewalahan menghadapi aksesori produksi massal. Tapi kalau kita (R-Autoworks) semua handmade, kita produksi limited edition, karena kan engga mungkin ada versi kedua, dan pasti berubah,” terang Rully.

Rully mencontohkan, untuk membuat motor jadi aliran café racer, maka setidaknya pemilik cukup menggelontorkan dana hingga Rp 7 juta.

Tak hanya itu, penjualan parts lewat situs jual beli online juga dirasakan menjadi tantangan tersendiri, lantaran harganya tergolong miring.

“Harganya jadi kacau, kalau saya Rp 7 juta belum jadi motor, bahkan bisa jadi 1 parts belum dapat,” tuturnya.