Sukses

Nasib Supercar yang Tergantung Keputusan Pemerintah

Melalui Kementrian Keuangan (Kemenkeu), pemerintah menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) 22, yang sebelumnya dikenakan 7,5 persen menjadi 10 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Untuk menekan defisit neraca perdagangan agar transaksi berjalan positif, pemerintah resmi membatasi impor barang mewah. Dan salah satu yang terkena dampaknya, adalah keberadaan mobil mewah yang masih didatangkan secara impor utuh alias CBU, dan juga motor gede.

Melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pemerintah menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) 22, yang sebelumnya dikenakan 7,5 persen menjadi 10 persen. Selain itu, pemerintah juga menaikan bea masuk untuk mobil mewah ini, yang tadinya dipatok 10 sampai 50 persen menjadi rata 50 persen, dan ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen.

Selain itu, pemerintah juga memberlakukan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau PPnBM antara 10 sampai 15 persen. Dengan adanya rincian tarif tersebut, maka total biaya yang harus dikeluarkan untuk mengimpor mobil mewah sebesar 190 persen dari harga mobil.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur Prestige Motorcars, Rudy Salim mengatakan setuju karena untuk kondisi ekonomi saat ini, sebaiknya jangan terlalu pamer kemewahan dan menimbulkan kecemburuan sosial.

"Tetapi, akar pokok masalahnya kita semua tahu kalau kenaikan dolar ini disebabkan selain saat ini perang tarif juga karena hampir semua bahan baku kita (70 persen) impor, bahan modal (20 persen) impor," jelas Rudy saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (6/9/2018).

Selain masalah yang disebutkan di atas, baru selebihnya dan bagian kecil adalah barang mewah atau luxuries item, termasuk di dalamnya mobil mewah yang didatangkan secara impor.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Sementara itu, Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan pembatasan mobil impor di atas 3.000cc sudah tepat. Pasalnya, untuk saat sekarang produksi nasional (kendaraan) kapasitasnya sudah bisa mencapai 2 juta unit per tahun.

"Sebetulnya, kebutuhan mobil dalam negeri sudah mampu diatasi, dan hari ini kita juga sudah mampu melakukan ekspor. Jadi sebetulnya tidak ada kepentingan lagi untuk melakukan impor kendaraan," jelas Airlangga saat ditemui di Tanjung Priok, Jakarta Utara, belum lama ini.

Â