Sukses

Fakta-Fakta Carlos Ghosn Selama Memimpin Renault-Nissan-Mitsubishi

Bos aliansi terbesar di dunia, Nissan-Mitsubishi-Renault, Carlos Ghosn ditangkap. Sekarang, Nissan Motor Co. mengusulkan pada dewan direksi untuk menggulingkan Carlos Ghosn sebagai pucuk pimpinan.

Liputan6.com, Jakarta - Bos aliansi terbesar di dunia, Nissan-Mitsubishi-Renault, Carlos Ghosn ditangkap. Sekarang, Nissan Motor Co. mengusulkan pada dewan direksi, untuk menggulingkan Carlos Ghosn sebagai pucuk pimpinan.

Ghosn, yang juga CEO Renault SA Prancis dan pimpinan aliansi Renault-Nissan memberi dampak yang besar. Seketika terjadi kemerosotan 13% saham Renault pada Senin kemarin (19/11). Tentunya ini seperti mimpi buruk bagi investor. Di sisi lain, faktanya Ghosn kondang dengan julukan sebagai "Le Killer Cost" di Prancis. Ini lantaran tangan dinginnya ketika menakhodai raksasa otomotif. Kemampuannya menyederhanakan sistem dan struktur perusahaan tak perlu dipertanyakan.

Sebelumnya, ada keinginan investor pada pria berusia 64 tahun ini. Ghosn diharapkan bisa memimpin upaya untuk menyederhanakan struktur perusahaan. Kemudian menyingkirkan "conglomerate discount” yang menekan nilai saham aliansi. Namun setelah perkara bergulir, pupus sudah harapan itu.

Kalau kita tarik beberapa tahun belakangan, aliansi sebetulnya mulai tampak bergejolak. Ada pekerjaan rumah yang mesti dibenahi. Masih seputar investor. Renault memiliki 43% saham Nissan, sedangkan Nissan juga memiliki 15% saham Renault. Belum ditambah persoalan Nissan yang mengambil 34% saham Mitsubishi Motors Corp. pada 2016. Memang, hasilnya menyumbangkan sebagian besar keuntungan aliansi.

Namun rupanya hal ini membikin struktur perusahaan menjadi sangat rumit. Dan para investor berharap Ghosn bisa menyederhanakannya. Pemegang saham menganggap, nilai negatif untuk Renault ketika mereka menghapus saham Nissan dan membuat penyesuaian lainnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Untuk diketahui, Pemerintah Prancis, memiliki 15% saham Renault. Dengan demikian, sebetulnya mereka memiliki pengaruh signifikan atas kedua perusahaan. Prancis kini mengamati kemelut bisnis dengan cermat. Sejauh ini, Prancis belum menunjukkan tanda-tanda ingin mengurangi saham Renault. Setidaknya, sampai keputusan resmi meja hijau ihwal skandal Ghosn.

Sulit membayangkan ia tetap menjadi pimpinan di sana. Juga patut dipertanyakan apakah dia tetap menjadi bos Renault, perusahaan yang ia ikuti sejak 1996. Jika Renault memberi keputusan yang sama, maka Chief Operating Officer Thierry Bollore, akan menjadi penerus yang sah menurut aturan perusahaan.

Pada masa pergolakan teknis dan regulasi yang belum pernah terjadi dalam industri mobil, produsen mobil butuh tangan andal. Nissan malah didera skandal yang bakal bergaung selama berbulan-bulan. Dalam keterangan resmi, Nissan meminta maaf telah menimbulkan kekhawatiran bagi para pemegang saham dan pemangku kepentingan. Nissan berjanji untuk mengambil tindakan yang tepat.