Liputan6.com, Beijing - Gerah produknya ditiru oleh pabrikan Cina, Jaguar Land Rover akhirnya memenangkan kasusnya melawan Landwind yang meniru model Range Rover Evoque.
Dilansir Carscoops.com, Pengadilan Beijing Chaoyang setidaknya menemukan 5 desain unik Range Rover Evoque yang ditiru oleh Jiangling, pemilik Landwind sekaligus pembuat X7.
Advertisement
Baca Juga
Sebagai konsekuensinya, Jiangling akhirnya harus membayar denda pada pabrikan asal Inggris tersebut. Selain itu, Jaguar Land Rover juga menyatakan bahwa ini adalah kali pertama mereka menaikkan kasus ini ke persidangan.
"Kami menyambut baik keputusan dari pengadilan Beijing itu yang membuat kami percaya diri untuk berinvestasi di Cina," ujar Keith Benjamin, Global Head of Legal Jaguar Land Rover.
Sebelumnya, Landwind X7 melakoni debutnya dalam gelaran Guangzhou Motor Show 2015. Mobil SUV ini kemudian masuk ke pasar otomotif Cina dengan harga 3 kali lebih rendah dari Range Rover Evoque dan menuai sukses.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Honda Ogah Disebut Lawannya Mobil Cina, Ini Alasannya
Resmi memeriahkan pasar otomotif Tanah Air, mobil Cina sukses menarik minat konsumen. Salah satu pabrikan yang mampu menembus dominasi mobil Jepang, ialah Wuling.
Hanya dalam waktu 2 tahun, mobil dengan harga terjangkau yang ditawarkan mampu membuat Wuling berada dalam urutan 10 besar merek terlaris di Indonesia.
Â
BACA JUGA
Â
Walau begitu, Honda menegaskan bila pihaknya bukan saingan mobil Cina. Hal tersebut dipaparkan Direktur Pemasaran dan Purnajual PT Honda Prospect Motor (HPM) Jonfis Fandy di sela-sela Media Test Drive New Mobilio di Ancol, Jakarta, Rabu (27/2/2019).
"Tidak kok (saingan Honda-Red). Kalau merek Cina (Wuling), mereka punya market tersendiri. Mereka juga masih punya tantangan besar misalkan tentang purna jual, biaya servis, resale value, dan banyak lagi," ujarnya.
Selain itu, Jonfis juga menyinggung harga jual kembali pabrikan Cina saat ini. Hal itu bukan tanpa sebab, karena masyarakat Indonesia sering kali mempertimbangkan hal tersebut.
"Paling penting kan ketika mobil bisa dibeli sekarang, kalau dijual kembalinya bagaimana. Disitulah suatu nilai mobil-mobil yang 'bener', yang sudah ada bisa terlihat. Kecuali dia punya line-up yang panjang, continue (terus). Baru itu beda," kata Jonfis.
Jonfis juga menegaskan bila pemilik mobil Cina ingin melakukan tukar tambah dengan mobil Jepang akan cenderung lebih berat. Hal ini dipacu dengan nilai jual mobil Cina dan juga harga beli mobil Jepang.
"Mobil Cina itu, kalau ingin tukar tambah larinya kemana? Mungkin ke merek Cina lagi. Sebab kalau dia beli sekarang Rp 160 juta, ketika dijual berapa. Lalu saat pindah (tukar tambah-Red) ke mobil Jepang, bakal nombok banyak. Kan malah rugi," pungas dia.
Advertisement