Sukses

Komunitas Mobil Komentari Perluasan Ganjil Genap

Sehari setelah pelaksanaan perluasan ganjil genap (gage), pro dan kontra kembali mengemuka. Apa kata komunitas mobil?

 

Liputan6.com, Jakarta - Sehari setelah pelaksanaan perluasan ganjil genap (gage), pro dan kontra kembali mengemuka. Di satu sisi, berdasarkan laporan Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta, di hari pertama hasilnya kemacetan berkurang dan waktu tempuh lebih singkat.

Namun di sisi lain perluasan tersebut mengganggu ruang gerak pengguna kendaraan beraktifitas dan produktivitas kerja.

Ya, perluasan gage di Ibu Kota efektif diberlakukan sejak Senin (9/9). Aturan gage sendiri berlaku mulai pukul 06.00 WIB hingga 10.00 WIB, dan pukul 16.00 WIB hingga 21.00 WIB. Pemberlakuan sistem ganjil genap ini diperluas dari sembilan jalan menjadi 25 jalan.

Menurut Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Senin kemarin (9/9), hingga pukul 10.00 WIB tercatat sebanyak 941 pengendara roda empat melanggar kebijakan perluasan ganjil genap.

Dari pengendara roda empat yang ditilang sebagian mengaku karena masih belum mengetahui wilayah yang terkena perluasan kebijakan gage. Banyak di antaranya ternyata tidak punya SIM.

Komunitas mobil pun turut angkat bicara menyikapi pemberlakuan perluasan gage tersebut. Sebagian menyatakan penambahan gage tersebut belum sepenuhnya efektif.

"Kalau memang itu jalan satu-satunya untuk mengurangi macet, kami support. Tapi harus dibarengi dengan membaiknya transpotasi publik, sehingga masyarakat tetap merasakan aman dan nyaman untuk pergi dan pulang kantor," kata Irwan, Ketua Toyota Yaris Club Indonesia (TYCI).

Menurut Irwan aturan tersebut tidak terlalu membatasi orang untuk beraktifitas sehari-hari sepanjang transportasi pubik sudah baik dan lancar. Namun pada kenyataannya pemerintah belum menyediakan angkutan massal yang memadai, aman dan nyaman.

"(Gage) menganggu sekali tidak. Yang tadi saya bilang, selama fasilitas transportasi publik di Jakarta aman dan nyaman, tidak masalah," tukasnya.

Irwan menilai kemacetan terjadi lantaran pertumbuhan otomotif tidak diimbangi oleh perluasan volume jalan. "Setiap tahun produsen otomotif memproduksi mobil baru, tapi lahan di Jakarta untuk jalanan sangat terbatas.

Sebaiknya bagaimana ditambah jalan, sistem underpass atau jalan layang non tol untuk menambah ruas jalanan para pengguna jalan," imbuhnya.

Pria ini mengaku mengakalinya dengan menggunakan kereta listrik atau commuter line dari rumahnya di kawasan Ciputat, Tanegarang Selatan, ke tempat kerjanya di Kuningan, Jakarta Selatan.

"Saya sendiri menggunakan kereta dengan adanya aturan ini. So far, selama ada alternatif transpotasi yang aman dan nyaman, saya rasa masyarakat kita tidak masalah harusnya," ujarnya

 

2 dari 2 halaman

Tanggapan Innova Community

Senada dengan Irwan. Fransisca FA, Ketua harian Innova Community menyebutkan bahwa perluasan gage bukan satu-satunya solusi mengurangi kemacetan dan polusi di Ibu Kota.

"Ini sangat mengganggu mobilitas, terutama yang bekerja di lapangan dan fast moving," katanya.

Ia menyarankan pemberlakuan gage lebih tepat diterapkan di pusat-pusat kota yang memiliki tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi.

"Gage sebaiknya di pusat kota saja dimana area tersebut benar-benar pusat perkantoran. Sementara untuk area sekitarnya bebas saja," tukasnya.

Gage belum tentu bisa memaksa orang naik angkutan umum dan tak cukup efektif karena tidak semua jalur dan lokasi tempat orang beraktifitas dilalui transportasi umum.

"Kalau lalu ada yang memilih naik motor, saya rasa iya. Tapi kalau memilih angkutan umum, saya rasa tidak juga, tergantung orangnya. Angkutan umum mungkin efektif untuk pekerja kantoran yang tidak banyak keliling ke luar kantor," papar Fransisca.

Sementara itu, pengalaman berbeda saat berkendara di hari pertama perluasan gage dirasakan Febi Rosseva, Sekjen TYCI. Ia merasakan jalan-jalan di Jakarta sedikit lancar pada hari pertama perluasan gage. Ia tidak menemui banyak masalah kepadatan saat beraktifitas dari rumah ke tempat kerja.

"Kemarin nyoba, lumayan beberapa titik jalanan agak lenggang," ungkapnya.

Saat gage berlaku di 9 titik jalan, Febi mengaku mengakalinya dengan mencari jalur alternatif untuk pergi ke kantor. Tapi untuk saat ini sulit mencari jalan tikus atau sampai ke tempat tujuan.

"Jadi musti lihat lagi jam, tanggal dan lokasi yang dituju. Kalau mau melewati tempat yang berlaku gage, diakalin saja cari jalan kecil. Mau saja tidak bawa mobil untuk beraktivitas asal transportasi umumnya sudah tersedia mulai dari pinggiran Jakarta sampai ke tengah kota Jakarta," tandasnya.