Sukses

Baru Menjabat, Bos Baru Nissan Siap Dipecat

Chief Executive Officer Nissan, Makoto Uchida berusaha keras menempatkan perusahaan asal Jepang tersebut kembali pada posisinya sebagai salah satu perusahaan otomotif terbaik.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Eksekutif Nissan, Makoto Uchida berusaha keras menempatkan perusahaan asal Jepang tersebut kembali pada posisinya sebagai salah satu perusahaan otomotif terbaik.

Menjadi bos Nissan pada Desember lalu, Uchida harus menghadapi tuntutan dari para pemegang saham, seperti memotong gaji pegawai eksekutif dan menawarkan hadiah untuk membawa Carlos Ghosn kembali ke Jepang setelah melarikan diri ke Lebanon.

Setelah berulang kali dihina para pemegang saham, Uchida mengaku siap dipecat apabila gagal meningkatkan profitabilitas perusahaan. Membukukan laba operasi tahunan terburuk dalam 11 tahun, Ia tahu tugas yang akan dihadapinya sangat berat.

"Kami pasti mengarahkan perusahaan dengan cara yang efektif sehingga terlihat di mata konsumen. Saya akan berkomitmen untuk ini, jika keadaan tetap tidak menentu Anda dapat memecat saya segera," kata Uchida seperti dilansir Car and Bike.

Meski demikian, pria berusia 53 tahun ini tidak membeberkan target waktu terkait peningkatan kinerja Nissan. Uchida harus menyusun rencana terkait pemotongan biaya dan membangun kembali perusahaan otomotif berusia 86 tahun tersebut.

Beberapa sumber menyebut, langkah pertama yang akan ditempuh ialah memperbaiki kemitraan Nissan dengan perusahaan otomotif asal Prancis, Renault.

Selain itu, Uchida mengaku telah membuat beberapa rencana untuk memulihkan Nissan dari skandal mantan bosnya, Carlos Ghosn.

 

Saksikan Juga Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Carlos Ghosn Ingin Skandal yang Menerpanya Dijadikan Film

Bos aliansi terbesar di dunia, Nissan-Mitsubishi-Renault, Carlos Ghosn ditangkap. Sekarang, Nissan Motor Co. mengusulkan pada dewan direksi, untuk menggulingkan Carlos Ghosn sebagai pucuk pimpinan.

Ghosn, yang juga CEO Renault SA Prancis dan pimpinan aliansi Renault-Nissan memberi dampak yang besar. Seketika terjadi kemerosotan 13% saham Renault pada Senin kemarin (19/11). Tentunya ini seperti mimpi buruk bagi investor. Di sisi lain, faktanya Ghosn kondang dengan julukan sebagai "Le Killer Cost" di Prancis. Ini lantaran tangan dinginnya ketika menakhodai raksasa otomotif. Kemampuannya menyederhanakan sistem dan struktur perusahaan tak perlu dipertanyakan.

Sebelumnya, ada keinginan investor pada pria berusia 64 tahun ini. Ghosn diharapkan bisa memimpin upaya untuk menyederhanakan struktur perusahaan. Kemudian menyingkirkan "conglomerate discount” yang menekan nilai saham aliansi. Namun setelah perkara bergulir, pupus sudah harapan itu.

Kalau kita tarik beberapa tahun belakangan, aliansi sebetulnya mulai tampak bergejolak. Ada pekerjaan rumah yang mesti dibenahi. Masih seputar investor. Renault memiliki 43% saham Nissan, sedangkan Nissan juga memiliki 15% saham Renault. Belum ditambah persoalan Nissan yang mengambil 34% saham Mitsubishi Motors Corp. pada 2016. Memang, hasilnya menyumbangkan sebagian besar keuntungan aliansi.

Namun rupanya hal ini membikin struktur perusahaan menjadi sangat rumit. Dan para investor berharap Ghosn bisa menyederhanakannya. Pemegang saham menganggap, nilai negatif untuk Renault ketika mereka menghapus saham Nissan dan membuat penyesuaian lainnya.