Liputan6.com, Jakarta - Bagi pengendara mobil, saat melintas di jalanan yang lurus dan sepi sering kali merasakan ngantuk yang tak bisa dihindari. Terlebih, jika mengendarai mobil sendiri, dan tidak ada teman ngobrol.
Hal tersebut ternyata ada penjelasan medisnya. Matthews G dan Desmond A dalam artikel ilmiah yang dilansir The Quarterly Journal of Experimental Psychology pada 2002 lalu mengatakan bahwa melalui studi simulator, memang ditemukan kalau terjadi penurunan kinerja yang signifikan ketika berkendara di ruas jalan lurus.
Advertisement
Baca Juga
Namun, ini tidak terjadi ketika berkendara di jalan yang berkelok, karena beban kerjanya sebetulnya lebih tinggi.
Hal yang sama dikatakan oleh Centre for Accident Research & Road Safety--Queensland (CARRS-Q). Mereka menyebut kalau "jalanan lurus yang panjang berbahaya karena dapat membuat ngantuk".
Lantas, mengapa hal ini bisa terjadi? Pierre Thiffault dan Jacques Bergeron di jurnal Accident Analysis and Prevention pada 2001 mengatakan bahwa hal tersebut sangat berkaitan dengan situasi monoton yang dialami tubuh. Ketika tubuh monoton, kewaspadaan berkurang.
"Reaksi psikologis terhadap situasi monoton terutama terdiri dari perasaan bosan dan kantuk, ditambah dengan kehilangan minat terhadap tugas yang sedang dihadapi," tulis mereka.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Mengurangi konsentrasi
Ditambah lagi, kondisi jalan lurus bisa mengurangi konsentrasi karena ia menstimulus sedikit gerak sensorik ketimbang jalanan yang lebih berkelok. "Stimulasi sensorik yang rendah menyebabkan gairah yang rendah," ujar mereka.
Dengan alasan yang sama kita mengetahui kenapa jalanan yang berkelok lebih buat pengendara fokus. Ketika melewati jalan seperti itu, sensor motorik tubuh terus dirangsang. Tentu ini berlaku jika memang kondisi fisik pengendara sedang prima.
Advertisement
Meminimalisasi Kecelakaan, Perhatikan Durasi Aman Saat Nyetir Mobil
Saat berkendara menggunakan mobil, terlebih ketika melakukan perjalanan jauh wajib hukumnya memperhatikan durasi menyetir. Pasalnya, jika pengemudi berada dalam titik lelah, tidak hanya otot yang lemas, konsentrasi dan refleks pun jadi berkurang.
Melansir laman resmi Suzuki Indonesia, sebenarnya aturan terkait durasi maksimal mengemudi sudah tertuang dalam UUD pasal 90 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJ).
Â
Disebutkan, jika durasi mengemudi maksimal adalah 8 jam sehari untuk para pengemudi, atau bekerja mengemudikan angkutan umum dan barang.
Detailnya, pengemudi diizinkan untuk berkendara selama 4 jam secara berturut-turut, setelah itu diwajibkan untuk beristirahat minimalnya 30 menit.
Serupa dengan di Indonesia, di negara-negara Eropa pun berlaku aturan yang hampir mirip, yakni durasi kerja untuk para pengemudi, baik itu angkutan umum atau barang, maksimal 8 jam.
Dengan catatan, pengemudi wajib beristirahat selama 45 menit setelah berkendara selama 4,5 jam.
Aturan ini tertuang jelas dalam Regulation (EC) No 561/2006 dan masih berlaku hingga saat ini. Jika aturan ini dibantah, ada sanksi tegas bagi pengemudi.
Aturan dasar wajib beristirahat setelah berkendara 4 jam merupakan hasil kajian ilmiah yang menyebut jika tubuh manusia butuh waktu untuk memulihkan konsentrasi dan daya refleks, demi menghindar dari resiko kecelakaan karena kelelahan atau gangguan microsleep.
Meskipun hanya berlangsung singkat, sekitar 4 sampai 5 detik saja, microsleep bisa sangat berbahaya. Anda akan kehilangan kontrol, dan memuat oleng.
Jika sudah begini, keselamatan Anda dan pengguna jalan lainnya bisa terancam, apalagi jika mengemudi dengan kecepatan tinggi.
Di waktu beristirahat, Anda disarankan untuk tidur sejenak. Tapi jika tidak memungkinkan, Anda bisa sedikit bersantai sambil menikmati segelas kopi.
Jangan lupa untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh, mengingat dehidrasi pun bisa menyebabkan Anda kehilangan konsentrasi.