Liputan6.com, Jakarta - Langkah Indonesia untuk menguasai industri kendaraan ramah lingkungan dalam negeri semakin serius. Bahkan, pemerintah berencana untuk membentuk holding PT Indonesia Battery untuk mengoperasikan pabrik baterai kendaraan listrik.
Pembangunan pabrik baterai ini akan dipimpin oleh PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), melalui PT Aneka Tambang Tbk (Antam) bersama PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
Advertisement
Baca Juga
Rencana besar ini, kemudian disambut oleh dua perusahaan baterai listrik terbesar di dunia, yaitu Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL) dan LG Chem Ltd.
Keduanya, mengisyaratkan untuk menanamkan investasi sebesar US$20 miliar atau setara Rp 294 triliun.
Dijelaskan Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, dua korporasi itu telah menandatangani perjanjian terpisah dengan Antam bulan lalu.
Kesepakatan itu bertujuan untuk memproduksi produk baterai bernilai lebih tinggi dari produksi tambang nikel milik negara.
"Ini adalah persaingan di bidang teknologi. LG Chem dan CATL merupakan dua pelopor dalam teknologi baterai lithium," kata Seto seperti dikutip Bloomberg, dilansir Bisnis Liputan6.com, Kamis (15/10/2020).
Cadangan nikel
Saat ini, Indonesia memiliki hampir seperempat cadangan nikel secara global, yang merupakan logam utama untuk mobil listrik, dan tengah berupaya memanfaatkan keuntungan tersebut.
Ini seiring dengan harga listrik dan biaya produksi yang rendah untuk membangun industri baterai secara domestik.
Juru Bicara LG Chem menilai, pihaknya dan Antam telah sepakat untuk menjajaki opsi perusahaan patungan, meskipun rencananya masih dalam tahap yang sangat awal.
Kesepakatan penuh disebutnya akan bantu memberikan LG Chem akses yang stabil ke nikel.
Sementara CATL, perusahaan China yang telah menjadi bagian dari konsorsium untuk membangun pabrik pemrosesan nikel dan infrastruktur rantai pasok baterai lainnya di Sulawesi Tengah, menolak berkomentar.
Advertisement