Liputan6.com, Jakarta - Toyota Motor Corp (TMC) harus membayar denda sebesar US$180 juta atau setara dengan Rp 2,5 triliun untuk menyelesaikan penyelidikan sipil yang berkepanjangan oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS). Hal ini, karena keterlambatan pengajuan laporan adanya cacat emisi di kendaraan asal Jepang tersebut.
Seperti dilansir Reuters, Toyota pertama kali mengungkapkan pada 2016, jika raksasa otomotif ini tengah diselidiki atas laporan yang tertunda ke badan Perlingan Lingkungan (EPA).
Advertisement
Baca Juga
Departemen Kehakiman sebelumnya belum mengkonfirmasi penyelidikan, hingga Kantor Kejaksaan AS di Manhattan mengumumkan pemerintah telah mengajukan gugatan perdata terhadap Toyota, Kamis (14/1/2021).
Pemerintah Negeri Paman Sam telah mengumumkan penyelesaian, yang mencakup keputusan persetujuan yang membutuhkan laporan kepatuhan sengah tahunan.
Toyota sendiri akan mencatatkan $US 180 juta dalam biaya setelah pajak terhadap pendapatan fiskal yang berakhir pada 31 Maret 2021, untuk biaya yang berkaitan dengan perjanjian penyelesaian tersebut.
Tutup mata
"Toyota menutup mata terhadap ketidakpatuhan, gagal memberikan pelatihan, perhatian, dan pengawaasan yang tepat terhadap kewajiban pelaporan clean air act," ujar Pejabat Pengacara AS, Audrey Straus.
"Tindakan Toyota merusak sistem pengungkapan diri EPA dan kemungkinan menyebabkan penarikan kembali terkait emisi yang tertunda atau dihindari, yang menghasilkan keuntungan finansial bagi Toyota dan emisi polutan udara yang berlebihan," sambungnya.
Toyota mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa, perusahaan hampir lima tahun lalu mengidentifikasi dan melaporkan sendiri kesenjangan proses yang mengakibatkan penundaan dalam pengajuan laporan EPA non-publik tertentu untuk cacat terkait emisi pada kendaraan.
Advertisement