Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tengah mengejar target sebagai pemain penting di industri kendaraan listrik secara global. Bahkan, tidak hanya soal mobil atau motornya saja, tapi juga komponen utamanya, seperti baterai, motor listrik, dan inverter.
Industri baterai sendiri yang tengah dipersiapkan pemerintah, menurut Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufiek Bawazier, sudah terdapat sembilan perusahaan yang mendukung industri baterai.
Baca Juga
Adapun lima perusahaan tersebut sebagai penyedia bahan baku, antara lain nikel murni, kobalt murni, nikel ferro, dan endapan hidroksida campuran. Keempat perusahaan lainnya adalah produsen baterai.
Advertisement
Selain itu, pengembangan baterai nantinya juga akan diarahkan untuk mendukung program renewable energy pemerintah, salah satunya melalui solar energy.
Baterai yang termasuk dalam ekosistem solar energy akan mendorong adopsi renewable energy sekaligus memacu pertumbuhan industri sel surya yang sudah terdapat di dalam negeri.
"Pemerintah akan mendorong pengembangan ekosistem renewable energy seperti baterai, sel surya, dan inverter melalui regulasi TKDN. Dukungan dari instansi teknis terkait sangat diperlukan agar adopsi energi terbarukan di Indonesia dapat memenuhi target-target yang sudah ditetapkan pemerintah hingga 2050," tegas Taufiek.
Taufiek menambahkan, masa depan kendaraan listrik juga tergantung pada inovasi baterai yang saat ini cenderung tidak menggunakan bahan baku nikel, kobalt, dan mangan seperti lithium sulfur dan lithium ferro phosphor yang membuat baterai lebih murah, termasuk juga inovasi solid baterai dan pengembangan basis storage hidrogen.
"Dengan demikian kita harus mengantisipasi perkembangan ini karena akan membawa dampak pada baterai yang lebih murah, energi yang dihasilkan lebih tinggi dan waktu pengisian yang singkat," tandasnya.
Disrutive baterry
Taufiek mengingatkan akan teknologi disruptive battery yang mengindikasikan ketersediaan nikel, mangan dan kobalt melimpah tidak menjamin produksi baterai yang mengandalkan material ini akan berhasil, pertimbangan biaya dan kemampuan storage dari material baru juga harus diantisipasi.
Pengembangan industri baterai juga perlu didukung dengan industri daur ulang. Baterai yang nantinya akan menjadi limbah memerlukan penanganan yang komprehensif, antara lain dengan daur ulang agar proses pemurnian dapat dilakukan.
"Limbah baterai serta beberapa jenis scrap dari paduan nikel sangat memungkinkan untuk didaur ulang sehingga dihasilkan beberapa jenis produk yang bernilai tinggi," pungkasnya.
Advertisement