Liputan6.com, Jakarta - Pengisian daya secara nirkabel atau wireless charging merupakan hal besar berikutnya dalam pengembangan kendaraan listrik. Teknologi ini dinilai sebagai solusi sempurna untuk menyederhanakan berbagai hal bagi pengendara mobil ramah lingkungan.
Dilansir Paultan, Sabtu (25/9/2021), aspek teknis pengisian mobil listrik tanpa kabel ini terus berkembang, dengan peningkatan efisiensi tapi kemajuan pasar belum sepenuhnya memenuhi ambisi. Lalu, pertanyaan yang mucul, apakah pengisian daya nirkabel ini benar-benar layak sebagai solusi pengguna roda empat rendah emisi ini?
Ketika hal itu ditanyakan Johan Hellsing dari China Euro Vehicle Technology (CEVT) selama wawancara virtual, pengisian baterai mobil listrik secara nirkabel ini memiliki peluang tapi akan memakan waktu yang lama sebelum benar-benar dapat digunakan.
Advertisement
"Ini adalah teknologi yang layak, yang telah dikembangkan ke titik efisiensi yang sangat baik – dengan kemampuan untuk mengisi daya pada 10 atau 20 kW, dan bahkan pada 75 kW, seperti yang dapat ditawarkan oleh satu perusahaan," jelasnya.
Namun, hingga saat ini, pengguna mobil listik tampaknya tidak keberatan hidup dengan kabel dan mencolokkannya untuk kebutuhan pengisian daya mereka. Pasar yang memimpin dunia dalam adopsi kendaraan listrik telah mendefinisikannya dengan sempurna.
"Norwegia adalah contoh yang baik. Mereka memiliki penetrasi EV tertinggi di dunia, tetapi tidak ada yang meminta pengisian nirkabel, " katanya.
Pelarangan Mesin Konvensional Bakal Ciptakan Pengangguran
Bos Toyota, Akio Toyoda, merupakan salah satu orang yang sangat menentang terkait pelarangan mesin mobil konvensional.
Bahkan, pihaknya memperbaharui seruannya untuk mempertimbangkan kembali langkah-langkah yang diumumkan oleh berbagai negara atau pemerintahan di seluruh dunia, dan memperingatkan bahwa larangan secara tidak langsung dapat menyebabkan pengangguran di Jepang.
"Karbon adalah musuh kita, bukan mesin pembakaran internal," jelasnya dalam Konferensi Pers Asosiasi Produsen Mobil Jepang (JAMA).
Lanjutnya, industri mobil Jepang telah memangkas emisi CO2 sebesar 23 persen selama 20 tahun terakhir, dengan sebagian besar memanfaatkan teknologi hibrida, seperti yang dipelopori Toyota.
Dalam pandangannya, industri perlu memanfaatkan keunggulan teknologi yang telah dibangun dan mengambil langkah segera untuk memaksimalkan pengurangan CO2 menggunakan kendaraan listrik yang dimiliki saat ini.
Advertisement