Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menggoda BMW dan Mercedes-Benz untuk melakukan investasi dalam produksi kendaraan listrik di dalam negeri.
Ini dilakukan Agus saat kunjungan kerja ke Jerman beberapa waktu lalu. Pada Pada kesempatan itu, Agus memaparkan peluang investasi di Tanah Air bagi produsen kendaraan kelas premium dari Eropa, termasuk potensi Indonesia sebagai basis pengembangan mobil berbasis fuel cell.
Baca Juga
“BMW telah menyatakan minatnya untuk membangun ekosistem tersebut di Indonesia. Mercesdes-Benz juga bersedia bekerjasama dan sedang mengeksplorasi peluang ekspor kendaraan ke Australia dan ASEAN, rencananya mereka akan menjadikan Indonesia sebagai hub produksi,” ujar Agus di Munich, Jerman, Jumat (29/10) lalu.
Advertisement
Sebagai negara yang telah menyatakan kesiapannya memasuki memasuki era kendaraan listrik, Indonesia memperkuat tekad tersebut melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) untuk Transportasi Jalan. Kemenperin juga telah menerapkan peta jalan pengembangan kendaraan listrik melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 tahun 2020.
“Sangat penting untuk investor berinvestasi di Indonesia karena kami yakin di masa depan akan terjadi peningkatan demand EV di dunia. Indonesia punya target pengembangan komponen utama untuk EV seperti baterai, motor elektrik, dan inverter,” ucap Agus.
Agus juga menjelaskan keuntungan Indonesia dalam mengekspor produk kendaraan bermotor ke Australia, karena kedua negara ini telah menandatangani Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) yang mulai berlaku sejak 5 Juli 2020.
Kehadiran IA-CEPA ini menghadirkan penghapusan tarif perdagangan kendaraan (Completely Built Up) CBU menjadi 0 persen bagi tipe mobil penumpang yang diproduksi di Indonesia untuk diekspor ke Australia. Untuk itu, Agus menawarkan kepada produsen mobil dari Jerman agar dapat menjadikan Indonesia sebagai production base kendaraan bermotor yang diekspor ke Australia.
“Selain itu, mobil asal Jerman seperti BMW dan Mercedes-Benz merupakan merek premium yang paling populer di Australia pada tahun 2020,” ujar Agus.
Sementara itu, BMW Indonesia bersama mitra lokalnya PT Tjahja Sakti Motor memiliki pabrikan untuk sekitar sembilan model mobil penumpang, dengan kinerja produksi pada tahun 2020 sebanyak 1.470 unit, dan Januari hingga September 2021 sebanyak 1.152 unit.
Mercedes-Benz Indonesia (PT MBI) juga memproduksi sekitar delapan model mobil penumpang, dengan performa produksi pada 2020 sebanyak 1.074 unit, dan Januari hingga September 2021 sebanyak 943 unit.
Agus menyampaikan, terkait ketertarikan untuk menjadikan Indonesia sebagai hub produksi kendaraan yang diekspor ke Australia, saat ini Mercedes-Benz sedang mengalkukasi value chain dalam rencana produksi. Selain itu, perusahaan tersebut juga sedang mempelajari terkait biaya manufaktur, biaya logistik, regulasi, persyaratan teknologi, tarif pajak, serta hal-hal terkait lainnya.
“Namun, intinya mereka support dan mereka sedang menyiapkan diri untuk rencana membuka pasar ke Australia,” jelas Agus.
Agus menyebut, pertumbuhan kelas menengah di Indonesia juga cukup pesat dan rasio kepemilikan kendaraan masih relatif rendah yakni 99 mobil per 1.000 orang, sehingga berpeluang menjadikan Indonesia sebagai pasar terbesar produk otomotif di ASEAN.
“Hal ini tentunya menjadi peluang bagi pengembangan industrialisasi hemat energi dan kendaraan bermotor yang ramah lingkungan sesuai dengan tren global,” ucap Agus.
Dalam upaya terus mengembangkan industri otomotif di Tanah Air, Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 23 Tahun 2021 tentang Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih.
Aturan ini semakin memberikan memberikan kepastian hukum dan menarik lebih banyak investasi, termasuk untuk produsen kendaraan Eropa. Termasuk soal pengujian emisi CO2 dan konsumsi bahan bakar yang sudah berdasarkan standar internasional.
Selain itu, terdapat utilisasi pelabuhan logistik berikat (PLB) sebagai tempat konsolidasi untuk kendaraan Completely Knock Down (CKD) dan Incompletely Knock Down (IKD) yang berasal dari multisumber atau multishipment. Pemerintah juga melakukan penyederhanaan persyaratan skema impor CKD dan IKD.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Republik Federal Jerman, Arif Havas Oegroseno menambahkan, Indonesia memiliki arti penting sebagai lokasi tujuan investasi dari Eropa, di antaranya terkait emission trading system, atau instrumen kebijakan di Uni Eropa yang mengatur batasan emisi yang diperbolehkan.
“Dalam waktu dekat Indonesia akan segera mempunyai regulasi terkait valuasi harga karbon dan emission trading system, sehingga dapat digunakan sebagai kompensasi dalam carbon offset pabrik-pabrik Mercedes-Benz di Uni Eropa yang akhirnya dapat mengurangi biaya carbon,” ucap Arif.
Industri otomotif di Tanah Air tumbuh 45,7 persen di triwulan II-2021. Saat ini terdapat 21 perusahaan industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih dengan nilai investasi Rp 71,35 Triliun dan kapasitas produksi 2,35 juta unit per tahun.
“Industri industri otomotif mampu mempekerjakan lebih dari 38 ribu pekerja langsung, dan sekitar 1,5 juta orang di sepanjang rantai nilai industri,” pungkas Menperin.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Langkah Pabrikan Eropa
Sama dengan Indonesia, negara-negara Eropa tengah berlomba untuk dapat mencapai target emisi dalam beberapa tahun ke depan. Langkah cepat juga didukung pabrikan otomotif yang berencana menghentikan model-model mesin konvensionalnya untuk segera menghadirkan beragam produk EV dalam satu sampai tiga tahun ke depan.
Beragam kemudahan diberikan negara-negara Eropa untuk membuat ekosistem EV segera hadir di benua tersebut. Mulai regulasi kepemilikan, pajak sampai insentif bagi pemilik EV. Produsen otomotif sendiri juga berlomba-lomba menemukan partner yang tepat untuk masuk ke era baru industri otomotif tersebut.
BMW pada Maret lalu tercatat telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan suplier lithium untuk peningkatan produksi baterai kendaraannya yakni Livent. Perusahaan asal Amerika Serikat ini mendapatkan tanda tangan kontrak multi-year dengan total investasi 285 juta Euro dan perusahaan ini akan mulai mensuplai sel baterai pada BMW Group mulai 2022 mendatang.
BMW sendiri punya target pada 2030 mendatang separuh model yang ditawarkan di seluruh dunia sudah kendaraan listrik. Ini membuat kebutuhan lithium sangat penting untuk produksi baterai produk-produk mereka. Livent telah mendapatkan lithium dari tambang di Australia sejak 2019 dan melebarkan operasi penambangan lithium di Argentina. Sebagai produk berkelanjutan BMW dan Livent memastikan cara-cara penambangan yang meminimalisir dampak kerusakan pada ekosistem dan komunitas lokal.
Sedangkan untuk Mercedes-Benz sendiri sebenarnya sudah melakukan langkah terlebih dulu dalam produksi baterai dengan berkonsentrasi pada pasar China dan pada 2018 lalu memutuskan untuk memilih Thailand sebagai tempat produksi baterai untuk EV. Total investasi di pabrik Thonburi Automotive Assembly Plants sebesar 100 juta Euro dan sudah memulai produksi baterai pada 2020 lalu. Pabrik ini akan memproduksi model-model elektrik Mercedes-Benz, dengan nomenklatur EQ Power termasuk model-model teknologi hybrid mereka.
Pabrik di Bangkok ini menjadi serangkaian jejaring global Mercedes-Benz untuk memasok kebutuhan baterai baik di pasar lokal maupun ekspor di seluruh dunia. Secara total Daimler, perusahaan induk Mercedes-Benz, telah mengeluarkan 1 miliar Euro untuk membuat pabrik pembuatan baterai ini termasuk diantaranya fasilitas di Jerman, Amerika Serikat, China dan Polandia.
Sumber: Oto.com
Advertisement