Sukses

Mobil Plug-in Hybrid Vs Bensin, Mana yang Lebih Baik?

Sebuah penelitian mengatakan, sebagian besar model PHEV tidak lebih lebih ramah lingkungan dibanding mesin pembakaran biasa atau konvensional

Liputan6.com, Jakarta - Mobil listrik dengan baterai murni disebut sebagai kendaraan masa depan. Namun, banyak yang bilang roda empat plug-in hybrid electric vehicles (PHEV) sejatinya merupakan model yang paling masuk akal, dan paling bisa diandalkan di era ramah lingkungngan.

Tentu saja, banyak yang berpendapat, mobil PHEV ini jelas lebih ramah lingkungan dibanding mobil bensin alias konvensional. Namun ternyata, hal tersebut tak sepenuhnya benar.

Sebuah penelitian mengatakan, sebagian besar model PHEV tidak lebih lebih ramah lingkungan dibanding mesin pembakaran biasa atau konvensional. Pasalnya, roda empat tersebut jangkauan listriknya terbatas.

Selain itu, jika PHEV tidak diisi baterainya secara teratur, maka emisi CO2 yang dihasilkan bisa lebih buruk dibanding mobil bensin atau diesel.

Mengutip Carscoops, Minggu (10/72022), para peneliti Jerman mengatakan bahwa regulator dan pemerintah harus berhenti memberikan fasilitas yang menunjang PHEV. Namun, kesimpulan ini hanya sebagai amunisi bagi para kritikus teknologi, karena pembuat mobil premium Bavarian telah menggunakan sistem PHEV sebagai cara efektif untuk mengurangi emisi CO2.

Para peneliti di Institut Fraunhofer ISI dan Dewan Internasional untuk Transportasi Bersih (ICCT) memeriksa data penggunaan lebih dari 100 ribu unit PHEV di lebih dari 66 model berbeda yang dijual di Eropa, AS, dan Cina.

Hasilnya, mobil hybrid menghasilkan emisi CO2 rata-rata dua kali lebih tinggi dari apa yang diklaim pembuat mobil terlepas dari siklus uji (NEDC atau WLTP).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Empat Kali

 Paling buruk, keluaran CO2 dari PHEV adalah empat kali di atas angka resmi, yang berarti bahwa model jenis ini dengan tingkat CO2 resmi 50 gram per km sebenarnya akan menghasilkan antara 100 dan 200 g / km.

Alasan besarnya adalah, bahwa PHEV juga digunakan sebagai mobil perusahaan, yang ada waktunya menempuh jarak yang melebihi jangkauan listrik penuh yang relatif terbatas.

Jangkauan Ideal

"Jika kita ingin melihat konsumsi bahan bakar dan emisi CO2 yang lebih rendah dalam kehidupan nyata, tenaga kuda mesin perlu dikurangi dan jangkauan listrik ditingkatkan," kata penulis utama studi tersebut, Patrick Plotz.

Menurut perkiraannya, agar model PHEV secara efisien menggantikan model ICE konvensional (setidaknya di Jerman), jangkauan serba listriknya harus antara 80 km dan 90 km (50-56 mil), bukan hanya 30 km hingga 60 km (18-37 mil).

 

3 dari 3 halaman

Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia