Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, kendaraan niaga kerap mengalami kecelakaan yang menyebabkan banyak nyawa meregang. Salah satu faktornya adalah kelalaian pengemudi terkait tidak mengerti akan safety culture.
Padahal, melalui safety culture yang ditanamkan kepada setiap pengemudi, dapat memberikan banyak manfaatnya. Terlebih bisa mempelajari risiko apa saja yang akan dihadapi ketika di jalan.
Baca Juga
Dalam talkshow Hino Peduli Keselamatan Berkendara yang diadakan di pameran GIIAS 2022, Rabu (17/8/2022), Ahmad Wildan, Senior Investigator KNKT, menjelaskan seharusnya setiap pengemudi itu memahami safety culture.
Advertisement
"Dengan adanya safety culture ini, maka pengemudi tidak lagi sembarangan mengendarai kendaraan. Mereka harus mengukir beberapa hal terkait kendaraan yang ia bawa," buka Ahmad Wildan.
Dengan pemahaman mengenai safety culture ini, maka para pengemudi tersebut dapat menghitung risiko yang terjadi. Sebab, ada beberapa risiko yang dihadapi oleh setiap pengemudi saat menjalankan kendaraan.
"Apa saja risiko yang dihadapi pengemudi? Pertama kendaraannya, kendaraan itu ada sistem rem macam-macam. Ada full hydraulic brake, ada air full hydraulic brake, ada full air brake, ada lagi antilock braking system, ada juga llad sensing valve, dsb, ini baru dari sistem rem," sambungnya.
Selain harus memahami sistem pengereman yang ada di kendaraan, pengemudi juga harus paham mengenai blind spot kendaraan. Mengenai hal ini, Ahmad Wildan memaparkan bahwa sebisa mungkin pengemudi tersebut harus paham dengan kendaraannya.
"Kemudian ada namanya blind spot, tiap kendaraan, tiap merek, tiap tipe, beda karoseri blind spot lain-lain. Artinya ketika kita membawa kendaraan kita pastikan bahwa sudah familiar dengan kendaraan ini dan memahami instrumentasi teknologi yang ada di sana. Kita enggak paham, bisa fatal akibatnya," imbuh Wildan.
Adapun faktor lain yang menjadi risiko adalah mengenai lintasan. Menurut Wildan, perihal lintasan ini kerap menjadi salah satu penyebab terbesar. Terlebih pada saat jalan menurun, tentunya akan memberi dampak yang lebih besar lagi.
"Selanjutnya adalah lintasan. Semua kasus rem blong bus dan truk, terjadi di jalan menurun. Apa yang terjadi sebenarnya? Karena pengemudi gagal memahami cara mengemudi di jalan menurun. Dua hal yang berbeda, cara mengerem di jalan datar, dengan cara mengerem di jalan menurun, itu dua hal yang berbeda. Ketika pengemudi salah mengantisipasi, maka terjadilah rem blong," bebernya.
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Faktor Mengikat Barang Bawaan Begitu Penting
Sementara itu, ia kembali menambahkan bahwa ada faktor lain yakni perihal muatan serta cara mengikat barang bawaan yang salah. Ia menceritakan ada satu kasus di mana karena kesalahan mengikat barang bawaan, berdampak pada kecelakaan yang menewaskan masyarakat.
"Apalagi? Risiko berikutnya adalah muatan. Salah mengikat atau salah menempatkan, terjadilah kecelakaan. Di Alas Roban beberapa waktu lalu, saya investigasi truk bawa gulungan diiket pakai tali dan sebagainya. Namun begitu direm, gulungannya maju dan ada 6 anak punk di depan, kelindes dan meninggal di tempat, dan pengemudinya terpaksa ditahan, dipenjara karena melakukan kesalahan. Kesalahannya lantaran dia mengikatnya tidak kenceng," imbuh Wildan.
Namun yang paling penting adalah melihat kesiapan diri sebelum mengemudikan kendaraan. Wildan menyarankan kepada setiap pengemudi kendaraan untuk mengukur diri terkait kesiapan fisiknya selama perjalanan.
Sebab, banyak kasus pengemudi ini memaksakan kondisi tubuh yang tidak fit, sehingga dapat membahayakan orang lain.
"Kalau merasa sakit dan tidak mampu untuk mengemudikan kendaraan, tentu harus dipikir lagi. Sebab ada kejadian di Rajapolah, Tasikmalaya, sopir ini minum obat sakit kepala dalam rentang waktu yang berdekatan. Akibatnya, mobil bermanuver di luar kendali, padahal jalan sedang sepi dan tidak ada apa-apa sampai menewaskan 8 orang," tandas Wildan.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement