Sukses

Perhitungan Harga Asli Pertalite dan Solar Tanpa Subsidi di Indonesia

Pemerintah berencana untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), jenis Pertalite dan Solar. Namun, untuk pengumuman resminya sendiri, belum akan dilakukan pekan ini, atau Jumat (26/8/2022).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), jenis Pertalite dan Solar. Namun, untuk pengumuman resminya sendiri, belum akan dilakukan pekan ini, atau Jumat (26/8/2022).

Sementara itu, terkait harga seharusnya Pertalite dan Solar, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjabarkan besaran harga untuk kedua jenis bahan bakar tersebut jika tidak ditopang oleh subsidi pemerintah atau nilai keekonomian.

Untuk harga Solar yang saat ini dipatok Rp 5.150 per liter, jika tanpa subsidi atau harga keekonomiannya di angka Rp 13.950. Maka selisih harga yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 8.300 per liter.

"Jadi bedanya antara harga sebenarnya di luar dengan harga yang berlaku di kita itu Rp 8.300 per liter," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI di Kompleks DPD RI, Jakarta, Kamis (25/8/2022).

Hal serupa juga terjadi pada harga Pertalite. Di tingkat konsumen, harganya masih Rp 7.650 per liter, sedangkan berdasarkan nilai keekonomian BBM ron 90 ini Rp 14.450. Sehingga selisih harga yang ditanggung APBN sebesar Rp 6.800 per liter.

"Kita jualnya hanya Rp 7.650 (per liter). Perbedaannya yang sebesar Rp 6.800 itu yang harus kita bayar ke Pertamina," kata dia.

2 dari 2 halaman

Perhitungan harga minyak dunia

Sri Mulyani mengatakan, harga-harga tersebut masih menggunakan perhitungan dengan asumsi harga minyak dunia (ICP) USD 100 dengan nilai tukar Rp 14.450 per dolar Amerika Serikat. Sehingga pemerintah pada Juni 2022 mengalokasikan anggaran kompensasi dan subsidi sebesar Rp 502 triliun.

Namun yang terjadi sekarang harga minyak dunia terus naik dengan rata USD 104 - USD 105 per barel. Belum lagi nilai tukar rupiah yang terus melemah di kisaran Rp 14.750.

"Itu nambah lagi jadinya karena minyaknya masih diimpor," kata dia.

Belum lagi tingkat konsumsi yang terus meningkat. Sehingga alokasi yang ada dinilai tidak cukup untuk sampai akhir tahun 2022.

Â