Sukses

Canggih, Pemerintah Afrika Selatan Pakai Bahan Nanoteknologi untuk Perbaiki Jalan Rusak

Untuk memperbaiki banyaknya lubang jalan di Afrika Selatan, pemerintah setempat telah mengumumkan bahwa pihaknya akan melakukan uji coba terkait penggunaan nanoteknologi dalam memperbaiki kondisi jalan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Untuk memperbaiki banyaknya jalan berlubang di Afrika Selatan, pemerintah setempat telah mengumumkan bahwa pihaknya akan melakukan uji coba terkait penggunaan nanoteknologi dalam memperbaiki kondisi jalan tersebut.

Dikutip dari TopAuto, langkah tersebut dimaksudkan untuk mengatasi masalah jalan di pedesaan agar memperkuat permukaan jalan dan secara signifikan juga berdampak terhadap mengurangi rembesan air.

"Upaya kolaboratif dengan pemerintah pusat dan pemangku kepentingan terkait sangat penting dalam mengoptimalkan pengeluaran dan mencapai jaringan jalan yang efisien untuk kepentingan semua warga negara," jelas Sindisiwe Chikunga, Menteri Transportasi Afrika Selatan, dalam keterangan resminya.

Mengenai penggunaan nanoteknologi, pemerintah tersebut menjelaskan bahwa istilah nanoteknologi ini memiliki aplikasi dunia nyata dalam penggunaan inovatif reaksi dan proses kimia untuk memperkuat permukaan jalan.

Di samping itu, melalui nanoteknologi tersebut memang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan lingkungan dari bahan yang digunakan untuk membangun dan merawat jalan, sehingga nantinya akan meningkatkan umur pakai.

Hal tersebut juga rupanya disebabkan melalui penggunaan bahan khusus yang dikenal sebagai nano-silanes, nano-polymer dan new-age nano modified emulsions (NME), di mana bahan tersebut bersifat hidrofobik, dan sebenarnya telah digunakan selama puluhan tahun untuk melindungi bangunan dari kondisi cuaca ekstrem.

Bicara data yang dirilis, jelang akhir tahun 2022 lalu, Afrika Selatan diperkirakan memiliki sebanyak 25 juta lubang jalan yang tersebar di seluruh jaringan jalannya yang luas serta hal ini mengalami peningkatan sebesar 67 persen dari lima tahun lalu.

Dengan kondisi jalan yang rusak, hal ini dikabarkan akan memiliki dampak buruk terhadap produktivitas negara, karena mengancam rantai pasokan yang sama pentingnya dengan pasokan makanan.

2 dari 2 halaman

Ribuan Pekerja Pabik Toyota di Tiongkok Dipecat, Dampak dari Elektrifikasi?

Tren elektrifikasi yang terjadi di industri otomotif terus berkembang untuk menghadirkan ragam mobil listrik kepada konsumen. Namun, di balik itu ada dampak negatif bagi para karyawan pabrik otomotif tersebut.

Seperti dilansir dari TopAuto, jenama raksasa Jepang, Toyota, telah memberhentikan sekitar 1.000 pekerja mereka yang bekerja di pusat perakitan mereka di Tiongkok.

Dalam laporannya, disebutkan bahwa hal ini menjadi dampak dari penyesuaian produksi di pasar yang tengah beralih dari kendaraan komersial ke kendaraan listrik.

Juru bicara Toyota, menjelaskan bahwa alasan terkait hal tersebut disebabkan oleh situasi produksi pada fasilitas tersebut. Sehingga, hal ini menjadi sebuah langkah yang diambil oleh perusahaan.

"Mengingat situasi produksi saat ini," jelas juru bicara Toyota, melansir laman tersebut.

Di lain sisi, dari peralihan tersebut justru membuat Toyota dan beberapa produsen lain lebih memilih untuk merangkul mitra lokal untuk memproduksi mobil listrik, seperti yang dilakukan oleh Tesla dan BYD.

Mengintip pengiriman mobil yang dilakukan Toyota menuju Tiongkok, dilaporkan bahwa angka yang mereka kumpulkan mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam satu dekade pada tahun 2022 lalu.

Presiden Toyota, Koji Sato, pada April 2023 lalu saat hadir di pameran otomotif Shanghai, menyebutkan bahwa pihaknya akan mempercepat pengembangan mobil listrik yang dapat disesuaikan dengan pasar Tiongkok.

Langkah pemotongan hubungan kerja yang dilakukan Toyota ini juga telah dilakukan oleh Mitsubishi pada awal bulan Juli, di mana produsen dengan logo tiga berlain ini telah menangguhkan operasi mereka di Tiongkok setelah bertahun-tahun mengalami penjualan yang lesu.