Sukses

Jepang Setop Ekspor Mobil ke Rusia, Ini yang Jadi Alasannya

Dampak dari perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, masih menyelimuti beberapa sektor, seperti industri otomotif. Jepang, sebagai raksasa otomotif dunia, telah memberlakukan larangan baru untuk mendistribusikan mobil ke Rusia.

Liputan6.com, Jakarta - Dampak dari perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, masih menyelimuti beberapa sektor, seperti industri otomotif. Jepang, sebagai raksasa otomotif dunia, telah memberlakukan larangan baru untuk mendistribusikan mobil ke Rusia.

Tidak hanya untuk mobil dengan mesin konvensional, tetapi, dalam sebuah informasi menyebutkan bahwa Jepang tidak lagi mengirimkan mobil hybrid, mobil listrik sampai mobil bermesin besar ke negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin.

Ini menjadi salah satu sanksi yang diperluas oleh negeri matahari terbit tersebut, karena tidak hanya sektor otomotif, namun beberapa sektor seperti baja, plastik, dan suku cadang elektronik, juga tidak lagi didistribusikan ke negeri tersebut.

The Moscow Time melaporakan bahwa peraturan tersebut akan berlaku pada 9 Agustus 2023. Hal ini merupakan hasil dari pertemuan beberapa negara dari KTT G7, di mana mereka secara kolektif bersepakat untuk membuat Rusia ini kekurangan teknologi dan peralatan yang berpotensi memicu upaya perang negara.

Hal lainnya, beberapa waktu lalu pun Toyota dan Nissan juga telah menghentikan produksi mobil mereka di Rusia.

Dalam sebuah laporan lainnya, perang yang dilakoni oleh Rusia terhadap Ukraina ini telah menghancurkan industri mobil baru di Rusia. Sebelum invasi Ukraina, konsumen Rusia ini memiliki data bahwa masyarakat mereka senantiasa membeli kendaraan baru sebanyak 100.000 per bulannya.

Setelah adanya perang antar kedua negara tersebut, penjualan mobil menjadi turun secara drastis, di mana dalam laporan Carscoops, dijelaskan penjualan mobil baru di negara tersebut hanya sebesar 25.000 unit.

2 dari 2 halaman

Pendapatan Ojol Naik Berkat Penggunaan Motor Listrik

Saat ini semakin banyak driver ojek online (ojol) yang menggunakan motor listrik. Bahkan penggunaan motor listrik, dari segi operasional, diklaim lebih menguntungkan ketimbang motor konvensional.

Hal itu disampaikan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi baru-baru ini. Selain penurunan beban operasional, kata dia, motor listrik merupakan game changer untuk meraih target pengurangan emisi.

"Contoh, kita lihat pengemudi ojol. Mereka itu dengan kendaraan listrik opex (operational expenditure) turun separuh, tapi pendapatan naik," ujar Menhub Budi di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (28/7/2023).

Guna mendorong percepatan pengadaan motor listrik, ia turut mendorong swasta untuk ikut melakukan edukasi dan sosialisasi.

"Tentu target-target yang disampaikan pak Menteri ESDM dan pak Menko (Luhut) bukanlah hal mudah. Tapi apabila (dilakukan) sama-sama, ini luar biasa," imbuh Menhub.

"Umpamanya pak Kapolri memerintahkan 10 Kapolsek, itu banyak sekali, dan kami siap menguji. Kalau polisi saja sudah luar biasa, kamu ngikut, karena pak polisi lebih banyak," tuturnya.

Menurut dia, contoh ini penting sebagai bentuk sosialisasi. Sebab, ia menilai akan percuma jika pemerintah sudah mencanangkan program, namun tidak ada contoh.

"Polisi sudah melaksanakan di KTT G20 di Bali, dan sekarang masih jalan lancar. Kami juga sudah menggunakan kendaraan dinas. Harapan kami semua melakukan itu," pungkasnya.